Oleh : dr. Ade Hashman, Sp.An.
Ketua Majelis Pelayanan Kesehatan Umum PD Muhammadiyah Kutai Timur
MANFAAT yang lebih besar bagi kesehatan dalam berpuasa terletak pada kemauan untuk menahan nafsu. Pesan utama dalam berpuasa adalah pengendalian diri dan menunda kesenangan sementara.
Penundaan kesenangan ini dapat dilihat dalam hadish bahwa : “Ada dua kebahagiaan orang berpuasa; yakni ketika ia berbuka dan ketika kelak ia bertemu Allah”. Ramadhan secara generik artinya “membakar”, yakni suatu fase dalam satuan waktu tempat kaum muslimin melakukan training fisik, psikis dan spiritual dengan harapan meraih predikat taqwa ketika memasuki Syawal (yang secara generik syawal bermakna “meningkat”).
Makan, minum dan sex menurut psikolog humanis Abraham Maslow merupakan kebutuhan dasar (basic need) manusia, ketika berpuasa ditanamkan prinsip bahwa kitalah yang berkuasa terhadap diri kita (nafsu kita) bukan kita yang dikendalikan nafsu. Dalam arti manusia diajarkan untuk menjadi raja bagi dirinya sendiri.
Dr Muhammad Iqbal punya ungkapan yang terkenal bahwa “ Muslim adalah orang yang menggenggam cakrawala, sedang kafir adalah mereka yang larut dalam cakrawala.
Dalam melodrama kisah Adam disurga diceritakan pelanggaran pertama sekali yang dilakukan nenek moyang manusia itu adalah mendekati sebuah pohon terlarang.
Padahal ketika itu Adam bebas untuk memakan apapun yang ada disurga hanya sebuah pohon dengan buah didalam pohon tersebut yang dilarang namun ternyata itupun dilanggar. Seakan menjadi I’tibar bagi seluruh umat manusia yang merupakan anak keturunan Adam bahwa dasar kelemahan manusia adalah ketidak mampuan mengendalikan diri.
Manusia adalah mahkluk yang gampang tergoda. Daniel Goleman, PhD penggagas konsep EQ (kecerdasan emosional) mengatakan jika ada 2 sikap yang paling penting harus dimiliki orang di zaman modern yang paling utama adalah pengendalian diri dan kasih sayang.
Beberapa penyakit seperti jantung koroner, tekanan darah tinggi, gastritis hingga kanker sangat erat kaitannya dengan ketidakmampuan menahan diri, apalagi penyakit-penyakit psikiatrik. Tidak mampu menahan diri bisa tampil dalam banyak wujud a.l: tidak mampu melihat pesaing lebih maju, tidak mampu menahan amarah, tidak mampu menahan diri untuk bersabar.
Puasa dengan Pengendalian Amarah
“Bila salah seorang dari kalian berpusa maka hendaknya ia tidak berbicara buruk dan aib, dan jangan berbicara yang tiada manfaatnya dan bila dimaki seseorang maka berkatalah “aku berpuasa”. (HR Bukhari).
Diantara semua situasi hati yang ingin di jauhi orang, amarah merupakan jenis ledakan emosi yang sukar diajak kompromi. Berbeda dengan bentuk emosi negatif lain seperti kesedihan dan depresi, “amarah” adalah ekspresi emosi yang menimbulkan semangat dan “menggairahkan”.
Beberapa kebiasaan mengkaitkan secara keliru sikap maskulinitas (kejantanan) dengan kemampuan marah. Jenis-jenis amarah tampil dalam bentuk ; mengamuk, beringas, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, berang, tersinggung, bermusuhan hingga tingkat ekstremnya tindak kekerasan dan kebencian patologis.
Ilmu kedokteran telah membuktikan bahwa mereka yang sedang marah, baik yang dipendam maupun yang dimuntahkan akan memicu rangkaian refleks sympatis yakni berupa peningkatan kadar hormon katekholamin (adrenalin) dalam darahnya.
Hormon katekholamin ini akan memunculkan refleks siaga yang dapat kita rasakan sensasinya seperti terpacunya irama denyut jantung, otot-otot menegang, tekanan darah naik, keringat dingin bermunculan di dahi, pembuluh darah diotot melebar sedang di visceral (organ dalam) menyempit, nafas memburu untuk mengambil oksigen sebanyak-banyaknya dan mata akomodasi penuh.
Membanjirnya hormon katekolamin ini akan membangkitkan emosi sesaat dan cukup membangkitkan tindakan yang dahsyat seperti mempersiapkan tubuh untuk “bertempur atau kabur”. Karena efek adrenalin memang disetting untuk menghadapi situasi-situasi emergency. Semua itu, jika dibiarkan berlangsung lama atau menjadi sebuah habit, akan membahayakan kesehatan dan mempercepat proses ketuaan (decaying).
Hasil-Hasil Penelitian Ilmiah tentang Amarah
Dr Redford Wiliams dari Duke University menyimpulkan penelitian prospektifnya bahwa dokter-dokter yang dahulunya mempunyai skor tertinggi pada “test sikap bermusuhan selama menjadi mahasiswa di fakultas kedokteran” ternyata memiliki resiko 7 kali lebih besar kemungkinan meninggal diusia 50 tahun bila dibandingkan dengan mereka yang skor permusuhannya lebih rendah.
Peter Kaufman, kepala Behavioral Medicine of National Heart, Lung and Blood Institue mengatakan : Bila seorang berumur 20-an seringkali marah-marah, maka setiap serangan amarah akan menumpukkan stress tambahan bagi jantung serta tekanan darah.
Bila hal tsb berlangsung terus menerus akan bersifat destruktif, karena golakan darah yang mengalir melalui arteri koroner bersama dengan percepatan detak jantung dapat menimbulkan robekan-robekan mikro pada pembuluh tersebut dan potensial sebagai tempat tumbuhnya plak yang menjurus pada penyakit arteri koroner.
Sebuah studi di Standford University Medical School terhadap 1012 pria dan wanita yang menderita penyakit jantung pertama dipantau selama 8 tahun menunjukkan bahwa kaum pria yang paling agresif dan paling suka bermusuhan mempunyai resiko tertinggi terkena serangan jantung kedua.
Hasil yang sama pada studi di Yale school of medicine terhadap 929 pria yang pernah mengalami serangan jantung dan dilacak selama 10 tahun. Maka kaum pria yang termasuk golongan mudah terpancing amarahnya terbukti resiko meninggal karena serangan jantung 3 kali lipat dibanding kaum pria yang berperangai tenang.
Dalam konteks amarah tersebut, relevan sekali kaitan kesehatan dengan menahan amarah, karena selama berpuasa seseorang dilatih untuk menahan amarah. Secara fiqh, sikap marah akan membatalkan atau mengurangi nilai puasa seseorang.
Puasa mengandung pesan agar orang menghindari perilaku yang tidak sehat, termasuk perilaku yang didorong oleh emosi (hendak marah, tidak sabar, atau panas hati). Efek pengendalian diri dengan berlatih tidak melampiaskan amarah inilah yang lebih besar pengaruhnya terhadap kesehatan, karena ia akan menghindarkan seseorang dari efek buruk akibat lonjakan kadar hormon kelompok katekholamin secara berlebihan ketika orang marah, kesal, panas hati, dan tidak sabar. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post