BONTANG – Terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak mengadili gugatan soal Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) dan kumpul kebo, Ketua NU Bontang mendorong pemerintah dan legislatif segera merevisi rancangan KUHP yang ada agar ada Undang-Undang (UU) yang melarang hal tersebut. Sementara itu, Ketua MUI Bontang menyatakan bahwa LGBT itu melanggar syariat Islam sehingga masyarakat diminta lebih mendalami ilmu agama.
Ketua NU Bontang, Selamet Raharjo mengatakan jika diamati lebih seksama, MK tidak terlihat menolak substansi permohonan perluasan norma sesuai dengan yang diajukan oleh Guru Besar IPB dan kawan-kawan Euis Winarti. Namun dengan bahasa lain, MK juga tidak melegalisasi perzinahan, perkosaan dan hubungan sesama jenis. Melainkan, MK berpendirian bahwa perluasan norma tersebut merupakan domain legislatif dan pemerintah. “Makanya yang harus kita dorong dan kawal pemerintah dan DPR sebagai lembaga berwenang untuk membentuk UU agar segera merevisi KUHP yang ada yang sudah usang dan merupakan warisan kolonial yang tidak sesuai dengan norma dan nilai agama bangsa kita,” jelas Selamet, Minggu (17/12) kemarin.
Karena, lanjut dia, dalam Alquran itu sudah jelas bahwa hubungan sesama jenis itu dilarang seperti disebutkan dalam Surat Al-Ankabut ayat 28-29, Surat Al-Anbiya ayat 74-75, Surat Asy-Syu’ara’ ayat 165-175, dan Surat Al-Araf ayat 81-82, serta beberapa hadits yang sangat jelas melarangnya.
“Maka dari itu NU sendiri dalam Munas yang diadakan di NTB 23-25 November 2017 tentang Rancangan KUHP yang sedang dibahas di DPR menjadi salah satu pokok bahasan. Dan meminta pemerintah dan DPR segera merampungkan pembahasan Rancangan KUHP yang ada agar di negeri ini ada UU yang melarang hal tersebut,” bebernya.
Terkait banyaknya pemahaman masyarakat bahwa MK ‘melegalkan’ LGBT dan kumpul kebo, Selamet meminta agar masyarakat harus cermat mendengar atau membaca berita, apalagi hal-hal yang sensitif di kalangan masyarakat. Jadi, masyarakat jangan terburu-buru menanggapi dengan negatif, karena harus tahu porsi masing-masing dan paham tentang apa yang dipersoalkan. Hal tersebut agar tidak menimbulkan keresahan atau salah tafsir sehingga menimbulkan fitnah yang akan berimbas pada suasana gaduh dan tidak kondusif.
“Makanya masyarakat harus dicerdaskan dengan pemahaman yang benar, bukan merasa selalu benar atau mencari pembenaran dalam berpendapat atau berkomentar,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua MUI Bontang, Imam Hambali mengatakan secara struktural MUI dari pusat maupun wilayah belum ada surat. Tetapi jika secara individu, Imam kurang setuju karena masalah itu termasuk pelanggaran syariat secara agama. “tetapi belum ada surat ini dari pusat menanggapi hal itu,” ujarnya.
Imam menyatakan jika itu terlarang maka pihaknya menyetujuinya, sementara jika dibebaskan maka kurang setuju karena bisa meresahkan umat. “Jika ada tindakan yang keluar jalur sebaiknya disampaikan kepada mubalig agar mendapat penjelasan yang mencerahkan. Karena itu sudah melanggar syariat,” bebernya.
Sebagaimana diketahui, MK menolak mengadili gugatan soal LGBT. MK menyatakan perumusan delik LGBT dalam hukum pidana masuk wewenang DPR-Presiden.
Gugatan itu sebelumnya diajukan guru besar IPB dkk, Euis Sunarti. Mereka meminta MK meluaskan makna pasal asusila dalam KUHP pasal 284, 285 dan 292. Termasuk meminta homoseks bisa masuk delik pidana dan dipenjara. (mga)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: