SAMARINDA – Aroma tidak sedap menyeruak di balik proses pembebasan lahan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda, tepatnya di Seksi IV dan V, daerah Palaran, Samarinda. Pasalnya, dalam pembebasan lahan pembangunan mega proyek itu didapati adanya malaadministrasi. Selain itu, warga mencium ada indikasi praktek curang dalam masalah tersebut.
Terkait dengan hal itu, para pemilik lahan melalui kuasanya, Guntur Sutarjo telah melaporkan masalah tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tidak hanya itu, Guntur juga membawa masalah ini ke Mahkamah Agung (MA) beberapa hari lalu.
Langkah yang diambil Guntur sebagai tindak lanjut atas penolakan mereka atas hasil konsinyasi lahan oleh Pengadilan Negeri (PN) Samarinda beberapa hari sebelumnya. Guntur menyebutkan, ada beberapa persoalan yang diadukan pihaknya ke KPK dan MA. Salah satunya, melaporkan dugaan penyalahgunaan jabatan oleh para pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Samarinda.
Dari laporan itu, dua diantara yang disebutkan sebagai terlapor yakni Kepala BPN Samarinda dan Heri Susanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang ditunjuk Kementerian Pekerjaan Umum, dan Perumahan Rakyat (PUPR). Keduanya disebut bertanggung jawab atas dokumen konsinyasi.
“Karena kasus ini menghabiskan anggaran lebih dari Rp 1 miliar, kami putuskan melaporkannya ke KPK. Kami sudah menyerahkan berkas laporannya ke gedung KPK, Jumat lalu,” ungkap Guntur pada Metro Samarinda, Minggu (28/1) kemarin.
Kata dia, proses penyelidikan oleh komisi anti rasuah akan dilakukan setelah penyidik selesai memeriksa dokumen yang sudah pihaknya serahkan. Menurutnya, untuk memudahkan proses penyelidikan, para pemilik tanah siap membantu dan menjadi saksi jika dirasa dibutuhkan.
“Masyarakat ingin transparansi, karena ini menggunakan uang negara. Jika menggunakan uang negara, tetapi dalam dokumen tawaran harga menggunakan surat keterangan rahasia, saya yakin ini ada yang disalahgunakan oknum tertentu,” sebutnya.
Pelanggaran yang dimaksud Guntur, yakni keterangan surat rahasia, surat yang tidak menyertakan kop dan stempel, maupun dugaan penyertaan nama aparat yang dinilai tidak memiliki kaitan struktural dengan pemerintah, dan diskriminasi harga tanah.
Sementara soal konsinyasi yang ditawarkan BPN dan Pemkot Samarinda, Guntur mengaku tidak akan mengikuti tawaran tersebut karena dinilai cacat hukum. Ia memilih menempuh jalur hukum melalui Mahkamah Agung (MA) untuk menyelidiki adanya permainan oknum hakim di dalam masalah tersebut.
“Karena kalau kami mengikuti konsinyasi, itu artinya kami ikut melakukan kesalahan. Karena sejak awal, tawaran harga melalui konsinyasi itu sudah cacat hukum. Makanya kami laporkan ke MA, supaya hakim yang memutuskan konsinyasi ini dipanggil,” katanya.
Ia mengaku membiarkan PN Samarinda meneruskan tahapan konsinyasi, karena pihaknya tidak akan mengikuti tahapan tersebut. Walaupun tenggang waktu 14 kerja untuk penyelesaian konsinyasi sudah lewat, pemilik lahan tidak akan menerima tawaran harga yang diberikan pengadilan.
“Dengan tegas saya katakan, kami menolak konsinyasi. Kalau kami mengikuti dan menerima tawaran harga yang diberikan pengadilan, sama saja kami mengamini kesalahan-kesalahan yang dilakukan BPN Samarinda,” tandasnya.
Sementara itu, hingga dengan berita ini diturunkan, baik pihak BPN Samarinda, PN Samarinda, PPK dalam proyek tersebut, serta beberapa pihak-pihak terkait yang disebutkan Guntur dalam masalah itu belum dapat dimintai keterangan.
Diwartakan sebelumnya, proses konsinyasi lahan pembangunan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda di Seksi IV dan V ditolak oleh para pemilik lahan dikarenakan milik terindikasi malaadministrasi. Beberapa permasalahan yang disorot yakni, adanya surat penyampaian ganti rugi lahan dari BPN Kota Samarinda yang tidak sesuai prosedur. Seperti tidak menggunakan kop surat berlogo BPN.
Contohnya surat penyampaian ganti rugi lahan milik salah seorang warga bernama Mugeni yang berlokasi di Kelurahan Bantuas. Dalam surat pembebasan lahan seluas 397 meter persegi tersebut didapati tidak mencantumkan kop surat BPN Samarinda.
Sedangkan untuk pembebasan lahan milik warga bernama Syahril dan Sutrisno yang berlokasi di Kelurahan Handil Bakti, dengan luas lahan 2.666 meter persegi menggunakan kop BPN Samarinda. Selain itu, beberapa di antara surat itu ada yang ditandatangani dan tidak.
Guntur Sutarjo mencurigai ada indikasi malaadministrasi dalam proses pembebasan lahan tersebut. Salah satu yang paling mencolok dalam masalah itu yakni, pembebasan lahan milik Sutrisno di Jalan Tanjung Langsat, RT 07, Kelurahan Handil Bakti.
Di dalam berkas konsinyasi atau yang dititipkan di PN Samarinda, tertuliskan lahan milik Sutrisno terletak di Jalan Lingkar Stadion, asal tanah dari Syahrir. Sementara fakta di lapangan menunjukan, lahan milik Sutrisno terletak di RT 07, Jalan Tanjung, Kelurahan Handil Bakti, asal tanah dari Heri.
Di sisi lain, PN Samarinda ternyata tetap memproses surat permohonan konsinyasi tersebut. Dua di antara konsinyasi yang disetujui adalah milik Sutrisno dengan surat pemberitahuan penetapan nomor: 08/CONS/2017/PN.Smr, tertanggal 10 Januari 2018, serta milik Syahrun Umar dengan surat nomor:11/CONS/2017/PN.Smr, tertanggal 4 Janurai 2018.
Surat tanpa kop PN Samarinda itu ditandatangani oleh Nurjani selaku juru sita. Di dalam surat tersebut juga dibubuhi stempel PN Samarinda. Adapun untuk pemilik lahan yang dikonsinyasi itu, Sutrisno dan Syahrun Umar belum memberikan tandatangannya pada surat itu. (*/um/drh)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: