SAMARINDA – Rencana penggantian Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Mahyudin diakui hanya keinginan sepihak Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golongan Karya (Golkar). Padahal mekanisme pengambilan keputusan di internal Partai Beringin tidak sepenuhnya berasal dari DPP.
Hal ini diungkapkan Mahyudin dalam lawatan di Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Rabu (11/4) lalu. Mahyudin memastikan rencana penggantian dirinya belum mendapat restu dari Dewan Pakar, Dewan Kehormatan, dan Dewan Pembina Partai Golkar.
Karena itu Mahyudin memilih tetap mempertahankan jabatannya. Walau permintaan penggantian dirinya dari elite Partai Golkar kian meluas di DPP, dia merasa posisinya tak dapat serta merta digeser oleh pimpinan partai.
Lulusan Universitas Lambung Mangkurat itu beralasan, sebagai negara yang menganut sistem berbangsa dan bernegara atas dasar hukum, maka penggantiannya dari kursi Wakil Ketua MPR juga harus berlandaskan hukum. Bukan semata didasarkan kebijakan politis elite partai. Secara tersurat, pergantian jabatan pimpinan MPR sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
“Di sana diatur mekanisme pergantian Wakil Ketua MPR. Tentu pergantian hanya boleh dilakukan karena sebab tertentu, seperti mengundurkan diri dan meninggal dunia. Selain itu tidak ada celah untuk mengganti saya. Kalau ada yang berpandangan begitu, berarti dia tidak memahami undang-undang,” tegasnya.
Kata dia, sebagai pejabat sah negara yang diangkat lewat mekanisme demokratis, sarjana teknik itu memilih menjunjung tinggi aturan tersebut. Sikap itu bukan semata karena dirinya haus akan jabatan, tetapi demi memberikan contoh pada masyarakat bahwa orang yang pertama kali harus menjalankan aturan adalah pejabat negara.
“Kalau saya mengundurkan diri, sama saja saya mengkhianati sumpah dan jabatan saya. Jadi tidak mungkin saya mengundurkan diri. Karena saya diangkat melalui sumpah maka itu amanah. Amanah dari negara dan rakyat yang telah memilih saya,” sebutnya.
Karena itu dia tak ingin ambil pusing dengan isu yang beredar. Pria kelahiran Kalsel itu lebih memilih fokus pada tugas yang diembannya. Menurutnya, masih banyak tugas pengabdian pada negara dan rakyat yang jauh lebih penting untuk dikerjakan ketimbang mengurus isu pergantian dirinya.
“Biar saja ada yang bilang suruh mundur. Kata saya, anjing menggonggong kafilah berlalu saja. Saya fokus melaksanakan tugas sebagai Wakil Ketua MPR. Saya tidak akan mengundurkan diri,” sebutnya.
Diketahui, isu pergantian Mahyudin bukan hanya jempol belaka. Rencana penggantian mantan Wakil Ketua DPRD Kutai Timur itu mencuat pasca rapat pleno DPP Partai Golkar yang menyetujui pergantian Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Golkar.
Bahkan DPP Golkar menyetujui Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto menjadi Wakil Ketua MPR menggantikan Mahyudin. Pertengahan Maret lalu, Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto menemui Ketua MPR RI Zulkifli Hasan. Tujuannya untuk berkonsultasi mengenai mekanisme pergantian pimpinan MPR.
Setelah berkonsultasi, pria yang juga menjabat Menteri Perindustrian itu mengaku partainya akan segera melayangkan surat pada Ketua MPR, agar segera menggantikan Mahyudin dari jabatannya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: