SANGATTA – Mengacu pada instruksi presiden dalam menyikapi kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla), Pemkab Kutim meminta seluruh camat untuk membentuk tim siaga bencana di wilayah masing-masing.
Beberapa kecamatan akan segera melakukan tindakan. Dari 18 kecamatan yang ada, tahun ini baru sekira tiga hingga empat saja wilayah yang dinyatakan siaga darurat, yakni Muara Wahau, Kongbeng, dan Busang.
Kepala BPBD Kutim Safruddin mengatakan, belajar dari tahun-tahun sebelumnya yang membuat Kutim dicap sebagai daerah yang rawan kebakaran, baik di pemukiman maupun dalam hutan.
Sehingga di tahun 2018 ini, pihaknya akan lebih meningkatkan kewaspadaan dan fokus untuk mencegah terjadinya perluasan area kebakaran.
“Tahun sebelumnya kebakaran terbesar di Muara Ancalong dan Muara Bengkal. Kecamatan ini harus lebih diperhatikan khusus. Tetapi, daerah lain juga tetap dipantau,” terangnya.
Meski titik api di Kutim dinyatakan berkurang dari 2015 lalu, namun pihaknya mengaku akan tetap waspada dan tidak lengah. Pasalnya potensi api sewaktu-waktu bisa dengan mudah meluas kembali, terlebih jika cuaca panas.
“Skor Kutim sudah menurun, yang awalnya 190 dengan kategori tinggi, sekarang turun menjadi kelas sedang. Semoga saja kejadian tiga tahun lalu tak terulang,” paparnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan tahun ini akan menyusun anggaran dari APBD untuk pengadaan sarana prasarana bagi seluruh kecamatan. Dengan syarat seluruh kecamatan harus membentuk tim satgas.
“Dananya sudah ada, nanti akan dikucurkan, supaya setiap kecamatan bisa siaga bencana. Semoga dapat dilaksanakan Agustus dan tidak melewati September,” paparnya.
Dia mengatakan, Kutim patut bersyukur tahun ini, pasalnya penggunaan dana akan digunakan untuk pengendalian dan perubahan iklim melalui sinergi dengan masyarakat.
“Alhamdulillah tahun ini dana reboisasi bisa kami serap melalui BPBD dan Dinas LHK,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Camat Muara Bengkal, Darmansyah meminta pada pemerintah, agar adanya penambahan alat pemadam. Menurutnya, wilayah tersebut merupakan daerah rawan api.
“Kalau di tengah hutan susah pakai selang, resikonya menyangkut di pohon-pohon. Masyarakat di sana inginnya ada peralatan pemadam yang bisa dipikul, itu dirasa lebih memudahkan,” paparnya. (*/la)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post