BONTANG – Seorang warga kompleks perumahan PT Badak NGL, Hop IV, mengklaim memiliki lahan di area obyek vital nasional (obvitnas). Zahrah, mengaku memiliki lahan seluas 2 hektare di Bontang Lestari. Kini tanahnya telah dibangun oleh PT Pertamina Gas untuk kepentingan perusahaan.
Kondisi ini membuat Ahmad, kakak kandung dari Zahrah menggelar aksi, Rabu (19/9) kemarin. Dengan mendatangi lokasi yang diperebutkan, ia bersama keluarga besarnya meminta keputusan dari pihak manajemen perusahaan. “Saya capek selama 15 tahun selalu dizolimi. Selama tahun 2003 kami belum menikmati hasil, tetapi aktivitas perusahaan tetap berjalan,” keluh Ahmad.
Dijelaskannya, tahun 2003 PT Vico sebagai operator lama, berniat membeli luas tanah yang dipersoalkan. Namun pemilik tanah merasa keberatan dan meminta pembelian jangan hanya sepotong, melainkan seluruhnya. “Tetapi saat itu perusahaan tidak mau sehingga batal,” ucapnya.
Satu tahun berselang datang kembali perwakilan manajemen perusahaan. Tujuannya untuk meminjam lahan tersebut. Tujuannya untuk pembangunan jalan sehingga akses kendaraan lebih mudah. Dikatakan Ahmad, pemilik lahan pun memberikan pinjaman.
Namun ternyata di tahun 2005 beberapa bangunan mulai didirikan tanpa izin. Melihat ini keluarga pemilik lahan pun melakukan protes dengan mendatangi kantor perusahaan. “Saya dilempar ke sana-kemari saat itu. Pada tahun 2012 sedikit ada titik terang, saya datang ke Muara Badak dan diminta membuat rincian,” paparnya.
Setelah rincian dimasukkan, justru tidak ada respon dari perusahaan. Bahkan PT Pertamina Gas mengaku telah mengantongi surat kepemilikan dari pembelian tiga perusahaan yakni CV Gani Mulia, CV Harapan Baru Bakti, dan CV Rakyat.
Dikatakannya, pemilik tanah sempat melawan dengan melarang pengerjaan pemasangan pipa besar di lokasi tersebut. Tetapi setelah berunding, disepakati pengerjaan boleh dilanjutkan asalkan permasalahan ini diselesaikan dengan pembelian lahan tersebut.
“Sayangnya justru kami diadukan ke Pengadilan Negeri (PN) Bontang. Dasar mereka (perusahaan, Red.) ada bukti surat tetapi anehnya pembeliannya berupa kayu bukan lahan. Sejak kapan ada regulasi beli kayu dapat tanah,” herannya.
Putusan PN pun memenangkan perusahaan, lantas kasus ini dibawa ke Pengadilan Tinggi Kaltim. Dipaparkan Ahmad terdapat keganjalan dalam putusannya. “Mengingat ditulis Zahrah melawan PT Pertamina Gas, Nasibuan (suami Zahrah, Red.), dan Ahmad (kakak kandung Zahrah, Red.). Dalam sidang di Pengadilan Tinggi Kaltim pun Zahrah kembali kalah,” kata Ahmad.
Upaya terus dilakukan dengan mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung. Berkenaan jika selama 14 hari tidak diajukan maka dinyatakan kalah. “Kami telah mengajukan di hari ketujuh. Tetapi PT Pertamina Gas sampai sekarang belum mengajukan. Padahal itu sudah sejak Maret silam,” ucapnya.
Dijelaskannya, sebenarnya polemik ini tidak seperti ini jika saat itu perusahaan membayar kepada pemilik tanah. Pemilik tanah pun di tahun 2012 sudah mematok harga untuk lahan dipakai sebesar Rp 2 juta. “Sebenarnya nominal itu terlalu kecil untuk PT Pertamina Gas tetapi mereka tidak mau membayar saat itu,” terang Ahmad.
Sementara, Kepala QC dan HSE PT Pertamina Gas, Feri Sinaga mengaku akan menjalin komunikasi dengan pihak terkait. Diyakininya, dalam waktu dekat akan ada pertemuan dengan pimpinan perusahaan dan Zahra.
“Saya mencoba memfasilitasi dan membuka komunikasi dengan pimpinan dalam waktu dekat. Saya jamin itu, karena saya di sini pun tidak bisa membuat keputusan,” pungkas Feri. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post