Desa membangun dan membangun desa, dua frasa yang sejak empat tahun terakhir terus digemakan pemerintah. Di antaranya oleh Pemerintah Kaltim. Sederet masterplan pembangunan telah disusun dengan sokongan dana segar dari ratusan juta hingga miliaran rupiah guna menyangga program di dalamnya.
DIRHAN, Samarinda
Keberadaan Undang-Undang (UU) nomor 6 tahun 2014 menjadi angin segar bagi pemerintah desa. Sebab, aturan ini menjadi titik klimaks dari protes pembangunan yang sudah berpuluh-puluh tahun hanya bertumpu di daerah perkotaan.
Melalui aturan itu juga, desa mendapatkan prospek yang baik. Sebagaimana diterangkan BAB VIII tentang Keuangan dan Aset Desa, Bagian Kesatu Keuangan Desa, pasal 72 ayat (1) poin (b) dan (c), memberikan ruang yang besar bagi sumber keuangan desa.
Secara lugas diterangkan, keuangan desa mendapatkan dukungan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), hasil pajak daerah, dan retribusi daerah.
Pada poin (d) disebutkan, desa berhak mendapatkan alokasi dana desa yang selanjutnya disebut (ADD). Merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten, baik itu bantuan keuangan (bankeu) dari APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota.
Di pasal (72) ayat (2) pun menegaskan, desa juga kecipratan alokasi anggaran yang bersumber dari belanja pusat mengefektifkan program berbasis desa yang selanjutnya dikenal dengan dana desa (DD).
Kemudian dalam ayat (3) tentang pembagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah, desa mendapatkan sedikitnya 10 persen dari pajak dan retribusi daerah. Begitupun dengan ADD, sebagaimana diterangkan dalam UU itu, desa mendapatkan paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang diterima daerah dalam APBD kabupaten/kota dikurangi dana alokasi khusus (DAK).
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DPMPD) Kaltim, Jauhar Effendi mengatakan, keberadaan UU nomor 6 tahun 2014 telah membuka keran pembangunan yang begitu luas di perdesaan. Terutama dalam mendorong program percepatan dan pemerataan pembangunan infrastruktur.
Sejak diluncurkan 2015 sampai 2018, DD dari APBN yang masuk ke Kaltim sudah mencapai Rp 2.205.016.639.691. Anggaran itu dialokasikan ke 841 desa yang tersebar di 84 kecamatan dan tujuh kabupaten. Dana triliunan rupiah itu, diakui Jauhar, telah banyak mendongkrak pembangunan di berbagai pelosok desa di Bumi Etam.
Di sisi lain, alokasi anggaran itu juga memberikan dampak positif terhadap meningkatnya indeks desa membangun (IDM) di Kaltim. Jika di tahun 2016 desa dengan kategori sangat tertinggal mencapai 301 desa atau 35,79 persen.
Maka dari hasil survei terbaru yang dilakukan pemerintah Kaltim pada 2018, tingkat IDM untuk kategori desa sangat tertinggal menurun menjadi 137 desa atau 16,29 persen. (selengkapnya lihat infografis).
Program desa membangun yang digaungkan Presiden Joko Widodo ikut membawa angin perubahan bagi progres pembangunan di pelosok desa. Meski di tengah defisit APBN yang mendera, pemerintah pusat nyatanya tidak menurunkan besaran alokasi DD yang diberikan ke daerah.
Tahun 2015 saja, jika dirata-ratakan DD yang diterima 841 desa di Kaltim berkisar di angka Rp 288 juta pertahun. Sedangkan tahun 2016 hingga 2018, alokasi DD meningkat cukup pesat. Di tahun 2016, besaran DD yang diterima setiap desa mencapai Rp 646 juta.
Adapun di tahun 2017 dan 2018, nilai DD yang dikucurkan pemerintah pusat ke Kaltim kembali meningkat hingga lima kali lipat dari tahun 2015 yakni sebesar Rp 823 juta. Dikatakan Jauhar, nilai itu belum termasuk dari ADD yang dikucurkan masing-masing kabupaten yang berkisar di atas Rp 500 juta hingga Rp 1,5 miliar per tahunnya.
Kendati demikian, besarnya alokasi anggaran yang dikucurkan itu bukan tanpa disertai permasalahan. Sejak digelontorkan 2015 lalu, ternyata masih banyak pemerintah desa (pemdes) yang bingung mengelola dana tersebut. Terutama dengan aturan penyaluran bertahap yang ditetapkan pemerintah.
Sesuai ketentuan pengalokasian DD dilakukan tiga tahap. Tahap pertama dan kedua masing-masing 40 persen. Lalu tahap ketiga 20 persen. Pada tahun 2016-2017 aturan itu kembali dirubah menjadi dua tahap saja. Tahap pertama 60 persen dan tahap kedua 40 persen.
Dalam penggunaan anggaran, juga masih banyak ditemukan pemdes yang tidak mengerti mekanisme proses penyusunan pelaporan keuangan tersebut. Khususnya syarat mencairkan DD yang mewajibkan adanya pelaporan atas dana yang sudah digunakan sebelumnya.
“Kebijakan yang sering berubah-berubah ini kadang merepotkan para kepala desa (kades, Red.). Di 2018, aturan itu berubah lagi menjadi tiga tahap. Bedanya, tahap pertama 20 persen dan tahap kedua dan ketiga masing-masing 40 persen,” tutur Jauhar kepada Metro Samarinda belum lama ini.
LAPORAN DD LAMBAT, PERANGKAT DESA KERAP DIGANTI
Pergantian pucuk pimpinan di desa kerap dianggap menghadirkan masalah baru dalam penyusunan pelaporan DD maupun ADD. Diakui Jauhar, tak sedikit kades terpilih pasca dilantik langsung merombak perangkat desa.
Bahkan tak sedikit dari perangkat desa itu dibuat non-job. Peliknya lagi, banyak di antara mereka menduduki jabatan penting seperti sekretaris dan bendahara desa, yang sebelumnya mereka sudah mendapatkan bimbingan dari DPMPD Kaltim.
Jauhar memandang hal yang demikian sebagai sebuah persoalan yang bisa menghambat proses administrasi di desa. Karena menurut Jauhar, setiap perangkat desa tersebut telah mendapatkan pelatihan dan bimbingan dari pemerintah.
Untuk menyiapkan mereka menjadi ahli di bidangnya, pemerintah telah berinvestasi. Baik itu melalui anggaran pelatihan dan pembinaan dari pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat. Karenanya, ia sangat menyayangkan keputusan kades yang dengan begitu mudah mengganti para perangkat desa.
“Begitu kades baru terpilih dan dilantik, mereka sering mengganti perangkat desa yang ada. Sementara mereka itu sudah pernah kami berikan pelatihan,” imbuhnya.
Tahun 2015 lalu, dikatakan Jauhar, secara khusus instansi yang ia pimpin pernah mengadakan pelatihan peningkatan kapasitas aparatur desa selama sepakan lamanya. Mulai dari kades, sekretaris, dan bendahara desa dilibatkan dalam kegiatan itu.
Sederet materi diberikan pada pelatihan itu, baik di bidang pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan itu ditujukan agar pemdes memahami dengan baik setiap tugas yang mereka jalankan. Begitupun dalam menyusun laporan penggunaan anggaran di desa, terutama yang bersumber dari DD maupun ADD.
“Ada beberapa desa yang pemanfaatan DD-nya agak lamban karena beberapa perangkat desanya diganti. Tapi sekarang sudah ada aturan, kades tidak boleh serta merta mengganti perangkatnya, walaupun punya kewenangan,” sebut Jauhar.
DD JANGAN HANYA UNTUK INFRASTRUKTUR
Dana segar yang dikucurkan pemerintah melalui DD diharapkan tidak melulu untuk membiayai pembangunan infrastruktur jalan seperti perbaikan gang, parit dan drainase. Melainkan bisa dimanfaatkan untuk menyokong pembangunan di sektor lainnya seperti pembangunan jalan tani.
Pembangunan jalan tani dirasakan tidak hanya memudahkan akses hilir mudik petani, tetapi mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat. Misalnya, meningkatkan kemampuan akses petani memasarkan langsung hasil tani yang mereka miliki.
Sehingga harga jual hasil pertanian masyarakat bisa semakin bagus. “Pembangunan jalan usaha tani, bisa dilakukan. Karena mendukung kegiatan ekonomi masyarakat,” kata Jauhar Effendi.
Dalam konteks itu, Jauhar mengharapkan peran pendamping profesional desa. Terutama pasca perekrutan besar-besaran beberapa bulan lalu. Menurut dia, pendamping desa bisa menjadi tempat konsultasi menentukan arah penggunaan DD di tempat tersebut.
“Di Kaltim kita punya kuota tenaga pendamping profesional sebanyak 475 orang. Baru-baru ini kami telah melakukan perekrutan 157 tenaga pendamping. Mereka bakal mengisi tempat-tempat yang kosong sebelumnua,” ungkapnya.
Diakui Jauhar, dari perekrutan tenaga pendamping desa itu masih ada sekitar 27 kuota yang kosong. Mereka bertugas sebagai Pendamping Desa Teknis Infrastruktur (PDTI) dan bertugas di kecamatan.
“Ini (PDTI, Red.) yang masih banyak kosong. Ada yang lulus, ketika ditempatkan di Mahakam Ulu (Mahulu) atau Kutai Barat (Kubar), mereka enggak sanggup,” kata dia
Tenaga pendamping lokal desa di Mahulu sendiri diketahui sudah mengalami kekosongan sejak lama. Bahkan sejak kabupaten tersebut dimekarkan, jabatan itu nyaris tidak pernah ada yang mengisinya.
Salah satu alasan dari keengganan mereka untuk ditugaskan sebagai pendamping desa di Mahulu dan Kubar. Karena merasa gaji yang mereka dapatkan dengan beban wilayah yang harus mereka awasi tidak sepadan.
“Di Mahulu ada 50 desa. Permasalahan para pendamping nggak mau ditempatkan di situ, ya di antaranya soal gaji. Mereka hanya digaji Rp 2 juta ditambah biaya operasional Rp 500 ribu. Kalau menggunakan kapal speed untuk memberikan pembinaan, maka butuh biaya yang cukup besar,” tuturnya.
Mengurai masalah itu, DPMPD Kaltim saat ini diketahui sedang menjalin kerja sama dengan jajaran Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda untuk mengevaluasi standar gaji dan kebutuhan biaya operasional pendamping desa di Mahulu dan Kubar.
Dari kajian yang dilakukan kampus pelat merah terbesar di Kaltim itu, DPMPD mengharapkan adanya rekomendasi yang bisa dijadikan bahan pertimbangan. Yang akan disampaikan ke pemerintah setempat maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.
“Tim Unmul Samarinda tidak hanya melakukan kajian di Mahulu, tetapi juga di Kabupaten Kubar. Kami meminta rekomendasi, apakah mulai dari penggajian sudah layak atau tidak? Yang diperlukan di sebuah desa itu sarjana apa? Termasuk beberapa rekomendasi lainnya,” tandasnya. (drh)
DATA KECAMATAN, KELURAHAN DAN DESA DI KALTIM
Daerah Kecamatan Kelurahan Desa
Paser 10 5 139
Kukar 18 44 193
Berau 13 10 100
Kubar 16 4 190
Kutim 18 2 139
PPU 4 24 30
Mahulu 5 0 50
Balikpapan 6 34 0
Samarinda 10 59 0
Bontang 3 15 0
Total 103 197 841
DANA DESA DI KALTIM 2015-2018
TAHUN REALISASI
2015 Rp 240.553.308.691
2016 Rp 540.759.158.000
2017 Rp 692.420.247.000
2018 Rp 731.283.926.000
Total Rp 2.205.016.639.691
HASIL PELAKSANAAN DANA DESA 2017
KEGIATAN REALISASI
Jalan Desa 759.833 Meter
Jembatan 20.111 Meter
Drainase 644 Unit
Pasar Desa 30 Unit
Penahan Tanah 287 Unit
Tambatan Perahu 36 Unit
Air Bersih 266 Unit
MCK 60 Unit
Sumur 48 Unit
Embung 9 Unit
Irigasi 31 Unit
PAUD 74 Unit
Polindes 14 Unit
Posyandu 36 Unit
Bumdes 30 Unit
Raga Desa 84 Unit
PAGU DANA DESA SE-INDONESIA 2015-2018
TAHUN NILAI
2015 Rp 20,6 Triliun
2016 Rp 46 Triliun
2017 Rp 60 Triliun
2018 Rp 60 Triliun
RATA-RATA BESARAN DANA DESA DI KALTIM
TAHUN NILAI
2015 Rp 288 juta
2016 Rp 646 juta
2017 Rp 823 juta
2018 Rp 869 juta
PAGU DANA DESA DI KALTIM
Daerah 2015 2016 2017 2018
Paser Rp 38,399,181,000 Rp 86,098,557,000 Rp 110,045,744,000 Rp 106.507.700.000
Kukar Rp 54,496,584,000 Rp 122,194,888,000 Rp 154,651,907,000 Rp 159.509.384.000
Berau Rp 28,721,995,000 Rp 66,010,842,000 Rp 84,106,487,000 Rp 90.992.725.000
Kubar Rp 52,527,959,000 Rp 117,719,873,000 Rp 149,709,702,000 Rp 148.174.233.000
Kutim Rp 40,178,564,000 Rp 91,183,476,000 Rp 119,762,483,000 Rp 140.802.051.000
PPU Rp 9,638,388,000 Rp 21,639,040,000 Rp 27,736,025,000 Rp 28.577.941.000
Mahulu Rp 16,039,742,000 Rp 35,912,482,000 Rp 46,407,899,000 Rp 56.364.021.000
Total Rp 240,002,413,000 Rp 540,759,158,000 Rp 692,420,247,000 Rp 730.928.055.000
PENDAMPING DESA PROFESIONAL DI KALTIM
Daerah Kecamatan Desa Kebutuhan Terisi Kosong
Paser 10 139 74 74 0
Kukar 18 193 103 103 9
Berau 13 100 63 52 11
Kubar 16 190 99 96 3
Kutim 18 139 82 74 8
PPU 4 30 22 22 0
Mahulu 5 50 32 27 5
Total 81 841 475 448 27
IDM KALTIM 2016-2018
KETERANGAN 2016 2018
Sangat Tertinggal 301 (35,79%) 137 (16,29%)
Tertinggal 392 (46,61%) 382 (45,42%)
Berkembang 140 (14,65%) 288 (334,24%)
Desa Maju 8 (0,95%) 32 (3,80%)
Desa Mandiri 0 (0,00%) 2 (2,24%)
TIPOLOGI DESA MENURUT IDM
KETERANGAN JUMLAH PRESENTASE
Berkembang 5.006 64,84%
Tertinggal 1.572 20,37%
Maju 989 12,81%
Sangat Tertinggal 87 1,13%
Mandiri 69 0,89%
Catatan:
Sumber Keputusan Dirjen PPMD Nomor 52 Tahun 2018 tentang Perubahan Keputusan Dirjen PPMD Nomor 30 Tahun 2016 tentang Status Kemajuan dan Kemandirian Desa
Sumber Data: DPMPD Kaltim
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post