KARAKAS – Rakyat Venezuela mati-matian meminta agar bantuan AS bisa segera masuk dalam negeri. Pasalnya, saat ini hidup mereka serba kekurangan. Termasuk kebutuhan penyambung hidup seperti obat dan alat medis.
Antonella merupakan salah seorang korban krisis di Venezuela. Dara berusia enam tahun tersebut divonis menderita penyakit kanker tenggorok empat tahun lalu. Sejak itu dia harus bolak-balik ke Domingo Luciano Hospital di Karakas untuk menjalani kemoterapi.
Namun, kunjungannnya semakin jarang. Sebab, obat yang dibutuhkan semakin jarang. Ibunya sampai ikut menjadi pasien. Menurut CNN, dia didiagnosis menderita malanustrisi setelah tiba-tiba pingsan di rumah sakit. Penyakit yang mewabah di seluruh negara kaya minyak tersebut.
Mereka berdua putus asa. Selain kondisi sang ibu menurun, obat bagi sang anak semakin jarang. Dokter dan tenaga medis di sana juga bingung. Sebab, sumbangan obat dan alat medis yang seharusnya mereka terima juga ’’hilang’’ di tengah jalan.
Akibat keran bantuan yang dicekik, standar operasi mereka memprihatinkan. Listrik tak bisa hidup 24 jam. Disinfektan yang biasanya digunakan untuk membersihkan rumah sakit habis. Bahkan, sarung tangan dan perban juga nihil.
’’Kadang-kadang kami harus membagi perban untuk merawat lebih banyak pasien. Terkadang kami hanya bisa pasrah karena tidak ada obat atau alat medis yang tersisa,’’ ujar Jane (bukan nama sebenarnya), salah seorang dokter di sana.
Domingo Luciano adalah rumah sakit terakhir yang masih mengoperasikan ruang bedah spesialis anak-anak. Di antara18 ruang bedah, tiga yang masih bisa digunakan. Daftar tunggu pasiennya? 500 anak untuk penduduk Karakas saja.
Isu kesehatan di negara yang dilanda krisis kemanusiaan itu tak bisa lagi disangkal. Bulan lalu Lancet Global Health Journal mengungkap borok Venezuela dalam aspek kesehatan anak. Menurut riset mereka, Venezuela merupakan negara dengan kasus kematian anak-anak terburuk se-Amerika Latin.
Pada 2016, kematian anak mencapai 21,1 jiwa per seribu kelahiran. Kondisi yang sama terjadi pada era 1990-an. ’’Selama era 2000-an, angka kematian bayi di Venezuela membaik. Namun, dalam beberapa tahun ini, kemajuan itu langsung hilang,’’ ujar Janny Carcia, salah seorang peneliti riset, kepada Reuters.
Hal itulah yang menjadi salah satu alasan puluhan ribu penduduk Venezuela turun ke jalan di ibu kota Selasa lalu (12/2). Massa yang dipimpin langsung oleh pemimpin oposisi Juan Guaido meminta agar bantuan internasional yang tertahan di perbatasan Kolombia bisa segera dimasukkan.
’’Saya meminta Anda untuk memihak kepada konstitusi dan kemanusiaan. Tanggal 23 Februari akan menjadi momentum ketika bantuan akan masuk,’’ ujar Guaido. Pesan dari presiden interim itu ditujukan kepada militer yang selama ini menjadi pendukung kubu Maduro.
Sementara itu, kubu Maduro meminta agar publik internasional bisa membantu pemerintah yang sah untuk menghilangkan tekanan AS. Menurut mereka, pemerintahan Maduro merupakan korban perang ekonomi yang dilakukan Presiden AS Donald Trump. ’’Kami meminta agar PBB bisa mendorong pengangkatan sanksi dan embargo terhadap kami,’’ ujar Menlu Venezuela Jorge Arreaza. (bil/c4/dos/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post