BALIKPAPAN–Efek domino kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kaltim dan Kaltara terus berlanjut hingga Senin (16/9/2019). Sejumlah penerbangan dari dan menuju daerah tersebut lumpuh. Menukil data BMKG hingga pukul 20.00 Wita, jumlah titik panas (hotspot) di Kaltim tersebar di 153 lokasi.
Dari jumlah itu, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menyumbang 42 titik panas. Titik panas terbanyak terdeteksi di Kecamatan Kenohan yang mencapai 12 titik. Lalu, disusul Kabupaten Berau sebesar 40 titik panas. Titik panas terbesar berada di Kecamatan Gunung Tabur yang mencapai 8 titik.
BMKG Kalimarau Berau bahkan telah merilis peringatan cuaca ekstrem sejak Jumat (13/9/2019). Kemungkinan cuaca ekstrem akan terus berlangsung hingga hari ini. Walhasil, sudah sekitar empat hari penumpang transportasi udara harus gigit jari tak bisa melakukan perjalanan. Bahkan penumpang akhirnya banyak tertumpuk di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan.
Ada yang penerbangannya delay (ditunda), cancel (dibatalkan), hingga divert atau dialihkan ke Bandara SAMS Sepinggan. Station Manager Sriwijaya Air Balikpapan Roy Watulingas membenarkan maskapainya tidak bisa berangkat sejak Jumat. Mereka sudah membatalkan penerbangan mulai rute Balikpapan-Berau PP dan Balikpapan-Tarakan PP. Tujuan Berau memiliki dua jadwal keberangkatan setiap harinya. Begitu juga sebaliknya.
Sementara tujuan Tarakan memiliki jadwal keberangkatan satu kali setiap hari. Seperti penerbangan tujuan Berau. Rute tersebut selalu terisi penuh alias full seat. Kapasitasnya sekitar 120 orang untuk setiap kali terbang dengan pesawat Boeing 737-500NG.
“Termasuk rute favorit karena hari biasa saja penuh apalagi peak season,” ujarnya. Adapun untuk tujuan Tarakan, biasanya tingkat keterisian penumpang sebesar 80 persen. Rute ini menggunakan pesawat jenis Boeing 737-800NG dengan kapasitas 180 orang. Roy menuturkan, penerbangan menuju Berau tidak dapat dilakukan karena visibility di Bandara Kalimarau tidak memungkinkan pesawat landing.
Setidaknya butuh jarak pandang 3.500–4.000 meter untuk bisa mendarat di Berau. Sementara untuk tujuan Tarakan jarak pandang minimal 2.500 meter agar pesawat bisa landing. “Ada rombongan haji yang harusnya sudah berangkat Minggu, tapi kami tunda dulu. Kemungkinan baru berangkat besok (Selasa, 17 September 2019). Sementara ini mereka kembali ke embarkasi,” bebernya.
Rute Balikpapan-Berau PP sudah dibatalkan empat hari berturut-turut sejak Jumat hingga Senin. Berbeda dengan penerbangan tujuan Tarakan yang sudah mencoba berangkat pada Senin (16/9/2019).
“Saat itu, kami lihat cuaca mulai membaik jarak pandang sekitar 7 kilometer. Jadi berani berangkat,” sebutnya. Roy menjelaskan, pihaknya telah memberikan dua opsi kepada penumpang dalam menghadapi kondisi cuaca buruk tersebut. Yakni memilih refund atau reschedule.
“Kalau kondisi seperti ini, maskapai tidak dibebankan, berdasarkan aturan pemerintah. Ketika terjadi pembatalan karena cuaca, mereka tidak boleh menuntut,” ujarnya. Namun, penumpang mendapat pilihan dua opsi tersebut. Apabila memilih refund, biaya akan kembali kepada penumpang. Dengan potongan 15 persen dari maskapai sesuai aturan.
Sementara bagi yang memilih reschedule, harus bersabar menunggu kapan pesawat dinyatakan aman untuk berangkat menuju rute tersebut.
“Bagi yang reschedule, kami jadwalkan terbang mulai 18 September,” sebutnya. Dengan catatan, itu pun melihat kondisi nanti mendukung atau tidak pesawat mendarat di sana. Roy menuturkan, banyak penumpang Sriwijaya Air yang lebih memilih reschedule daripada refund. Terutama mereka yang berangkat tujuan Tarakan karena tidak ada pilihan lain selain transportasi jalur udara.
“Berbeda dengan tujuan Berau ada yang memilih refund untuk beralih ke jalur darat. Namun, tetap angka yang refund tidak banyak,” jelasnya.
Menurut dia, kerugian tidak begitu besar untuk operasional. Hanya, lebih repot karena jadwal penerbangan menjadi tidak menentu. “Ada yang harus delay selama satu atau dua jam,” imbuhnya.
Ada pula yang akhirnya harus reschedule ganti hari. Akibat situasi ini, pihaknya harus ekstra melakukan penjagaan dan mengatur penumpang yang menumpuk di Bandara SAMS Sepinggan sehingga semua merasa terlayani. “Alhamdulillah penumpang mengerti, memang tidak bisa berangkat karena kondisi cuaca. Bukan karena kesalahan maskapai,” ujarnya.
Sementara itu, Communication and Legal Section Head Angkasa Pura I Balikpapan Andanina Megasari menyebutkan, belum ada perubahan dari tiga hari terakhir. Ada beberapa penerbangan yang cancel dan delay. Maskapai yang cancel bisa 35 penerbangan dan delay sekitar 20 penerbangan. Sebagian besar tujuan Tarakan dan Berau.
Kemudian ada yang statusnya divert, rata-rata pesawat tujuan Samarinda yang akhirnya terpaksa mendarat di Balikpapan. “Lalu yang berangkat Samarinda–Jakarta dialihkan berangkat dari Balikpapan. Jika dihitung dari Jumat, sudah lebih sekitar 1.500 penumpang yang terdampak,” bebernya.
Pihaknya belum dapat memastikan sampai kapan kondisi ini terjadi. Sebab, harus melihat kondisi di bandara tujuan memungkinkan atau tidak untuk pesawat landing. “Bandara tujuan ada yang paling rendah visibility 200 meter di berau. Ada yang variasi jarak pandang di 400 meter dan 1.000 meter,” ujarnya. Ega yakin tidak ada masalah untuk penerbangan yang berangkat dan mendarat di Balikpapan dari rute lainnya.
Operasional berjalan lancar dengan tingkat visibility sebesar 6 kilometer di Bandara SAMS Sepinggan sehingga aman untuk take off dan landing.
Sementara untuk penumpang yang menumpuk, Angkasa Pura sudah mengarahkan penumpang untuk ke maskapai. Mereka akan memilih refund atau reschedule. Pihaknya juga sudah bekerja sama dengan maskapai untuk memberi tempat istirahat bagi mereka yang ingin menunggu. “Ada di area lantai atas dan dalam terminal. Menginap pun ada,” tuturnya.
LOKASI BANDARA IKUT MENENTUKAN
General Manager Bandara SAMS Sepinggan Farid Indra Nugraha menjelaskan, bandara di Balikpapan ini tidak terpengaruh dari kabut asap seperti di bandara lain. Baik untuk take off maupun landing semua berjalan lancar. Dia menjelaskan, Bandara SAMS Sepinggan berbeda dengan bandara yang ada di daratan seperti Bandara APT Pranoto.
Sebab, lokasi bandara yang berada di pinggir laut, kabut asap tidak ada karena akan sendirinya menghilang saat muncul matahari. Apalagi antara suhu laut dan daratan cepat berubah yang membuat kabut di pagi hari cepat naik. Jadi paling hanya ada kabut saat pagi hari, kemudian akan naik dan menghilang.
“Sementara bandara yang di daerah darat, kabut akan terjebak dan sulit keluar,” jelasnya. Apabila terjadi delay, cancel, divert, semua bergantung visibility di bandara tujuan. Jika kabut tebal, baik berangkat maupun datang dari tujuan tersebut tidak bisa terbang. Karena itu, ada manajemen delay dari maskapai.
Dia menjelaskan, setiap tipe pesawat memiliki kemampuan berbeda. Ada yang menggunakan visual dan instrumen. Kalau instrumen, bandaranya punya fasilitas lengkap, kabut dengan ketebalan berapa pun bisa mendarat. “Namun, kalau visual, bergantung kemampuan, kesiapan pesawat, dan keberanian pilot. Jadi tidak bisa dianggap rata semua penerbangan,” tutupnya. (gel/riz/k16/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post