bontangpost.id- Kedua BUMD yakni Perusda AUJ dan PT Bontang Migas Energi (BME) tercatat nihil memberikan dividen ke kas daerah. Bahkan itu sejak 2018 silam hingga tahun lalu. Kondisi tersebut mendapat tanggapan dari Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman Aji Sofyan Effendi. Menurutnya, esensi pembentukan perusahaan daerah yakni untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
“Kenapa harus dibentuk BUMD kalau tidak bisa berkontribusi langsung ke daerah,” kata Aji.
Apalagi PT BME dan Perusda AUJ di awal terbentuk mendapatkan kucuran penyertaan modal dari Pemkot. Dijelaskan dia, tidak elok jika terus-menerus tidak memberikan efek apapun terhadap pendapatan daerah.
Diketahui PT BME mendapat gelontoran senilai Rp 3 miliar pada 2012. Dari angka usulan yakni Rp 10,5 miliar. Besaran ini sesuai kebutuhan deposit yang dipersyaratkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bagi perusahaan yang akan mengelola program city gas.
Sementara Perusda AUJ mendapatkan suntikan modal lebih banyak yakni Rp 17,2 miliar. Pada periode 2014-2015. Sayangnya bantuan itu justru digunakan sebagian disalahgunakan. Kini perekara ini masih ditangani oleh Kejaksaan Negeri Bontang.
“Ngapain membuka BUMD seperti itu,” ucap akademisi ini yang sebelumnya turut menyeleksi direksi perusahaan tersebut.
Menurutnya, ada BUMD yang aspek sosialnya lebih tinggi dibandingkan bisnisnya. Salah satunya yakni PDAM. Namun, jika kondisi keuangan mumpuni skema penyetoran dividen harus dilakukannya. “Jika PDAM bangkrut atau rugi masih tetapi masyarakat Bontang bisa menikmati air bersih itu tidak masalah. Pasti akan memaafkan. Walaupun sebenarnya tidak boleh juga,” ucapnya.
Diterangkan dia, pengelolaan jargas memang dibutuhkan masyarakat. Tetapi bukanlah aspek penting. Pasalnya warga masih bisa memasak dengan membeli tabung gas elpiji. “Beda konteksnya dengan air bersih. Karena itu kebutuhan pokok,” tegasnya.
Pembentukan BUMD ini hakekatnya orientasinya untuk mendapatkan keuntungan. Dari bidang usaha yang digarapnya. Sebab itu, pemerintah daerah tidak diperkenankan melakukan bisnis kepada rakyatnya. “Jika tidak tercapai maka BUMD itu kehilangan rohnya,” terangnya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis ini juga menyoroti pernyataan direksi PT BME yang kurang elok. Menyebutkan penyetoran dividen bukan sebuah kewajiban. Dengan berlindung penugasan dari pemerintah pusat. Padahal kondisi keuangan mendapatkan laba Rp 2,1 miliar.
“Seharusnya mainframenya begini karena profit baru Rp 2,1 miliar maka diupayakan dividen untuk disetor di tahun berikutnya. Itu lebih smooth,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, Bapenda akan memanggil pimpinan BUMD pada bulan depan. Tujuannya untuk rekonsiliasi dan evaluasi. Sembari menanyakan progres usaha selama satu tahun tersebut. Sementara Komisi II juga akan mengambil langkah serupa. Pemanggilan dijadwalkan pertengahan bulan ini.
Ketua Komisi II DPRD Rustam menyayangkan statemen yang keluar dari direksi PT BME. Bahwa penyetoran dividen bukanlah suatu kewajiban. Padahal modal awal terbentuknya perusahaan ini berasal dari APBD Bontang. “Untuk apa penyertaan modal kalau tidak menghasilkan dividen,” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post