bontangpost.id – RSUD Taman Husada Bontang memberlakukan kewajiban tes antigen bagi seluruh penjaga pasien. Besaran yang dibebankan Rp 100 ribu. Kebijakan ini mendapat kecaman keras dari anggota Komisi II DPRD Bontang Nursalam.
Politikus Golkar tersebut mengatakan, rumah sakit tak selaiknya memberlakukan kebijakan semacam itu. Pertama, status RSUD Taman Husada adalah fasilitas kesehatan milik daerah bukan swasta. Ada suntikan dana dari pemerintah yang bersumber dari uang rakyat untuk operasional rumah sakit itu. Dengan demikian, rumah sakit dituntut mengedepankan sisi pelayanan terbaik kepada masyarakat. Alih-alih menjadikan faskes ini sebagai ruang untuk meraup keuntungan (profit oriented).
Kedua, dengan posisinya sebagai faskes milik publik, mestinya manajemen RSUD peka terhadap kondisi masyarakat saat ini. Yang terguncang kondisi finansialnya selama pandemi Covid-19 melanda.
”Saya bilang ini sangat berorientasi bisnis. RSUD tidak bisa seperti itu. Memang ada BLUD, tapi ada sisi pelayanan masyarakat yang dikedepankan,” kata Nursalam kala Komisi II DPRD Bontang menggelar rapat bersama direksi RSUD Taman Husada di sekretariat dewan, Senin (3/5/2021) siang.
Badan Layanan Umum Daerah atau disingkat BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh satuan kerja perangkat daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Hematnya, BLUD dibentuk untuk memberikan pelayanan pelayanan publik dengan menjual barang barang atau jasa. Namun tak mengutamakan prinsip mencari keuntungan. Dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Plt Direktur RSUD Taman Husada dr Bahauddin menolak tudingan yang dilayangkan itu. Menurutnya, rumah sakit tak menjalankan praktik bisnis ketika menarik biaya untuk setiap tes antigen yang dibebankan kepada penjaga pasien. Pasalnya, penjaga pasien tak membayar utuh komponen biaya tes antigen. Berdasar ketentuan Kemenkes RI, besaran tes antigen maksimal Rp 250 ribu. Sementara di RSUD, mereka hanya mematok Rp 100 ribu sekali tes, sisanya Rp 150 ribu dipotong rumah sakit. Dari angka Rp 100 tes antigen, Rp 15 ribu itu dilarikan ke operasional RSUD (BLUD), sementara Rp 85 ribu untuk segala kebutuhan tes.
”Rp 15 ribu juga itu kecil sekali. Kami tidak ada melakukan bisnis ini. Karena toh ada pemotongan yang kami berikan,” kata dr Bahauddin.
Lebih jauh dia menjelaskan, pihak rumah sakit tak asal menerapkan kebijakan ini. Ada pemicunya. Pasalnya, sudah 3 kali pasien non Covid-19 yang dirawat justru terpapar virus corona kala menjalani masa perawatannya. Seluruh tenaga kesehatan (nakes) yang kontak erat dengan pasien dites. Dan hasilnya negatif. Inilah kemudian disinyalir kuat, penyebaran virus berasal dari pembesuk atau penjaga pasien.
”Kalau yang besuk dan penjaga itu OTG kan kami tidak tahu kalau tidak di tes antigen. Ini harus kami pastikan agar pasien kami terhindar dari virus itu. Dan nanti pulang dalam kondisi benar-benar sehat,” ucap pria yang juga menjabat Kadinkes Bontang ini. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post