Jalur-jalur legal akan ditempuh untuk melawan hasil TWK dan pemberhentian para pegawai KPK. Gugatan tengah dipersiapkan.
bontangpost.id – Novel Baswedan bersama puluhan rekannya pantas berbangga. Mereka layak berjalan tegak meninggalkan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Persis yang tampak Kamis (30/9). Ketika para pejuang antikorupsi itu dilepas tangis beberapa pegawai lembaga antirasuah. Dari bawah Merah Putih yang berkibar setengah tiang, lambaian tangan sekaligus menegaskan, tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak menghentikan langkah mereka.
Keluar dari Gedung Merah Putih, keluarga bersama masyarakat sipil dan beberapa mantan pimpinan KPK menyambut mereka. Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, Saut Situmorang, ikut mengantar mereka berjalan ke Anti Corruption Learning Center (ACLC) atau kantor KPK lama.
Sebagai mantan pimpinan KPK, dia percaya puluhan pegawai KPK yang diberhentikan karena tidak lolos TWK tetap akan mengabdikan diri. Dia yakin, mereka teguh pada prinsip-prinsip antikorupsi. Karena itu, meski beragam upaya untuk menjegal terus bermunculan, mereka tidak mundur dan terus berjuang sampai akhir.
Saut Situmorang pun sepakat dengan keterangan Samad. Menurut dia, puluhan pegawai KPK yang kemarin meninggalkan Gedung Merah Putih adalah orang-orang yang tidak henti berbuat baik.
Selama bertugas di KPK, Saut mengakui, tidak jarang dirinya bersentuhan langsung dengan mereka. Dan dia tahu betul bagaimana kinerja serta rekam jejak mereka. Karena itu, dia tidak segan menyatakan, bohong besar bila saat ini ada orang yang berkata pemberantasan korupsi berada di jalan yang benar.
”Kalau ada orang bilang bahwa pemberantasan korupsi hari ini sudah berada di trek yang benar, itu bohong besar,” tegas Saut. Menurut dia, pemberhentian puluhan pegawai KPK kemarin menunjukkan ada sesuatu yang tidak beres. Dan mestinya Presiden Joko Widodo mengambil sikap.
Namun, sampai kemarin, sikap yang ditunggu-tunggu tidak muncul. Busyro Muqoddas menyebut, sejatinya presiden bisa bertindak untuk menyelamatkan agenda pemberantasan korupsi.
”Sesungguhnya ini menjadi tanggung jawab presiden,” kata dia. Sayangnya, itu tidak terjadi. Dia mengakui, sejak dua hari lalu dirinya intens berdialog dengan puluhan pegawai KPK tersebut. Hingga dia berkesimpulan bahwa para pegawai itu merasakan kesedihan mendalam.
Tentu bukan karena kehilangan pekerjaan. Melainkan karena TWK yang dinyatakan malaadministrasi dan melanggar hak asasi manusia (HAM) dijadikan alat untuk mengeluarkan mereka dari KPK.
”Mereka memang sedih, saya juga sedih. Tetapi, di balik kesedihan itu mereka berbangga karena diuji dengan ujian yang autentik dari langit dan kami pun berbangga bangsa Indonesia masih punya putra-putra terbaik. Di antaranya 57 orang ini,” beber Busyro. Dia percaya, suatu saat mereka akan kembali untuk bersama-sama meneruskan perjuangan di KPK.
Sementara itu, Bambang Widjojanto mengungkapkan, kemarin bukan hari terakhir Novel dan kawan-kawannya bertugas memberantas korupsi. Sebaliknya, kemarin adalah awal dari perjuangan pada masa mendatang.
”Jadi, hari ini kita hadir untuk merayakan bahwa perjuangan melawan kegelapan dimulai dari titik nol di gedung ini,” kata pria yang biasa dipanggil BW itu. Dia pun yakin puluhan mantan pegawai KPK itu dapat membuktikannya. Sebagaimana mereka menunjukkan keteguhan selama polemik TWK mencuat dan menjadi perhatian banyak pihak.
Keterangan yang disampaikan oleh para mantan pimpinan KPK itu merupakan bentuk dukungan bagi Novel dan kawan-kawan. Dukungan itu juga datang dari perwakilan masyarakat sipil seperti Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, mantan juru bicara KPK Febri Diansyah, serta sejumlah perwakilan BEM SI.
Dukungan serupa ditunjukkan oleh keluarga puluhan pegawai KPK tersebut kemarin. Rina Emilda, istri Novel Baswedan, menyatakan dirinya merasa bangga bisa menjemput suaminya saat keluar Gedung Merah Putih. Bahkan, tidak ada sedikit pun penyesalan selama dia mendampingi Novel. Mulai bertugas di Polri sampai diberhentikan di KPK.
”Sampai hari ini, 30 September ini, saya menjemput dengan bangga karena tidak ada kode etik yang dilanggar (oleh Novel),” ungkapnya.
Mewakili rekan-rekannya yang sudah diberhentikan oleh KPK, Hotman Tambunan menegaskan dia dan rekan-rekannya merasakan hal yang sama ketika pertama kali bekerja dan terakhir kali bertugas di KPK. Yakni merasa bangga. Sebab, mereka datang ke KPK dengan nilai-nilai kejujuran dan integritas. Kemudian, lanjut Hotman, mereka keluar saat nilai-nilai tersebut mulai luntur.
”Kami pada saat ini juga, berdiri tegak, menatap tegak, dan tidak bersedih atas pemecatan yang dilakukan oleh pimpinan KPK,” jelasnya.
Untuk meneruskan perjuangan mereka melawan korupsi, puluhan mantan pegawai KPK tersebut memutuskan membentuk Indonesia Memanggil 57 Institute (IM57+ Institute). Keterangan itu disampaikan langsung oleh Praswad Nugraha, mantan pegawai KPK yang tidak lolos TWK dan diberhentikan oleh KPK.
Menurut Praswad, institut itu akan menjadi rumah dan wadah bagi mantan-mantan pegawai KPK yang diberhentikan melalui TWK. Dia menyatakan, lewat institut itu pula mereka akan membayar hutang kepada rakyat Indonesia.
Selama ini, masih kata Praswad, rakyat telah memberikan kepercayaan kepada mereka untuk bertugas di KPK. Sehingga saat ini dinilai sebagai waktu yang tepat untuk memberikan segala yang mereka punya kepada rakyat. Dia memastikan, melalui IM57+ Institute, dia dan rekan-rekannya akan berusaha sebaik mungkin memberikan kontribusi kepada rakyat.
”Dan IM57+ Institute menjadi rumah untuk terus mengonsolidasikan kontribusi dan gerakan tersebut demi tercapainya Indonesia yang antikorupsi,” bebernya.
Selain itu, mereka akan tetap menempuh jalur-jalur legal yang tersedia untuk melawan hasil TWK dan pemberhentian oleh KPK. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tengah mereka persiapkan.
Berkaitan dengan usulan kapolri yang sudah diterima oleh presiden, sampai kemarin puluhan pegawai tersebut belum menyampaikan sikap. Mereka masih menunggu penjelasan yang lebih lengkap dari pihak-pihak terkait. Juga masih menagih tindak lanjut atas hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta pendalaman yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
Terpisah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo akhirnya angkat bicara mengenai niatan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo merekrut 56 mantan pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Dia menyampaikan tak ikut dalam peralihan kepegawaian tersebut. Sebab, hal ini menjadi kewenangan Badan Kepegawaian Negara (BKN) bersama Polri. ”Formasi apa dan lain-lain kan kewenangan kapolri yang rekrutmen. Setelah selesai diajukan ke BKN,” ujarnya kemarin.
Tjahjo pun mengaku belum mengetahui teknis peralihan pegawai tersebut. Yang jelas, diharapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sehingga, perlu dicek detail mengenai mekanisme yang ada dalam undang-undang aparatur sipil negara (ASN).
”Bagaimana undang-undangnya, bagaimana aturannya kan undang-undang ASN kan tidak bisa dilanggar,” tegas politikus PDIP tersebut. (idr/mia/syn/jpg/dwi/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: