bontangpost.id – Kaltim secara geografis merupakan daerah yang rentan dalam kejahatan narkotika. Berada di “jantung” Indonesia, memiliki wilayah dan garis pantai yang luas hingga dekat dan berbatasan dengan negara tetangga.
Belum lagi secara prevalensi, berdasarkan angka kasus peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Kaltim juga semakin meningkat.
Diungkapkan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Orin Gusta Andini, berbagai faktor menyebabkan Indonesia, termasuk Kaltim, masih terseok-seok dalam memberantas kejahatan narkotika.
Karena dengan kondisi wilayah yang ada, upaya pengawasan belum maksimal. Termasuk upaya penegakan hukum yang ada selama ini belum menunjukkan hasil memuaskan khususnya terhadap bandar narkoba.
“Indonesia termasuk negara yang cukup kejam terhadap kejahatan narkoba. Terbukti dari Undang-Undang Narkotika yang menjerat pelaku sampai ke pidana hukuman mati. Namun sayangnya dari sisi penegakan hukumnya masih lemah,” ungkap Orin, Sabtu (29/6).
Lemahnya penegakan hukum tersebut membuat pelaku kejahatan narkoba tidak kunjung “kapok”. Belum lagi pengungkapan kasus pada level bandar yang masih minim dan cenderung lambat dalam proses penegakan vonis.
Ditambah indikasi keterlibatan oknum-oknum penegak hukum dan pejabat negara dengan posisi strategis yang terlibat dalam bisnis haram tersebut.
“Ini yang membuat kejahatan narkotika di Indonesia termasuk Kaltim sangat sulit diberantas bahkan kasusnya merajalela setiap tahunnya. Gambaran ini bisa terlihat dalam kondisi lapas kita yang penuh didominasi pelaku kejahatan narkotika,” ucapnya.
Orin melanjutkan, bicara soal narkotika juga tidak bisa melulu soal penegakan hukum. Secara kebijakan, banyak negara-negara maju di dunia termasuk Indonesia memandang narkotika harus ditangani dengan aspek sosial dan ekonomi.
Di mana kepada pelaku penyalahgunaan narkoba pada level tertentu, tidak ditangani dengan hukuman pidana. Melainkan lewat rehabilitasi.
“Karena ada alasan sosial dan ekonomi mengapa seseorang menjadi pengguna narkotika. Ini yang secara harus diselesaikan oleh pengambil kebijakan. Arah kebijakan yang tepat sangat diperlukan karena narkoba ini persoalan yang kompleks,” sebutnya.
Riset yang pernah dilakukannya, banyak proses penegakan hukum kepada penyalahguna narkoba yang tidak tepat. Ini karena proses asesmen yang tidak sesuai yang dilakukan penyidik.
Banyak pengguna narkoba yang seharusnya cukup mendapat rehabilitasi, justru dijatuhkan hukuman pidana penjara. Sementara di dalam bui, mereka kemudian bertemu dengan pelaku pengedar atau bandar yang kemudian menjerat pengguna menjadi pengedar.
“Sudah banyak kasus yang terungkap bagaimana residivis narkoba, yang sebelumnya pengguna kemudian ditangkap sebagai pengedar atau kurir. Ini akibat persoalan sosial dan ekonomi tadi. Karena itu asesmen ini penting dalam sebuah penegakan hukum. Di luar pengguna yang memang bisa dilakukan rehabilitasi, seperti pengedar, kurir hingga bandar, di situ yang memang berhak dilakukan penegakan hukum,” paparnya.
Menurut Orin, harus ada evaluasi kebijakan nasional terhadap kejahatan narkotika. Apalagi ini merupakan salah satu bentuk kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Mulai dari perubahan orientasi penegakan hukum hingga rehabilitas.
“Utamanya rehabilitasi. Karena salah satu persoalan rehabilitasi ini adalah kurang memadai tempat hingga akses masyarakat. Masih banyak masyarakat yang harus mandiri dalam melakukan rehab. Sementara tempat yang disediakan minim dan hanya bisa dijangkau mereka yang punya finansial lebih. Kecenderungan terjadinya excess (kelebihan) permintaan, hingga muncul indikasi adanya jual beli rehabilitasi,” ucapnya.
Sementara itu, dalam peringatan HANI 2024, Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik menyebut Benua Etam menjadi pasar yang bagus bagi para pelaku peredaran gelap narkotika. Sehingga perlu langkah-langkah agresif, termasuk koordinasi dengan pihak kepolisian dan instansi lain, untuk menekan dampak narkoba di Kaltim.
“Kaltim berbatasan langsung dengan salah satu jalur peredaran narkoba utama, yaitu Malaysia, sehingga kewaspadaan harus ditingkatkan. Kita harus bekerja sama untuk memerangi peredaran gelap narkoba dan mewujudkan Indonesia Bersinar,” ucap Akmal di Balai Rehabilitasi Narkoba di Tanah Merah, Samarinda, Rabu (26/6) lalu.
Lanjutnya, peringatan HANI harus menjadi momentum introspeksi diri betapa bahayanya penyalahgunaan narkoba yang jelas merusak generasi dan perkembangan bangsa. Mengutip arahan Presiden Joko Widodo, Akmal mengatakan harus ada langkah-langkah pencegahan dari hulu agar bisa mengurangi peredaran barang haram tersebut.
“Kaltim diberkahi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yakni 6,22 persen dengan produk domestik regional bruto (PDRB) hampir 238 juta. Jelas menjadi salah satu pasar yang bagus untuk pengedar narkotika,” katanya. (rdh/dwi)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post