Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu”. Sudah kita ketahui bersama, saat ini kita berada pada Abad 21, dimana kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi memudahkan kita mengakses apa saja yang ingin kita ketahui guna berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Tak bisa dipungkiri, kemajuan teknologi berdampak besar pada kehidupan manusia khususnya generasi muda yang menjadi kekuatan bagi bangsa dan jantung di setiap peradaban.
“Generasi muda adalah sekumpulan manusia yang penuh gejolak dan semangat yang tinggi” (B.J. Habibie – Presiden ke 3 RI). Gejolak dan semangat yang tinggi itu membuat mereka ingin mengetahui banyak hal, ingin mencoba-coba apapun yang telah diinderanya, berlaku cepat tanpa memikirkan dampaknya untuk masa depan, apalagi sampai berpikir cemerlang, halal atau haram suatu perbuatan dihadapan Allah SWT.
Sehingga ketika dihadapkan dengan tantangan dan dilema pada abad 21 ini, generasi muda sekarang tidak bisa bersabar dengan waktu dan proses, dan ingin mendapatkan segala sesuatu dengan mudah dan cepat, jadilah ia generasi instan. Jika hal ini terus dibiarkan, akan menghantarkan pemuda-pemudi pada perbuatan yang akan menjauhkan mereka dari agama.
Untuk itu pada Abad 21 ini diperlukan metode khusus mendidik generasi Islam. Salah satu yang dibutuhkan adalah menanamkan modal berpikir krtitis yaitu pemikiran mendalam atas suatu Persoalan, tidak boleh taqlid (sekedar mengikuti pendapat kebanyakan orang). Berpikir kritis dilakukan dengan cara menguji setiap hal yang dihadapi (fakta, informasi, pemikiran) untuk dilihat kebenarannya. Pemuda-pemudi harus dilatih berpikir kritis atas semua hal yang dihadapi dengan menguji semua informasi menggunakan standar Islam sebelum akhirnya menarik kesimpulan dan mengambil keputusan.
Contohnya saja tentang Evolusi Materi, bila dianggap peran Tuhan tidak ada karena semua benda di alam adalah hasil evolusi materi lain, termasuk manusia adalah evolusi dari primate dst, pertanyaan kritisnya, apakah bisa sebuah batu berevolusi menjadi rumah tanpa adanya tangan-tangan lain? Teori konyol ini jangan sampai membuat manusia konyol dan menafikkan keberadaaan Allah yang tak bisa dilihat mata Zatnya, namun keberadaan Allah adalah nyata dari ciptaan-ciptaanNya.
Jika pola pikir sudah terbentuk maka akan mempengaruhi pola sikap dan tutur bahasa sehingga akan menghasilkan kepribadian sesuai dengan pola pikir dan pola sikap tadi. Berpikir kritis harus diawali dengan penanaman aqidah islam sebagai landasan dalam berpikir, agar syaksiyah/kepribadian yang akan terbentuk adalah syaksiyah Islam.
Untuk itu orang tua harus menjalankan perannya, khususnya ibu yang berperan sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, dengan terus mengenalkan pada anak syari’at Allah dan memberi ilmu pengetahuan yang benar sesuai dengan Al-Qur’an dan as sunah. Selain itu untuk melatih kemampuan berpikir anak, cara yang paling efektif yang harus dilakukan adalah dengan banyak berkomunikasi.
Maka dari itu, untuk menghadapi tantangan pada abad 21 ini, berpikir kritis sangat dibutuhkan. Dengan berpikir kritis, generasi muda akan menjadi generasi yang mempunyai pemikiran cemerlang, tak mudah dikelabui, dan tak ikut-ikutan seperti pemuda pemudi di zaman modernisasi ini. Generasi muda yang berpikir kritis akan mampu menghadapi tantangan yang ada dan target untuk menjadi generasi Khairo Ummatin (umat terbaik) sebagaimana Firman Allah dalam QS. Ali Imron : 110 akan dapat terwujud. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: