SAMARINDA – Pemprov Kaltim diminta memberi perhatian lebih kepada jalur logistik di Bumi Etam. Pasalnya tahun ini bisnis logistik ditarget meningkat 12 persen dibandingkan tahun lalu. Melanjutkan capaian apik pada 2018, di mana meningkat 210 persen dibandingkan 2017.
Sayang, saat ini di Samarinda, jalan yang menghubungkan Terminal Peti Kemas (TPK) Palaran menuju pergudangan mulai rusak dan terlalu jauh. Di Balikpapan, jarak pelabuhan menuju pergudangan juga dinilai terlalu jauh. Jaraknya yang mencapai 26 kilometer diklaim meningkatkan biaya distribusi.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Samarinda Muhammad Gobel mengatakan, target tumbuh 12 persen tersebut disesuaikan dengan perekonomian Samarinda yang masih baik. Dengan kondisi ini, diyakini konsumsi masyarakat juga baik dan logistik yang menyuplai barang lebih banyak.
“Dibukanya penerbangan di Bandara APT Pranoto juga bisa meningkatkan gairah investasi dan ekonomi di Samarinda. Ini berdampak pada peningkatan bisnis logistik,” ungkapnya, Minggu (20/1).
Namun, jika infrastruktur tidak diperhatikan oleh pemerintah, maka bisa menghambat distribusi barang ke pasar. “Saat ini memang bisnis logistik masih bisa jalan, tapi kalau jalannya putus sama sekali, maka akan menghentikan pasokan barang. Seharusnya pemerintah jangan menunggu jalur distribusi lumpuh baru diobati,” tegasnya.
Difungsikan sejak 2012, Gobel mengungkapkan, saat ini jalur dari TPK Palaran menuju ke jalan utama keadaannya sangat rusak. “Beberapa badan jalan bahkan sudah putus dan memaksa para sopir menggunakan satu jalur untuk dua arah,” tuturnya.
Di Kota tepian, setiap harinya sebanyak 350-400 boks kontainer melewati jalanan tersebut. Satu boks rata-rata memiliki berat 15-20 ton. Saat ini tidak ada jalur lain yang bisa menghubungkan TPK Palaran dengan jalanan utama. “Jika diganti dengan truk lebih kecil, biaya logistik akan lebih mahal. Bahkan meningkat hingga 100 persen,” bebernya.
Terpisah, Ketua ALFI Kaltim Faisal Tola mengatakan, saat ini biaya logistik di Balikpapan dan sekitarnya sebenarnya tidak terlalu tinggi. Namun, kerap terkendala jarak yang cukup jauh. Kawasan gudang dari pelabuhan di wilayah ini bisa mencapai 26 kilometer.
“Moda transportasi yang masuk ke sini sudah banyak. Namun yang keluar masih sedikit. Ada yang masuk dari Surabaya juga Sulawesi Selatan. 80 persen barang kebutuhan pokok, sisanya barang industri, migas, atau pertambangan,” katanya.
Menurutnya, dengan barang yang diangkut termasuk golongan barang pokok, biaya yang bisa diefisiensikan adalah biaya transportasi laut dan utamanya di darat. “Pelabuhan kami ini sudah direct call, terbuka sekali, tidak ada feeder shipment, kapal besar bisa masuk. Jadi tidak mengandalkan tol laut. Hanya saja perlu perbaikan infrastruktur di beberapa titik jalan yang merupakan kewenangan pemerintah pusat, juga pemerintah kota,” jelasnya.
Salah satunya di kilometer 5, Jalan Soekarno-Hatta. Di mana lokasi tersebut jadi titik rawan macet menuju pergudangan. Kemacetan ini yang kerap menyebabkan biaya logistik menjadi mahal. “Area pergudangan yang harusnya disiapkan oleh pemerintah Balikpapan. Tidak perlu di pusat kota, yang terpenting bisa mengurangi biaya logistik. Agar bisnis ini bisa lebih berkembang,” tutupnya. (*/ctr/ndu/k18/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post