SAMARINDA – Posisi Dody Rondonuwu sebagai wakil ketua DPRD Kaltim terancam. Musababnya, politikus PDI Perjuangan itu tidak pernah masuk kerja. Meski telah dinonaktifkan, namun anggota dewan Dapil Bontang-Kutim-Berau itu belum dipecat sepenuhnya.
Dari penelusuran Metro Samarinda (Kaltim Post Group), Dody tidak pernah menampakkan batang hidungnya ke Karang Paci–sebutan Gedung DPRD Kaltim–sejak Oktober 2016 silam. “Saya tidak tahu kenapa Pak Dody belum pernah masuk kantor. Sudah lama, sudah sejak Oktober,” kata Sutoyo, staf DPRD Kaltim yang bertugas di ruangan Dody, Rabu (22/3) kemarin.
Dody sendiri mengajukan kasasi atas vonis dua tahun yang diterimanya di Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim. Sebelumnya di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, dia divonis 14 bulan penjara. Saat ini, baik Dody maupun Kejari Bontang sama-sama menunggu hasil putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Meski belum berkekuatan hukum tetap alias inkracht, namun Dody justru menghilang. Tidak hanya menghilang dari tempat tinggalnya di Bontang, dia juga tidak ada di gedung dewan.
Terkait ketidakhadiran Dody, Sekretaris DPRD Kaltim, Achmadi enggan berkomentar. Dia meminta wartawan untuk bertanya pada ketua DPRD Kaltim, H Syahrun.
“Nanti saja. Tanya saja Pak Ketua (Ketua DPRD Kaltim, Red.),” ujar Achmadi.
Sementara itu, Syahrun mengatakan, status Dody saat ini adalah nonaktif. Termasuk sebagai wakil ketua. Status nonaktif ini sesuai surat keputusan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kata dia, Kemendagri menonaktifkan Dody lantaran saat ini terbelit kasus hukum. Yaitu kasus korupsi berjemaah saat Dody masih menjadi anggota DPRD Bontang.
“Sekarang ini dia (Dody, Red.) sedang dalam proses surat keputusan menteri untuk pemberhentian sementara,” kata Syahrun.
Ditambahkannya, DPRD Kaltim telah memberitahukan perihal pemberhentian sementara Dody ini ke Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak. Ditanya sampai kapan pemberhentian sementara ini berlangsung, Syahrun tidak dapat memastikan. Karena keputusan tersebut adalah wewenang dari Kemendagri.
DPRD sendiri hingga kini tengah menunggu surat keputusan dari Kemendagri terkait status Dody.
“Karena menteri yang mengangkat, maka menteri juga yang memberhentikan,” jelas pria yang akrab dipanggi Haji Alung ini.
Sehingga, kata dia, DPRD Kaltim belum bisa bersikap terhadap Dody. Dengan pemberhentian sementara ini, Syahrun menyebut Dody sudah tidak lagi mendapatkan fasilitas DPRD. Baik gaji dan mobil dinas. Bahkan, mobil dinas Dody sudah dikembalikan ke DPRD Kaltim.
“Enggak, sekarang enggak dapat lagi (fasilitas, Red.). Mobilnya pun dikembalikan,” tandasnya.
Sebelumnya, Oktober 2016, pimpinan DPRD juga melalui gubernur mengusulkan agar Dody dinonaktifkan. Dasarnya Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, PP 16/2010 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, dan Perda Kaltim tentang Tatib DPRD Kaltim.
Namun, usulan itu dikembalikan Kemendagri karena berkas belum lengkap. Dewan harus mencantumkan nomor register perkara. Padahal salinan putusan pengadilan terhadap Dody telah dilampirkan. Yang kurang adalah nomor register perkara dan tertanda mulai tanggal (TMT) Dody terdakwa.
Kasi Pidsus Kejari Bontang, Novita Elisabeth Morong mengungkapkan, eksekusi Dody akan dilakukan setelah inkracht. “Kami masih menunggu putusan kasasi. Karena, perkara belum berkekuatan hukum tetap,” katanya.
Dia menyebut, meskipun dalam putusannya PT meminta agar Dody dieksekusi, namun kejaksaan belum bisa menjalankan. “Kan masih upaya hukum (kasasi, Red.). Jadi belum bisa melaksanakan putusan PT,” bebernya.
Awalnya, PT memerintahkan untuk mengeksekusi. Dasarnya penetapan nomor 90/Pen.Pid.Tpk/2016/PT.SMR. Namun, karena Dody melakukan kasasi, sehingga perintah penahanan itu gugur dengan sendirinya.
Kini, jaksa menunggu putusan kasasi. Kabarnya, hukuman Dody diperberat MA menjadi 4,5 tahun. Namun, rumor itu dibantah Novita. “Saya belum mendengarnya (vonis MA 4,5 tahun, Red.). Kasasi baru diajukan Februari 2017. Intinya kami belum terima hasil kasasi,” bebernya.
Diberitakan, Dody dan para mantan anggota dewan divonis bersalah atas kasus korupsi sebesar Rp 6 miliar. Mereka terbukti menerima barang-barang untuk kepentingan pribadi.
Dody juga terlibat penyalahgunaan dana sewa rumah, tumpang tindih anggaran perjalanan dinas, peningkatan sumber daya manusia (SDM), dan premi asuransi jiwa yang dianggarkan melalui APBD Bontang tahun 2001, 2003, dan 2004.
Bersama para koleganya itu, Dody divonis 14 bulan pidana penjara. Serta denda sebesar Rp 50 juta subsider dua bulan pidana kurungan pada 28 September 2016. Khusus Dody, dia juga harus mengganti kerugian negara sebesar Rp 281 juta.
Namun, Dody tidak terima dan banding sebelum akhirnya kalah. Hukuman Dody lebih berat. Dia divonis melanggar Pasal 31 Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU 20/2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Putusan di PT adalah, pidana penjara selama dua tahun serta denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sebelumnya, kasus ini sempat berbelit-belit setelah PN Bontang menghentikan proses sidang dan mengembalikan beberapa berkas para anggota DPRD Bontang ke jaksa penuntut umum (JPU). Pasalnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda telah terbentuk di medio 2011. Padahal, saat itu tinggal pembacaan vonis. PN meminta petunjuk ke PT.
Namun, PT berpedoman dengan surat edaran MA yang menjelaskan, jika perkara korupsi yang bergulir di PN ketika pengadilan tipikor baru terbentuk, maka perkara itu tetap berjalan di lembaga peradilan yang semula menanganinya.
Tanpa kejelasan selama dua tahun, Dody yang kembali duduk di DPRD Kaltim justru mempraperadilankan Kejari Bontang atas penetapan dirinya. Bukannya berakhir bahagia bagi, Dody kalah di praperadilan. PT pun menetapkan PN Bontang yang berhak menggulirkannya kembali. Namun menunjuk hakim pengadilan tipikor sebagai majelisnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari direktori putusan MA, 17 mantan anggota dewan sudah divonis dengan hukuman berbeda-beda. Meski demikian, di antara mereka ada yang sudah menjalani dan ada yang belum.
Sementara itu, tujuh lainnya diduga masih belum diproses sama sekali. Mereka adalah Abdul Waris Karim, Rahmad Samidi, Abdul Malik, Martinus Daniel Baco, Muslim Arsyad, Sugiyo Pranoto, dan HM Yusuf Abdullah. Padahal, nama mereka semua disebut dalam persidangan bekas koleganya yang terlebih dulu dihukum.
Tak hanya tujuh orang itu, salah seorang mantan anggota dewan bernama Kamran Haya sampai saat ini malah masih diburu keberadaannya. Dia masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Kejari Bontang berdasarkan Surat Bantuan Pencarian/Penangkapan Orang (T-14) Nomor: R-023/Q.4.18/Ft.1/06/2010 tanggal 15 Juni 2010. (kri/riz/kpg/luk/gun)
TENTANG DODY
- Lahir di Jakarta, 2 Februari 1963. Lebih dari separuh perjalanan karier politiknya di bawah bendera PDI Perjuangan diwarnai proses hukum.
- Berdasarkan SK Gubernur Kaltim Nomor 171.2.44-1003 tertanggal 7 Februari 2001, Dody bersama Yusuf Abdullah (alm) dan Muslim Arsyad dari PAN dilantik sebagai tambahan dari 22 menjadi 25 anggota DPRD Bontang periode 2000-2004.
- Saat akan maju kembali di pemilu 2004, Dody tersandung kasus ijazah palsu. Oleh JPU dituntut 6 bulan penjara plus denda Rp 5.000.000. Kemudian, divonis PN Bontang 4 bulan penjara dan denda Rp 1.000.000. Di tingkat banding divonis bebas, tingkat kasasi dihukum 4 bulan penjara dan denda Rp 1.000.000. Tapi kemudian permohonan PK-nya dikabulkan MA dan dinyatakan bebas pada 2007.
- Lepas dari kasus ijazah palsu, Dody terseret kasus korupsi berjamaah DPRD Bontang periode 2000-2004. Namun, proses hukum itu tak menghalangi aktivitas politiknya.
- Meski berstatus tersangka, Dody ikut dilantik pada 31 Agustus 2009 menjadi anggota DPRD Kaltim. Tapi sehari setelah dilantik, dia legawa ditahan Kejari Bontang.
- 28 Oktober 2009, Dody dikeluarkan dari tahanan berdasarkan surat penetapan Nomor 124/Pid.B/2009/PN.BTG.
- 14 Juni 2010, JPU membacakan tuntutan dengan pidana 18 bulan penjara, denda Rp 50 juta, dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 218.359.950.
- 19 Agustus 2010, PN Bontang dengan putusan Nomor 160/Pid.B/2009/PN.BTG menyatakan dakwaan penuntut umum batal demi hukum. Berkas perkara dan barang bukti 197 item dikembalikan ke penuntut umum untuk dipergunakan dalam perkara lain.
- 27 Januari 2011, PT Kaltim lewat putusan Nomor 148/PID/2010/PT.KT.SMD membatalkan putusan Nomor 160/Pid.B/2009/PN.BTG dan memerintahkan PN Bontang supaya memeriksa dan memutus pokok perkara tersebut.
- 25 Januari 2012, MA dengan putusan Nomor 1576 K/Pid.Sus/2011 menolak kasasi yang diajukan terdakwa Dody maupun JPU.
- 28 Desember 2012, Dody di-PAW dan digantikan Sapuad di DPRD Kaltim.
- 09 April 2014, Dody yang berstatus terdakwa kembali terpilih menjadi anggota DPRD Kaltim. Dia bahkan dipercaya menjadi ketua PDI Perjuangan Kaltim menggantikan Aji Sofyan Alex dan duduk sebagai wakil ketua DPRD Kaltim.
- Perkara Dody kemudian mengendap karena silang pendapat apakah dilanjutkan di PN Bontang atau di Pengadilan Tipikor Samarinda yang baru terbentuk 2011.
- Dua tahun berlalu, Dody menempuh jalur praperadilan untuk menggugurkan status terdakwa yang melekat pada dirinya. Namun, permohonan praperadilan itu ditolak PN Bontang pada 4 April 2016. Perkara korupsi pun dilanjutkan di PN Bontang, dengan majelis hakim dari Pengadilan Tipikor Samarinda.
- 28 September 2016, Dody divonis 14 bulan penjara. Tidak terima dengan putusan tersebut Dody banding, tapi PT Tipikor Kaltim dengan putusan Nomor 10/PID.TPK/2016/PT.SMD malah memperberat hukumannya menjadi 24 bulan penjara.
- PT Tipikor sempat mengeluarkan perintah penahanan dengan penetapan Nomor 90/Pen.Pid.Tpk/2016/PT.SMR tertanggal 3 Oktober 2016, tapi Dody malah menghilang.
- Kini, perkara Dody dalam proses kasasi di MA.
Dihimpun dari Berbagai Sumber
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: