BONTANG – Dinas Perikanan, Kelautan, dan Pertanian (DPKP) memastikan di Bontang tidak ada benih padi hibrida, yang mengandung bakteri seperti yang sedang hangat diperbincangkan. Hal ini karena mayoritas petani di Bontang tidak mengambil benih dari luar, melainkan melakukan pembibitan sendiri.
“Jarang ada yang mengambil dari luar karena harus dikarantina lagi,” ujar Kasi Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura DPKP Debora Kristiani.
Kendati petani Bontang mengambil dari luar kata Debora, namun benih yang diambil tetaplah sudah mendapat rekomendasi dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Kaltim. Sehingga dipastikan aman dan tidak mengandung unsur-unsur lainnya. Selain itu, ini juga sekaligus menjadi bentuk pengawasan kepada para petani khususnya yang ada di dalam binaannya.
“Jadi ada namanya semacam sertifikasi. Nanti dikasih tanda berupa lebel berwarna. Setiap warna itu ada artinya masing-masing. Ada yang hanya untuk sekali tanam saja, ada juga yang bisa dipakai dua kali,” terangnya.
Sebelumnya beredar kabar, soal benih padi berbakteri asal Tiongkok. Ketua Departemen Proteksi tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Suryo Wiyono menyebut, benih padi hibrida memang berasal dari program swasembada beras Kementerian Pertanian. Namun berdasarkan temuan dan kajian lembaga-lembaga terkait, benih padi hibrida dipastikan berbahaya dan rentan merusak hingga mematikan kualitas padi.
Dia menyebutkan, bakteri yang ditemukan dalam benih padi hibrida itu salah satunya burkholderia glumae. Bakteri ini membuat padi busuk dan tak berisi. Ini berbanding terbalik dari keterangan resmi Kementerian Pertanian yang menyebut jenis padi hibdrida produksinya lebih tinggi dari benih padi nasional.
“Keterangan resmi itu pun hingga kini belum terbukti, hanya beberapa persen saja. Kami memiliki catatan 2007 hingga 2010, bahwa adanya laporan petani yang gagal panen karena menggunakan jenis benih padi hibrida, pun ada yang berbuah tapi akhirnya gagal panen, lalu yang paling sering adalah banyaknya hama penyakit,” tukasnya.
Kondisi itu, lanjut Suryo, sangat berbahaya jika terus dibiarkan. Para petani akan ketergantungan menggunakan benih hibrida. Pasalnya, turunan padi hibrida tak dapat ditanam kembali atau hanya dapat ditanam satu kali. Sehingga mau tidak mau, pemerintah harus menyediakan benih-benih itu dan membeli lagi kepada produsen di Tiongkok. Meski begitu, Suryo menegaskan belum ada kajian dampak padi hibrida pada kesehatan manusia yang mengonsumsinya setelah berbuah beras dan diolah menjadi nasi.
“Kan benihnya (yang berbahaya). Selain bakterinya, benih padi hibrida ini harganya lebih mahal daripada benih padi nasional, Rp 40 ribu per kilogram, sementara benih padi nasional Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per kilogram,” tegasnya.
Dia juga mengatakan, banyak pihak yang menyarankan untuk tidak mengimpor benih padi hibrida itu. Ketimbang manfaatnya, mudharat benih asal Negeri Tirai Bambu ini lebih banyak.
“Karena membawa penyakit, produksi jadi tidak signifikan, dan tidak pernah terbukti meningkatkan 20-30 persen,” imbuhnya. (bbg)
sumber: http://bontang.prokal.co/read/news/9270-bontang-aman-dari-benih-padi-berbakteri.html
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post