Menggalakkan minat baca, SMP 1 Balikpapan mempercantik perpustakaan mini di kelas. Bukan hanya siswa, para orangtua didorong agar mencintai buku.
==
Pemandangan berbeda tampak di lorong dan sudut SMP 1 Balikpapan. Pojok baca yang biasa tak begitu menarik perhatian kini membuat siapa pun ingin berkunjung. Sekadar berfoto atau membaca-baca buku. Dihiasi berbagai pernak-pernik, pojok baca yang diubah menjadi perpustakaan mini di masing-masing kelas tersebut juga memiliki berbagai macam buku bacaan, mulai fiksi maupun nonfiksi.
Antusiasme tidak hanya dirasakan siswa, namun orangtua secara sukarela turut berkontribusi. Orangtua menyumbangkan buku, bahkan banyak yang lebih dari satu. Buku-buku yang disumbangkan adalah bacaan yang sesuai dengan usia siswa; novel, buku fiksi, komik dan lain-lain. Seorang guru, Irma mengatakan, dari 1.074 siswa, lebih dari 75 persen wali murid turut menyumbang buku untuk sekolah.
“Sekarang di perpustakaan mini tersebut paling tidak tersedia 60 buku bacaan dari berbagai macam genre,” sebut perempuan yang mengajar bahasa Inggris tersebut.
Kegiatan ini turut didukung Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Agama (Kemenag) Balikpapan. Demi mendorong peningkatan gerakan literasi di sekolah-sekolah. Ide awal mempercantik perpustakaan mini ini berasal dari Aryanti, penanggung jawab bagian literasi di sekolah. Ia terinspirasi setelah mengikuti pelatihan literasi dari Kementerian Pendidikan, yang juga bersamaan dengan pelatihan dari Tanoto Foundation lewat Program Pintar.
“Sekolah didorong untuk menyelenggarakan pembelajaran aktif dan manajemen berbasis sekolah yang akuntabel dan transparan,” ucapnya.
Untuk mendorong gerakan literasi, sekolah yang terletak di Balikpapan Tengah ini juga kerap mengadakan lomba resensi buku, membuat jurnal siswa, dan pembiasaan membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Namun hal tersebut menurut Affan Surya, Provincial Coordinator program PINTAR Tanoto Foundation Kaltim, akan lebih efektif bila orangtua juga menerapkannya di rumah.
Dia melanjutkan, orangtua punya peranan penting mendorong kebiasaan membaca di rumah. Misalnya, dengan membangun kesepakatan dengan anak untuk mematikan handphone dan televisi sampai waktu tertentu, digantikan dengan belajar atau membaca buku.
“Literasi merupakan program yang harus terus menerus diadvokasi. Baik siswa maupun orangtua siswa. Jika perlu bukan hanya anak, orang tua pun saat di rumah juga memiliki kebiasaan membaca, baik buku ataupun koran sehingga tertular pada si anak,” ujar Affan.
Menurut Affan, individu yang memiliki tingkat literasi rendah membuatnya kurang memahami sebuah informasi. Disadari atau tidak hal tersebut berdampak pada kehidupannya, pekerjaan, pendapatan, pengembangan diri yang kurang, rendahnya percaya diri, dan bahkan masalah kesehatan.
“Seseorang yang minim minat baca akan mudah terjerumus pada hoaks yang tersebar di media sosial dan membuat masyarakat rentan konflik,” ujarnya.
Dari itu. Lewat kegiatan mempercantik perpustakaan mini ini, selain menambah jumlah buku bacaan serta minat baca, para siswa dapat pengetahuan lebih luas dan mampu menghargai buku yang ia baca.
“Salah satu problema dalam dunia literasi adalah ketersediaan buku. Sebesar apapun semangat membaca, ketika buku yang dibaca sudah habis, maka semangat itu juga akan turun kalau tidak secepatnya disediakan buku baru,” imbuh Mustajib, spesialis komunikasi Tanoto Foundation. (lil/rsh/k18/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post