Usia senja bukan alasan untuk berpangku tangan. Bahkan kalau kurang bergerak, malah bisa didatangi berbagai penyakit. Inilah yang diyakini Mursyid, seorang kakek yang masih semangat memperbaiki sepeda dalam usianya menginjak 65 tahun.
LUKMAN MAULANA, Samarinda
Seluruh helai rambutnya sudah memutih. Suaranya tak lagi terdengar keras. Langkah kakinya pun tak lagi mantap. Namun Mursyid masih mampu memperbaiki sepeda-sepeda yang dibawa ke bengkelnya, di Gang KPC 1 Jalan Revolusi RT 5 Kelurahan Lok Bahu. Dengan lancar pula dia menjelaskan permasalahan yang awam ditemui dalam perbaikan sepeda.
“Ya namanya sudah tua, penglihatan juga sudah berkurang. Tapi untuk memperbaiki sepeda masih bisa. Tidak memaksa bekerja juga. Kalau capek ya istirahat dulu,” kata Mursyid saat ditemui Metro Samarinda (Kaltim Post Group), Ahad (30/4) kemarin.
Dikisahkan Mursyid, dia pertama kali membuka bengkel sepeda di tahun 1971. Saat itu bengkelnya masih berada di kawasan tepian Mahakam. Namun awalnya, kegiatan di bengkel merupakan sambilan sepulang bekerja di perusahaan kapal. Sore hari sepulang kerja, Mursyid menyibukkan diri dengan melayani perbaikan sepeda-sepeda yang dipercayakan padanya.
“Saya belajar memperbaiki sepeda dari teman. Waktu itu sambil bekerja, saya mencari peluang-peluang usaha yang sekiranya tidak berat. Karena bekerja jadi buruh perbaikan kapal waktu itu rasanya melelahkan,” ungkapnya.
Perlahan usaha bengkel sepeda yang dirintis Mursyid mulai berkembang. Dibuka mulai pukul 17.00 Wita, Mursyid bisa mengerjakan perbaikan sepeda hingga pukul 02.00 Wita malam. Posisi bengkelnya yang berada di tepi jalan raya membuatnya mendapat banyak langganan. Mursyid pun melihat peluang menjanjikan yang membuatnya memutuskan berhenti bekerja.
“Saya minta mundur di perusahaan. Tapi bos saya tidak memperbolehkan. Karena masih membutuhkan tenaga saya,” kenang Mursyid.
Namun tekad kuat berwiraswasta akhirnya membawa Mursyid berhenti bekerja. Setelah enam tahun mengabdi pada perusahaan tersebut. Mursyid pun mulai menekuni usaha bengkelnya dengan serius dan penuh waktu. Beberapa tempat pernah menjadi lokasi bengkelnya. Sebelum di tempatnya yang sekarang, Mursyid sempat membuka bengkel di kawasan Loa Bakung.
“Kalau di tempat ini (Lok Bahu) sudah delapan tahun saya buka bengkel. Ini rumah saya sendiri,” sebutnya.
Diakui Mursyid, memulai usaha bengkel di tempat yang baru bukan hal yang mudah. Malahan awal-awal melanjutkan usahanya di Lok Bahu, dia hanya mendapatkan pemasukan Rp 6 ribu. Namun perlahan namanya mulai dikenal dan pelanggan pun berdatangan. Rupa-rupanya pelayanan dan hasil kerja yang baik dari Mursyid membuatnya menjadi pilihan bagi warga.
“Promosinya lebih dari mulut ke mulut. Selain itu juga berkat rekomendasi dari teman-teman saya. Banyak yang bilang kalau di tempat saya lebih murah dibanding tempat yang lain,” urai Mursyid.
Kondisi jalan M Said yang macet saat jam-jam sibuk pun menjadi keuntungan bagi Mursyid. Pasalnya, banyak pengguna jalan yang mengambil jalan pintas melewati Gang KPC 1. Sehingga jadi semakin banyak yang mengetahui keberadaan bengkelnya. Awalnya selain sepeda, Mursyid juga menangani sepeda motor. Namun karena permintaan perbaikan sepeda jauh lebih banyak, Mursyid memutuskan fokus mengerjakan perbaikan sepeda.
“Kalau saya dulu lebih banyak mengerjakan jenis-jenis sepeda motor tua. Sedangkan sekarang jenis sepeda motornya baru-baru semua. Apalagi bengkel sepeda motor ada banyak di sini. Jadi sekarang saya fokus di sepeda. Alat-alat untuk sepeda motor sendiri masih ada,” bebernya.
Selain perbaikan sepeda, Mursyid juga melayani jual beli sepeda bekas. Sepeda-sepeda bekas yang dibelinya dari warga disulapnya menjadi baru dan berfungsi dengan baik. Sepeda-sepeda itupun dipajang berjejer di bengkelnya, menanti pembeli datang. Bervariasi, mulai dari sepeda untuk orang dewasa hingga sepeda untuk anak-anak.
“Sudah ada langganan yang menjual sepeda bekas ke saya untuk saya jual lagi. Di samping penjualan sepeda, saya juga melayani tukar tambah bila ada yang berkenan,” lanjut Mursyid.
Dalam mendapatkan sepeda-sepeda bekas untuk dijual, Mursyid mengaku mesti teliti dan hati-hati. Dia tidak ingin menerima sepeda hasil curian. Selain berurusan dengan hukum, dia juga mengalami kerugian secara materi. Karena harus mengembalikan sepeda kepada pemilik aslinya, sementara sudah mengeluarkan uang untuk membeli dari pencuri.
“Pernah saya menerima barang curian. Waktu pencurinya memperbaiki sepeda di bengkel saya. Kemudian datang polisi ke bengkel bersama si pencuri, memberitahukan pencurian itu,” ungkapnya.
Pengalaman tersebut lantas menjadi pelajaran berarti bagi Mursyid. Dia jadi pilih-pilih saat ada pihak-pihak yang menawarkan sepeda. Apalagi kata Mursyid, di lingkungan sekitar bengkelnya kerap terjadi pencurian sepeda. Untuk itu dia punya kebijakan tidak membeli sepeda dari anak-anak. Bila ada anak-anak yang datang menawarkan sepeda, Mursyid meminta agar orang tua anak tersebut yang datang untuk menjual.
“Pernah juga malam-malam pukul 23.00 Wita, pintu saya digedor orang. Dia membawa lima sepeda, saya disuruh membeli. Karena curiga, saya suruh dia bawa ke tempat lain. Lagipula saya juga tidak ada uang. Ternyata benar dia pencuri dan ditangkap polisi,” kisah kakek 18 cucu ini.
Mursyid mengungkap, pendapatannya dari memperbaiki maupun jual beli sepeda tidak menentu. Rata-rata dalam sehari dia bisa mendapat pemasukan bersih antara Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu. Bila sedang ramai, dia bisa mendapat hingga Rp 600 ribu dalam sehari. Sementara saat sepi, hanya mendapatkan Rp 50 ribu.
“Ya cukuplah untuk makan sehari-hari. Tapi sejak perusahaan batu bara tutup, pelanggan mulai sepi. Ada penurunan,” tambahnya.
Sebenarnya Mursyid mendapat larangan dari keenam anaknya untuk tetap bekerja di bengkel. Mereka mengkhawatirkan kondisi kesehatan Mursyid yang semakin menua. Sehingga Mursyid diminta untuk beristirahat di hari tua. Namun Mursyid tetap menjalankan bisnis bengkelnya. Kata dia, justru bila diam saja, hanya makan dan tidur, penyakit-penyakit kronis bisa datang menghampirinya.
“Faktanya demikian. Banyak orang-orang lanjut usia yang terkena strok atau lumpuh karena jarang bergerak. Saya tidak mau seperti itu. Saya harus tetap beraktivitas dan berkeringat agar saya tidak sakit,” jelas Mursyid.
Memang, meski usianya sudah memasuki kepala enam, Mursyid masih terlihat bugar. Penyakit-penyakit yang kerap menghantui usia tua tidak dideritanya. Sesekali dia memang jatuh sakit, namun sakit yang dialaminya sekadar sakit demam biasa. Untuk itu Mursyid mengaku sangat bersyukur masih diberikan kesehatan.
“Termasuk dalam makanan, saya tidak ada pantangan makan makanan tertentu. Saya makan seperti biasa,” lanjutnya.
Rupanya semangat Mursyid yang tetap bekerja di usia senja menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya. Termasuk menantunya sendiri yang merasa salut dengan apa yang dilakukan Mursyid. Apalagi Mursyid juga menolak pemberian dari anak-anaknya dan bisa hidup mandiri dari hasil usahanya sendiri.
“Menantu saya malu bila malas bekerja. Karena saya yang sudah tua saja masih mau bekerja,” kata Mursyid.
Karena memang, ketika rekan-rekan seusianya sudah tak lagi produktif, Mursyid justru masih lincah mengotak-atik rangka sepeda. Dari pagi mulai pukul 08.00 Wita sampai pukul 17.00 Wita, dia bersiaga di bengkel menanti pelanggan yang membutuhkan jasanya. Kini, Mursyid tak lagi bekerja sendiri. Sejak setahun terakhir, adik iparnya turut membantunya bekerja di bengkel.
“Kalau hari Jumat bengkel saya liburkan. Saya gunakan untuk istirahat. Karena memang hari Jumat waktunya sempit,” tandasnya. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: