Banyak pelajaran hidup yang didapatkan Mutiara Muchtar dari kegiatannya sebagai sukarelawan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Samarinda. Mulai dari mengajar anak-anak jalanan serta mendampingi anak-anak yang berhadapan dengan hukum.
LUKMAN MAULANA, Samarinda
Muti, begitu sapaan akrab gadis tomboi ini, pertama kali terlibat dalam kegiatan sosial di tahun 2013. Waktu itu dia ikut terlibat dalam peringatan Walk For Autism yang digelar di Kota Tepian. Berikutnya, dia juga sempat terlibat dalam acara garapan Yayasan Pelita Bunda bekerja sama JCI, yaitu Sex Education for Child di tahun 2014.
“Dalam Sex Education for Child ini, saya ikut memberikan edukasi kepada anak-anak tentang apa itu seks dan bagaimana mereka menjaga serta merawat organ reproduksi,” kata Muti saat ditemui Metro Samarinda (Kaltim Post Group) di kediamannya, Sabtu (15/4) kemarin.
Perempuan kelahiran Samarinda, 24 tahun lalu ini baru benar-benar terjun menjadi sukarelawan saat menjalani tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari kampusnya di tahun 2014. Salah satu program kerja dalam KKN mengharuskan Muti bersama rekan-rekannya melakukan pengabdian pada masyarakat. Mengajar anak-anak jalanan lantas menjadi salah satu opsi yang muncul dalam kelompok KKN-nya.
“Teman saya berkeinginan mengajar anak-anak jalanan. Saya yang bertugas mencari informasi di mana bisa memberikan pengajaran kepada anak-anak jalanan ini,” kenangnya.
Dari situ Muti mengetahui Rumah Singgah Yayasan Borneo Insan Mandiri yang dikelola Ketua KPAID Samarinda saat ini, Adji Suwignyo. Salah satu kegiatan yayasan ini yaitu memberikan pendidikan kepada anak-anak jalanan. Muti pun menyampaikan keinginan untuk ikut mengajar di Rumah Singgah teresebut. Namun Muti mendapat penolakan dari yayasan saat pertama kali mengajukan keinginan tersebut.
“Sempat ditolak. Alasannya banyak mahasiswa sebelumnya yang mengajar di sana, meninggalkan Rumah Singgah begitu saja setelah program KKN berakhir. Seakan anak-anak hanya menjadi objek dari program mahasiswa tersebut,” jelas Muti.
Namun Muti tidak menyerah. Dia terus meyakinkan yayasan tentang keseriusan mengajar anak-anak jalanan. Akhirnya Muti bersama rekan-rekannya diperbolehkan mengajar di Rumah Singgah tersebut. Pengalaman baru pun dirasakan Muti saat mengajar anak-anak jalanan. Sempat kesulitan saat pertama kali mengajar, perlahan Muti mulai menikmati kegiatannya tersebut.
“Pertama kali mengajar, saya sempat kesulitan. Karena anak-anak tidak bisa diam, sulit diatur. Bahkan ada yang kelahi. Dari situ saya belajar menghadapi mereka,” ungkapnya.
Salah satu hal yang membuat Muti kesulitan karena anak-anak yang diajarnya ternyata anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Dikisahkan Muti, dia belum pernah berhadapan dengan ABK sebelumnya. Dari situ dia menyadari bagaimana mendidik ABK. Dalam hal ini dia mesti sabar dan tidak boleh berlaku kasar. “Sempat terbawa emosi,” tambah Muti.
Hari demi hari lantas dilaluinya memberikan materi kepada anak-anak jalanan. Dia juga ikut mengajar anak-anak di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Pelajaran yang disampaikan merupakan pelajaran sederhana. Seperti membaca dan berhitung. Dari yang awalnya mengajar empat anak, bertambah menjadi sekira 20-an anak. Jadwalnya sepekan tiga kali. Karakter Muti yang supel dan mudah bergaul membuatnya akrab dengan anak-anak jalanan.
“Bukan hanya anak-anak jalanan, di Rumah Singgah itu saya juga mengajar anak-anak sekolah formal yang ingin belajar. Anak-anak jalanan sebenarnya sama seperti anak-anak pada umumnya. Hanya mereka butuh perhatian agar bisa tetap mendapatkan pendidikan,” sebut mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda ini.
Untuk mendukung kegiatannya, Muti mengikuti pelatihan paralegal dan penanganan ABK. Oleh yayasan, Muti lantas dipercaya memberikan pengajaran secara homeschooling pada ABK dari rumah ke rumah. Hingga kemudian saat KPAID Samarinda dibentuk tahun 2015, Muti ikut menjadi sukarelawan pada lembaga pemerhati anak-anak tersebut. Dari yang awalnya mengajar, Muti mulai memberikan pendampingan dan konseling pada anak-anak yang berhadapan dengan hukum.
“Di antaranya pendampingan saat pembuatan BAP (Berkas Acara Pemeriksaan) di kepolisian. Kasusnya bermacam-macam, termasuk persetubuhan di bawah umur. Tapi kebanyakan yang saya dampingi masalah-masalah kenakalan remaja misalnya ngelem, narkoba, dan tawuran,” paparnya.
Dalam proses pendampingan ini, Muti kerap melakukan home visit atau kunjungan ke rumah anak-anak yang didampinginya. Sehingga dia bisa mengetahui bagaimana latar belakang keluarga dan lingkungan anak tersebut. Dari pendampingan ini, biasanya diketahui informasi-informasi terkait anak yang tidak didapatkan kepolisian. Dia juga bisa mengetahui bagaimana kondisi sebenarnya dari anak tersebut.
“Saya jadi tahu kondisi mereka yang serba kekurangan karena keluarganya tidak mampu. Namun mereka tetap menyambut saya dengan ramah. Dari situ saya jadi merasa lebih bersyukur atas hidup yang saya miliki,” beber Muti yang di kampusnya mengambil jurusan manajemen operasional ini.
Mendapati kondisi tersebut, rupanya ikut mengubah cara hidup Muti. Kata dia, dulu hidupnya banyak dihabiskan untuk hura-hura dan kegiatan yang tidak penting. Salah satunya menghabiskan banyak uang untuk menekuni hobinya sebagai pencinta reptil. Selain itu, dia juga kurang begitu menghargai makanan yang disantapnya sehari-hari.
“Dulu kalau ada makanan yang tidak saya suka, saya tidak mau makan. Sekarang saya tidak begitu, jadi lebih menghargai makanan setelah mengetahui kondisi anak-anak yang saya dampingi,” tutur pehobi menggambar ini.
Selain melakukan pendampingan pada anak-anak berhadapan hukum, Muti kini aktif melakukan sosialisasi bersama KPAID. Salah satunya sosialisasi “Generasi Tanpa Narkoba” ke sekolah-sekolah yang ada di Kota Tepian. Hari-harinya pun disibukkan dengan seabrek kegiatan. Namun begitu Muti bisa membagi waktu dengan kegiatan-kegiatan lainnya, khususnya kuliahnya yang memasuki semester akhir.
“Kalau sekarang kuliah sudah tidak begitu sibuk. Makanya saya maksimalkan untuk menjadi sukarelawan. Saya suka menjadi sukarelawan,” tegasnya.
Ternyata kegiatan Muti ini sempat tidak direstui oleh orang tuanya. Alasannya masuk akal, kedua orang tuanya mengkhawatirkan keselamatan Muti. Apalagi Muti merupakan anak perempuan, ditambah kegiatannya yang tak kenal waktu. Namun begitu tidak menyurutkan semangat Muti dalam menjalankan aktivitasnya tersebut. Perlahan keluarganya bisa menerima kegiatan sosial yang dilakukan Muti.
“Saya menuruti keinginan orang tua agar tidak pulang malam. Makanya setelah jam 10 malam, saya putuskan tidak menerima kegiatan pendampingan. Pernah sih saya pendampingan sampai jam 12 malam lebih. Tapi sebelumnya saya sudah minta izin orang tua terlebih dulu,” sebut Muti.
Bagi Muti, menjadi sebuah kebahagiaan bila dia bisa mendampingi anak hingga keluar dari masalah yang dihadapi. Apalagi bila anak-anak tersebut bisa berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dia berharap anak-anak jalanan bisa mendapat perhatian lebih baik dari pemerintah, khususnya dalam bidang pendidikan.
“Karena mereka (pemerintah, Red. )pasti melihat keberadaan anak-anak jalanan ini. Anak-anak ini mesti dirangkul, jangan sampai dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggung jawab,” tandas anak keempat dari lima bersaudara ini. (***)
Tentang Muti
Nama: Mutiara Muchtar
TTL: Samarinda, 22 Juli 1993
Ortu: H Muchtar (ayah), Hj Hariyati (ibu)
Pendidikan:
- SDN 027 Samarinda
- SMPN 16 Samarinda
- SMAN 14 Samarinda
- Fakultas Ekomoni Universitas Mulawarman
Alamat: Jalan Jakarta Blok F Nomor 7 RT 42 Loa Bakung
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: