SAMARINDA – Rapat dengar pendapat antar Komisi III DPRD Kaltim dan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Selasa (5/6) kemarin, menjadi ajang bagi wakil rakyat mempertanyakan kinerja pemerintah daerah. Terkait pengawasan dan penindakan tambang ilegal yang beroperasi Taman Hutan Raya (Tahura), Samboja, Kutai Kartanegara.
Sejumlah anggota DPRD menilai, pemerintah terlalu lemah dalam menindak penambang ilegal di area terlarang tersebut. Dasarnya, tambang batu bara ilegal di Tahura nyaris belum mendapat penindakan serius pemerintah.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Herwan Susanto menilai, pengawasan dan penindakan tambang ilegal di areal tersebut bisa saja terhambat karena adanya permainan oknum pemerintah dan aparat penegak hukum. Ajang tutup mulut, lanjut dia, sudah menjadi rahasia umum dalam penegakan hukum penambang ilegal.
Hal itu pula yang mendasari dugaan adanya pembiaran yang dilakukan pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap tambang ilegal. “Bisa saja ada upaya tutup mata dari aparat dan PPNS (Pengawas Pegawai Negeri Sipil, Red.). Karena itu kami butuh data. Supaya bisa melakukan tindakan di luar upaya penegakan hukum oleh OPD dan kepolisian,” pintanya.
Herwan menyayangkan lambannya proses penindakan terhadap tambang ilegal di Tahura. Padahal Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim dapat mengetahui seluruh hasil penjualan batu bara di Benua Etam.
“Dari hasil penjualan itu dapat diketahui asal batu bara. Karena surat penjualan ada di ESDM. Lalu kalau tidak diketahui, ke mana surat izin penjualan bagi perusahaan ilegal itu? Kalau tidak ada oknum yang bermain, tidak mungkin lolos penjualannya,” sebut Herwan.
Sementara itu, anggota Komisi III lainnya Baharuddin Demmu menyebut, pengawasan dan penindakan penambang ilegal di Tahura bukan perkara yang sulit. Pasalnya, tambang batu bara dapat dengan mudah diketahui keberadaannya.
“Penambang itu pakai alat berat. Jadi mudah saja ketahuan. Selain itu, bisa diketahui lewat pintu masuk di Tahura. Jaga saja setiap pintu masuk di Tahura. Cari jalur lalu lintasnya,” saran Baharuddin.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas ESDM Kaltim, Amrullah mengatakan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk mengawasi dan menindak tambang ilegal yang beroperasi di Tahura. Sebab dinas tersebut hanya dibebankan tanggung jawab mengawasi tambang yang sudah mengantongi izin.
“Penindakan tambang ilegal itu tugas tambahan saja. Bukan tugas utama kami. Penindakannya dilakukan penagak hukum,” ujarnya.
Namun Amrullah mengaku, peran untuk pengawasan dan penindakan tambang ilegal di Tahura bukan berarti tidak berkaitan dengan Dinas ESDM. Karena itu, pihaknya akan membuat tim di lintas OPD.
“Kami bersepakat untuk bekerja sama dengan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah, Red.) Tahura dan Balai Gakkum LHK (Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan, Red.). Karena Dinas ESDM saja tidak mampu mengawasi tambang ilegal ini,” ucapnya.
Sementara untuk mengetahui tambang ilegal lewat penjualan, Amrullah menyatakan, pengusaha tambang batu bara ilegal tidak pernah melaporkan jumlah penjualan dan lokasi pengambilan emas hitam tersebut.
“Namanya penambang ilegal itu melaksanakan penjualan seperti pencuri. Kalau diketahui, sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Minerba (Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Red.), pidananya sampai sembilan tahun dan denda Rp 10 miliar,” terang Amrullah. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: