bontangpost.id – Jelang perayaan Natal dan tahun baru, harga sejumlah komoditas pangan di Kota Taman mengalami gejolak. Harga cabai rawit, terus mengalami peningkatan.
Salah satu pedagang di samping Pasar Taman Rumiati mengatakan harga cabai rawit tiap hari belakangan terus mengalami kenaikan. Terbaru mencapai Rp 110 ribu per kilogramnya. Ia mengaku mendapatkan komoditas ini dari pasokan Samarinda.
“Dari agennya menjual Rp 94 ribu per kilogramnya. Tetapi ya begini tiap hari naik. Kemarin masih Rp 105 ribu,” kata Rumiati.
Semakin mahalnya harga ini membuat ia harus mengurangi penyetokan. Sebab rata-rata pembelian konsumen juga merosot. Pembelian skala besar hanya sebagian kecil. Umumnya pelaku usaha makanan. Awalnya dalan sehari ia mengaku menyetok 20 kilogram. Tetapi dengan mahalnya harga cabai menjadi 5-10 kilogram saja.
“Kebutuhan pedas setiap orang itu berbeda. Umumnya konsumen sekarang banyak yang hanya beli per ons,” ucapnya.
Apalagi jika pengambilan jumlah banyak juga berisiko. Karena cabai tidak bisa bertahan lama. Jika pembelian sedikit maka potensi cabai kurang baik kualitasnya semakin besar.
Dikatakan Staf Perdagangan Dalam Negeri Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan (Diskop-UKMP) Anita menyebut, salah satu faktor meroketnya harga cabai lantaran daerah penghasil atau pemasok diterjang banjir. Rata-rata stok cabai diambil dari Pasar Kramat Jati, Jakarta, selanjutnya dikirim ke Samarinda.
“Nanti dari Samarinda, diambil sama pedagang kita di Bontang, dijual lagi,” ujarnya.
Selain itu, pasokan juga biasa didatangkan dari Kalimantan Selatan. Namun pasokan sedikit terhambat, lantaran Kalsel diterjang banjir. “Gagal panen karena banjir. Sementara sekarang kan sudah ada kelonggaran, masyarakat sudah mulai ke luar rumah, kebutuhan juga meningkat, pasokan kurang, nah itu juga yang menjadi faktor harga naik signifikan dibanding jelang Nataru tahun sebelumnya,” jelasnya.
Selain itu, harga minyak goreng juga ikut mahal. Saat ini kemasan dua liter dibanderol Rp 43 ribu. Padahal sebelumnya masih Rp 39 ribu. Tak hanya itu, Rumiati juga kesusahan dalam mendapatkan pasokan komoditas ini. Sebab beberapa agen barangnya kosong.
“Tadi kebetulan pas ada jadi langsung beli,” tutur dia.
Keuntungan yang didapatkan per kemasan itu pun tidak banyak. Hanya 400-600 rupiah. Ia menjelaskan tetap menjual komoditas ini untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Imbas dari kenaikan dua komoditas ini juga berdampak bagi penjual makanan. Pemilik kedai hulor di bilangan Ir H Juanda Setio mengatakan harus menaikkan harga jual barang dagangannya. Dari 13 ribu per porsinya menjadi Rp 15 ribu.
“Maaf terpaksa saya naikkan karena harganya semakin mahal. Padahal itu bahan utama membuat hulor,” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post