bontangpost.id – Keberadaan Pasar Seng di Tanjung Limau menjadi bahasan dalam debat publik perdana antara Basri Rase dan Neni Moerniaeni, Sabtu (7/11/2020) malam.
Dua calon wali kota itu mengamini pasar seng statusnya ilegal. Seperti dikatakan calon nomor urut satu, Basri Rase. Dia berjanji akan bersikap tegas soal pasar itu. Penataaan harus dilakukan. Pedagang akan dibimbing dan dibina. Bila pasar ilegal, maka dibuat menjadi legal agar bisa menghadirkan pendapatan asli daerah (PAD).
Sementara Neni Moerniaeni mengatakan, sesuai RTRW hanya ada 3 pasar resmi di Bontang. Yakni Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin), Citra Mas, dan Telihan.
Beberapa kali DPRD bersurat ke pemerintah. Minta diambil tindakan tegas. Tapi dia lebih mendorong pada kesadaran pedagang. “Ombudsman bisa nilai ini buruk. Makanya kami imbau agar jaga kota supaya tetap tertib,” ujarnya.
BADAK LNG
Basri dan Neni juga memiliki pandangan berbeda terkait Badak LNG. Pasalnya, kontrak jangka panjang PT Badak dengan perusahaan asal Jepang dipastikan tak diperpanjang. Akan berakhir di Desember 2020.
Perbedaan sikap ini terlihat ketika calon Neni melontarkan pertanyaan ke kompetitornya. Terkait ketergantungan Bontang dengan gas. Termasuk kepada PT Badak LNG.
“Bagaimana cara membantu PT Badak survive walau kontrak jangka panjang sudah habis. Dan cara mengantisipasi gas yang mulai habis,” tanya Neni.
Menjawab itu, Basri katakan bila segala hal menyangkut masa depan PT Badak adalah kewenangan pemerintah pusat. Bukannya pemerintah kota. Kendati di kemudian hari pemerintah pusat miliki rencana lain di Bontang terkait PT Badak atau keinginan membangun kilang minyak dan petrokimia (Grass Root Refinery/ GRR), Bontang tetap harus bersiap dengan segala kemungkinan. Agar kota ini bisa terus eksis.
Basri menyarankan Bontang harus cepat ‘move on’ sebelum terlambat. Menggarap industri kreatif beserta turunannya dipandang cukup seksi. Lantaran industri ini tidak ada matinya, selama masyarakat terus berkreasi, berdampak besar, dan manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Jangan hanya berharap PT Badak beroperasi. Ciptakan usaha lain. Bagaimana mengembangkan UMKM. Industri rumahan juga bisa menciptakan sumber penghasilan masyarakat,” ujarnya.
Mendengar jawaban itu, Neni menegaskan, bila berkeinginan jadi Wali Kota, mestinya Basri berada di belakang PT Badak. Membantu perusahaan itu bertahan, agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Menjaga sumber pedapatan Bontang dari sana agar tak lenyap.
“Harusnya dibantu. Pikirkan cara supaya mereka bisa survive. Dorong supaya PT Badak bisa diversifikasi,” timpal Neni.
“Pasti akan dibantu. Tapi harus dilihat juga kewenangan pemkot itu seperti apa,” ungkapnya.
Bukan cuma beda pandangan soal PT Badak. Keduanya juga beda dalam melihat rencana pembangunan kilang baru Grass Root Refinery (GRR) yang merupakan megaproyek Pertamina. Kata Basri, GRR batal dibangun karena masih terkendala lahan. Walau Pemkot mendorong agar rencana ini tidak digeser ke daerah lain, tapi cukup sulit dilakukan. Sementara menurut Neni, keppres soal pembangunan GRR di Bontang belum dicabut. Dia memastikan itu usai bertemu Presiden Joko Widodo pada Maret 2020 lalu.
SMART CITY BERBASIS MARITIM
Calon Wali Kota Bontang nomor urut satu, Basri Rase mencecar kompetitornya, Neni Moerniaeni. Terkait keinginannya menjadikan Bontang sebagai smart city berbasis maritim. Khususnya rencana pembangunan pelabuhan peti kemas di Loktuan.
Dalam sesi tanya jawab Basri mempertanyakan upaya merealisasikan keinginan tersebut. Dia sangsi itu bisa segera terwujud. Lantaran posisi lahannya pun tidak jelas. Basri bahkan menyebut, rencana itu serupa peribahasa, jauh panggang dari api.
Neni menjawab, bahwa rencana pembangunan pelabuhan peti kemas sudah di jalur yang tepat. Pemkot Bontang sudah teken nota kesepahaman dengan Pelindo 4.
Adapun untuk lokasi pelabuhannya, nanti akan dilakukan reklamasi seluas 3 hektar. Ini dimungkinkan lantaran titik 0 laut Bontang bukan lagi di selambai, tapi di Pulau Beras Basah.
Untuk mempercepat rencana ini, tambah Neni, Pemkot Bontang ketika ia masih menjabat Wali Kota juga sudah membentuk kelompok kerja (Pokja) percepatan pembangunan. Ini diketuai Sekda Aji Erlynawati.
“Bontang harus jadi poros maritim Indonesia. Kami optimis ini bisa,” tegas Neni.
Tambahnya, pun ini selaras dengan visi dan misinya bersama Joni Muslim. Bila diberi amanat memimpin untuk periode kedua, semua rencana akan diselesaikan. Termasuk destinasi wisata religius.
Menanggapi jawaban itu, Basri mengatakan membangun maritim tentu berkaitan dengan segala hal terkait laut. Mestinya, kata Basri, yang dibangun ialah industri perikanan. Pengalengan ikan. Pembuatan tepung berbasis teripang dan rumput laut.
“Kalau pelabuhan sudah pasti maritim. Kota maritim, ya, kota pelabuhan,” ujar Basri.
Neni kembali menjawab. Kata dia, Bontang tidak bisa membangun industri pengalengan ikan lantaran produksi ikan di Bontang tidak cukup. Ada kalkulasi soal jumlah tangkapan ikan bila pemerintah ingin membangun pabrik pengalengan. Dia mencontohkan pabrik yang ada di Tomohon, Sulawesi Utara. Neni menyebut, di tempat itu sudah dua pabrik yang tutup. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: