Menanggapi keterangan para saksi di pengadilan, Abdul Gafur Mas’ud (AGM) menilai, ketika dirinya menjabat terlalu banyak orang yang menjual namanya.
bontangpost.id – Duit suap yang diduga diterima AGM sepanjang 2020–2021 ditampung dan dikelola Bendahara DPD Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balgis. Selain untuk kebutuhannya selaku bupati Penajam Paser Utara (PPU), fulus ditengarai juga mengalir untuk kepentingan AGM merengkuh pucuk pimpinan partai berlogo mercy.
Medio Juli–Agustus 2021, Abdullah diundang bergabung dalam grup WhatsApp bernama AGM for Kaltim. Ketua DPC Demokrat Paser itu tak mengingat pasti kapan dirinya diundang dalam grup di aplikasi percakapan tersebut. Yang diingatnya dengan jelas, Ketua DPC Demokrat Samarinda Victor Juan kala itu yang jadi penginisiasi terbentuknya grup itu.
Penghuninya, delapan dari 10 ketua DPC se-Kaltim. “Minus Kukar dan Berau,” ucapnya ketika bersaksi di Pengadilan Tipikor Samarinda, Rabu (22/6/2022).
Pembahasan dalam grup itu, tak hanya soal suksesi AGM untuk duduk di pucuk pimpinan DPD Demokrat Kaltim. Ada pula pembahasan soal belum terselenggaranya musyawarah daerah (musda) meski masa jabatan Syaharie Jaang memimpin partai besutan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Benua Etam sudah berakhir medio April 2021.
Kala itu, memang hanya nama AGM yang muncul untuk melanjutkan tongkat kepemimpinan Jaang. Tak ada kandidat lain. September 2021, para penghuni grup itu bertemu di Hotel Mercure Samarinda.
“Yang dibahas soal dukungan rekomendasi pengusungan ketua DPD baru. Syarat di AD/ART partai harus mendapat dukungan minimal 20 persen dari 12 pemilik suara. Tapi tak semua yang hadir dari delapan orang itu. Saya hadir tapi terlambat,” lanjut wakil ketua DPRD Paser ini.
Lantaran jumlah yang hadir pada pertemuan itu sudah lebih dari cukup syarat minimum, rekomendasi untuk AGM disetujui dan dibuat langsung di depan notaris. Tak lama berselang, mereka pun berangkat ke Menteng, Jakarta Pusat. Ke markas DPP Demokrat. Tujuannya mengantar rekomendasi tersebut dan menanyakan kapan musda digelar.
“Untuk antar rekomendasi itu, saya diberi amplop putih yang isinya uang pecahan Rp 100 ribu senilai Rp 20 juta,” katanya.
Dia menyebut, uang itu untuk biaya akomodasi keberangkatan para ketua DPC yang mendukung AGM. Dia pun berangkat dan sempat tergelar musda di Hotel Senyiur, Samarinda, dua bulan berselang, yakni pada 14 November 2021. Meski menerima uang itu, dia mengubah haluan dukungan di Daya Taka, sebutan Paser, lantaran muncul Irwan sebagai kandidat baru.
“Sempat minta sopir pribadi saya kembalikan uang ke Balgis, tapi dia enggak kenal. Jadi dikembalikan ke saya lagi. Kalaupun uang ini harus diserahkan karena perkara ini, saya siap kembalikan,” katanya menegaskan memberikan keterangan dalam persidangan dugaan suap AGM cs tersebut.
Selain dia, ada mantan ketua DPC Demokrat Kutai Barat Paul Vius, Kabid Bina Marga Dinas PUPR PPU Pertiandy Ponganton Pasulu, Kabid Cipta Karya Dinas PUPR PPU Ricci Firmansyah, Kasi Sarana-Prasarana SMP Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) PPU Muhajir, serta dua anggota Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Barang dan Jasa PPU, Abdul Halim dan Raditya.
Ketujuh orang ini–termasuk Abdullah–dihadirkan KPK menjadi saksi untuk lima terdakwa dalam perkara ini, yakni AGM, Nur Afifah Balgis, Pj Sekretaris Kabupaten PPU Muliadi, Kepala Dinas PUPR PPU Edi Hasmoro, dan Kabid Sarana Prasarana Disdikpora PPU Jusman.
Kembali ke persidangan, Paul Vius ketika memberikan keterangan mengaku tak ikut dalam pertemuan di Hotel Mercure tersebut. Kendati begitu, rekomendasi tetap ditandatanganinya selepas Victor Juan menyambangi kediamannya. “Jadi saya tanda tangan karena surat rekomendasi itu dibawa Victor,” katanya.
Soal uang akomodasi dia mengaku tak pernah menerima. Tapi dirinya ikut berangkat ke Jakarta mengurus rekomendasi tersebut ke DPP.
Musda pun digelar November 2021. Karena ada perubahan aturan internal musda tak lagi berformat mencari figur ketua. Lewat musda, para pemilik suara hanya merekomendasikan siapa yang bakal diusulkan untuk mengikuti tes kelayakan dan kepatutan di DPP oleh ketua umum, AHY.
Perubahan aturan internal itu bersinergi dengan munculnya Irwan jadi kandidat baru calon ketua DPD Demokrat Kaltim. Karena tak ingin ada perpecahan internal, Paul Vius memilih mengikuti jejak Abdullah dan menggeser dukungan.
“Biar enggak pecah konflik. Toh, pusat juga yang menentukan. Daerah hanya usul, siapa yang mau diajukan ikut tes itu. Hanya itu,” tuturnya.
Sementara dua kabid di Dinas PUPR PPU menerangkan pernah diberi katebelece “calon pengantin” untuk beberapa proyek yang ditangani dinas oleh Edi Hasmoro. Sandi itu ditujukan untuk rekanan yang harus mendapatkan proyek tertentu.
“Pengondisian lelang biasanya diinformasikan kepala dinas (Edi Hasmoro) untuk memasangkan rekanan dengan proyek,” ucap Petriandy.
Selain arahan, keduanya bersama Edi Hasmoro dan Darmawan (kasi Irigasi dan Rawa Bidang Pengairan PPU) juga sempat diminta bertemu di kediaman Asdarussalam alias Asdar. Di sana, mereka diminta Asdar untuk pengondisian proyek. Serupa katebelece kepala dinas untuk proyek yang akan diarahkan ke rekanan Ahmad Zuhdi.
Ricci mengaku sempat menolak arahan dari orang dekat AGM ini lantaran beberapa proyek yang ingin diarahkan tersebut sudah berjalan proses lelangnya. Selain itu, keduanya sempat diminta memungut uang ke rekanan untuk kegiatan HUT PUPR.
Ketika operasi tangkap tangan terjadi pada 13 Januari 2022, Petriandy mengaku sempat panik karena banyak pihak menerornya mempertanyakan keberadaan Edi Hasmoro. Di tengah kebingungan itu, dia mengaku sempat membuang gawainya ketika perjalanan dari PPU ke Balikpapan. “Saya buang saat di feri menuju ke Balikpapan, majelis. Panik saat itu,” akunya.
Ketika diberikan kesempatan menanggapi para saksi, AGM menilai ketika dirinya menjabat terlalu banyak orang yang menjual namanya. Untuk keterangan dua ketua DPC Demokrat itu, kata dia, keduanya mengibuli dirinya. “Saya tahu gelagat itu, makanya rekomendasi yang mereka berikan saya minta buat di depan notaris,” terangnya.
Sementara itu, Balgis mengelak pernah memberikan uang tersebut kepada Abdullah. Namun saksi menegaskan jika uang tersebut diterimanya langsung dari bendahara Demokrat Balikpapan tersebut.
Edi Hasmoro membantah semua keterangan dua anak buahnya tersebut. “Saya tak pernah menyuruh mereka mengondisikan hingga memberikan kisi-kisi lelang ke rekanan. Begitu pun soal uang ke rekanan saat HUT PUPR. Uang itu dari dana operasional dinas,” elaknya.
Selepas para saksi memberikan keterangan, majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda yang dipimpin Jemmy Tanjung Utama menjadwalkan ulang perkara ini akan kembali digelar pada 29 Juni mendatang dengan agenda keterangan saksi yang dihadirkan JPU KPK. (bay/dwi/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: