SAMARINDA – Maraknya berita bohong atau hoax yang akhir-akhir ini beredar di media sosial membuat para jurnalis Kaltim melakukan deklarasi anti hoax di Taman Samarendah, Sabtu (17/3) kemarin. Hal itu dilakukan untuk meneguhkan komitmen jurnalis agar menjadi garda terdepan memerangi hoax.
Dalam kegiatan tersebut, Polresta Samarinda dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga ikut mengampanyekan anti hoax. Aparat keamanan dan jurnalis diharapkan bisa bersinergi memerangi hoax dan memberikan teladan pada masyarakat. Agar berhati-hati menerima informasi yang tersebar di media sosial (medsos).
Dalam deklarasinya, jurnalis dan aparat keamanan berkomitmen mendidik masyarakat melalui informasi yang teruji kebenarannya. Sehingga tidak timbul fitnah dan kebencian lantaran hoax yang sengaja didesain pihak tertentu.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kaltim, Amir Hamzah mengungkapkan, deklarasi tersebut dilakukan untuk meneguhkan kembali komitmen jurnalis di Benua Etam. Supaya senantiasa menjalankan prinsip-prinsip jurnalistik.
“Sejak lama jurnalis sudah berpegang pada kebenaran dalam menyusun berita. Jika ada yang menyebut jurnalis tidak perlu deklarasi, karena jurnalis sudah berpegang pada prinsip itu, maka itu sah-sah saja. Tapi niat kami ingin mengingatkan kembali komitmen jurnalis,” katanya.
Kapolres Samarinda, Vendra Riviyanto menjelaskan, deklarasi anti hoax sebagai bentuk gerakan moral untuk membangun kesadaran publik. Tujuannya, agar tidak hanya aparat keamanan dan jurnalis yang memerangi berita bohong yang beredar di medsos.
“Tapi juga masyarakat harus terlibat aktif. Momentum ini sebagai gerakan moral untuk menangkal hoax yang akhir-akhir ini banyak beredar di medsos,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, hingga saat ini belum terdapat aduan mengenai hoax di Kota Tepian. Namun terdapat aduan ujaran kebencian dan fitnah antar individu.
“Jadi kami sangkakan kasus ini di UU ITE,” katanya. Ia berharap, melalui aduan tersebut masyarakat lebih berhati-hati menggunakan medsos. Pasalnya, efek penyebaran hoax bagi penyebar bisa dipidana dengan hukuman penjara.
“Masyarakat jangan mudah terpengaruh (dengan informasi yang belum jelas). Dicek dulu sumber dan kebenarannya. Bisa tanya ke kami atau rekan-rekan jurnalis. Kami sudah ada tim siber yang berpatroli di medsos. Mereka memantau pelanggaran penggunaan medsos,” ungkap Vendra. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: