SANGATTA- Merosotnya harga sawit dipasaran ternyata tidak berlaku di seluruh Kutim. Buktinya, PT Dharma Satya Nusantara (DSN) yang beroperasi di Muara Wahau ini tetap menerapkan harga pemerintah. Harga pemerintah yang ditetapkan Dinas Perkebunan Provinsi ialah Rp 1. 322,66 per kilo. “Jadi harga tandan buah segar (TBS) di perusahaan kami tetap seperti harga pemerintah. Tak ada pengaruh sama sekali. Petani di tempat kami tetap aman,” ujar Corporate Communications Dept Head, Supriadi Jamhir.
Kemungkinan kata dia, yang terkena dampak penurunan harga TBS ialah petani swadaya. Petani swadaya adalah, pertanian yang dikelola secara mandiri oleh warga tanpa melibatkan perusahaan.
“Petani sawit itu ada dua. Petani mitra atau petani plasma dan petani swadaya. Kalau petani mitra pasti aman. Karena sudah bekerja sama dengan perusahaan. Jadi harga sawit tetap stabil. Kalau petani swadaya, yang beli biasanya calo lalu dijual ke perusahaan,” kata Supriadi.
Berdasarkan hal itu, perubahan harga di sektor petani swadaya sewaktu-waktu akan terjadi. Itu merupakan mekanisme pasar yang tak dapat dihindarkan. Berbeda dengan pertani mitra, hasil kebun dan harga tetap dilindungi.
“Perusahaan juga tak bisa sembarang membeli sawit petani swadaya. Karena banyak pertimbangan. Pertama, masalah kualitas buah, asal lahan, dan lainnya,” katanya.
Memang sambung Koko Budianto, Head CSR Area 1 PT DSN, pihaknya tetap membeli hasil panen petani swadaya. Dengan catatan, perusahaannya mampu menampung semua hasil penen petani. “Selama kami bisa, pasti akan ditampung. Kami memiliki enam pabrik, dua pabrik secara khusus untuk petani swadaya,” kata Koko.
Sementara itu Humas PT DSN, Dedy menuturkan ada beberapa cara untuk mengatasi penurunan harga TBS dipasaran. Pertama teknilogi, hilirisasi, biodiesel, ekspor ditingkatkan, dan peremajaan kebun rakyat.
“Terpenting ialah agar harga tetap stabil maka harus dilakukan kerja sama dengan perusahaan. Pastinya mengikuti ketentuan,” katanya.
Dirinya pun meminta kepada pemerintah agar memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar tak sembarang menanam sawit. Karena dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi petani swadaya. Seperti yang terjadi saat ini.
“Memang perusahaan akan menampung juga hasil panen petani swadaya. Tetapi kalau sudah membeludak, tentu saja tak bisa semua ditampung. Karena perusahaan akan mengutamakan petani mitra,” katanya.
Sebelumnya, beberapa petani sawit mengeluh lantaran harga sawit “terjun bebas”. Yakni Rp 400 per kilogram. Berdasarkan hal itu, petani di Teluk Pandan membakar hasil panen mereka. Hal ini pun terjadi di Kecamatan Bengalon. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: