SANGATTA – Pengakuan Maria Yanti Mas (53) dan Blasius Bella (53) warga Satuan Pemukiman (SP) 1 Bukit Makmur Kecamatan Kaliorang cukup mencengangkan. Pasalnya, dirinya dipidanakan hanya gara-gara enggan menjual tanah miliknya kepada perusahaan PT Indexim.
Sebelumnya, karena sebab yang sama, Bella harus dipecat dari kerjaannya sebagai Sekuriti (wakar) dari perusahaan baru tersebut. Dari sebab itulah, dirinya harus berurusan dengan perusahaan dan kepolisian hingga masuk pengadilan.
“Sebelum kasus ini bergulir, perusahaan memang mau membeli tanah kami. Tapi tidak kami jual. Nah beriringan dengan itu, saya dipecat dan dilaporkan ke Polres atas tuduhan menduduki tanah Indexim,” aku Bella yang diaminkan Maria.
Yang dia sayangkan, pihak kepolisian Polres Kutim langsung menetapkan keduanya sebagai tersangka. Seharusnya melakukan mediasi terlebih dahulu antara dua belah pihak.
Sebab, dalam kasus ini muncul orang ketiga yang bernama Abraham. Abraham inilah yang disebut perusahaan telah menjual tanah Maria dan Bella kepada Indexim.
“Mereka berdua langsung disidangkan. Nah ini yang menjadi masalah,” kata Pradarma Rupan, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim.
Turut menjadi perhatian adalah pernyataan kedua korban diduga tak sepenuhnya di tulis di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Contoh masalah saksi. Keduanya beberapa kali menyebut nama saksi.
“Hanya saja saat diprint dalam kertas, kata-kata saksi tak dicantumkan . Kembali diulang dan saat dipengadilan nama saksi kembali hilang. Perkara ini banyak kejanggalan. Sudah beberapa kali disebut. Tapi tetap enggak dicantumkan. Padahal saksi saksi sangat dibutuhkan,” kata Rupang.
Yang menjadi masalah lain, tanam tumbuh mereka seperti kopi, vanili, dan coklat habis digusur perusahaan. Perusahaan diduga menghilangkan jejak tanam tubuh yang selama ini menjadi kebutuhan hidup sehari-hari dua orang tersebut.
“Ngaku sudah dibebaskan. Tapi ternyata tidak dibebaskan. Perusahaan juga tidak ganti rugi. Sekarang ditetapkan tersangka,” katanya.
“Beberapa saksi tau betul jika tanah tersebut merupakan milik mereka berdua. Sebab, saat membuka lahan dilakukan secara bersama-sama,” sambungnya.
Menurut pengakuan keduanya, mereka di SP 1 masuk transmigrasi. Membuka lahan pada tahun 1992. Sedangkan perusahaan masuk pada tahun 2010.
“Berdasarkan hal itu, permasalahan ini harus dikawal terus menerus. Jika tidak, maka akan berimbas kepada warga lainnya. Kami akan bantu kawal. Jangan sampai warga lain menjadi korban, katanya. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: