bontangpost.id – Sebagai kota industri, berbagai jenis perusahaan beroperasi di Bontang. Tak heran jika penyerapan tenaga kerja yang merata diapungkan warga. Termasuk para difabel.
Menukil data Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Bontang, hanya 8 difabel bekerja di kantor pemerintahan. Persentasenya hanya 0,15 persen dari total pegawai negeri sipil (PNS) dan tenaga kontak daerah (TKD) yang akumulatif mencapai 5.071 orang per 2021.
Untuk PNS, 2 disabilitas daksa bekerja di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), 1 disabilitas daksa di Kecamatan Bontang Selatan, dan 1 disabilitas daksa di Inspektorat Daerah.
Sementara untuk TKD, 1 rungu di BKPSDM, 1 daksa di Kelurahan Guntung, dan 2 daksa di Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Bontang. Melihat komposisi tersebut, maka jumlah difabel yang bekerja di lingkungan Pemkot Bontang tak selaras dengan undang-undang.
Padahal berdasarkan amanah UU 8/2018 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pada bagian keempat mengenai Pekerjaan, Kewirausahaan, dan Koperasi.
Di Pasal 53 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, wajib mempekerjakan paling sedikit 2 persen difabel dari jumlah pegawai atau pekerja.
Adapun perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1 persen difabel dari jumlah pekerja. Aturan itu diperkuat PP No 43/1988 yang menyatakan pengusaha harus mempekerjakan minimal satu difabel untuk setiap 100 orang pekerja di perusahaannya.
Menyikapi hal itu, Wakil DPRD Bontang agus Haris mendesak pemerintah juga kalangan swasta untuk lebih inklusif dalam mewujudkan kesetaraan lapangan pekerjaan bagi difabel.
Menurutnya, banyak orang difabel yang memiliki potensi dan kemampuan tak kalah mumpuni. “Kalau tidak didesak selamanya perusahaan tidak membuka lowongan buat difabel,” ujarnya.
Politikus Gerindra ini juga meminta pemerintah melalui OPD terkait agar selalu memperbaharui jumlah lapangan pekerjaan yang disediakan bagi difabel dan tenaga yang terserap di perusahaan tersebut.
“Kita semua tidak bisa menutup mata dengan keberadaan mereka. Karena mereka bagian dari kita. Dalam hal ini pemerintah harus aktif tidak bisa tebang pilih,” ucapnya.
Menurutnya, OPD terkait memiliki fungsi sebagai fasilitator dan regulator. Yang artinya ketika difabel tidak mendapat akses lapangan pekerjaan di perusahaan maka pemerintah wajib memberitahukan kepada perusahaan terkait. Hendaknya diberi ruang kepada kelompok rentan.
“Dinas terkait wajib melakukan komunikasi baik itu dengan provinsi maupun perusahaan. Kalau perlu membuat surat rekomendasi agar perusahaan juga tidak lupa dengan kewajibannya,” jelasnya.
Senada, anggota Komisi l DPRD Bontang Irfan mendorong dinas terkait untuk melakukan komunikasi dengan perusahaan agar sekiranya penyediaan akses lapangan kerja untuk terus diperhatikan agar tidak luput dari kewajiban.
“Walaupun itu ranahnya provinsi tapi daerah harus proaktif melakukan komunikasi. Begitupun sebaliknya. Provinsi juga harus aktif terhadap daerah yang diawasi,” papar Irfan.
Sebagai wakil rakyat, ia berkomitmen untuk membahas lebih jauh terkait penyediaan akses tenaga kerja di perusahaan bagi difabel bontang. “Nantilah kami jadwalkan untuk diskusi. Baik itu dinas terkait maupun perwakilan difabel Bontang,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post