Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku setia dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meski hingga saat ini status keanggotaannya masih tidak jelas. Fahri mengklaim telah menolak tawaran tujuh partai politik sebagai calon anggota legislatif (caleg) di 2019.
“Saya sudah ditawari oleh Golkar, PDIP, Gerindra, NasDem, PAN, PPP Hanura, semua lah,” kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (26/1) lalu.
Meski setia, Fahri mengakui bahwa namanya sudah tidak tercantum dalam daftar caleg di PKS. Dia mengklaim tidak memperdulikan hal tersebut, termasuk berencana maju sebagai senator atau anggota Dewan Perwakilan Daerah. “Aku memilih setia. Saya tidak ada niat. Saya tetap seperti ini saja,” katanya.
Fahri mengatakan, keputusannya untuk setia di PKS sekaligus memberi pelajaran bagi partainya tentang arti berpartai. Dia mengklaim tidak pernah mengejar kekuasaan selama berpartai.
“Saya tau falsafah berpartai di dalam PKS itu berbeda dengan orang. Makanya saya tidak pernah ada pikiran memburu jabatan yang lebih empuk,” katanya.
Menurut Fahri, berpartai adalah memberi kesempatan dialog dengan adil kepada kadernya dan tidak bersikap otoriter dalam mengambil keputusan. Padahal, di pengadilan Fahri selalu menang gugatan atas PKS.
Namun dia mengakui bahwa tradisi di PKS, membuat kader kerap kali patuh pada keputusan pimpinan meski keputusan tersebut salah. Dia ingin membuktikan sampai putusan final di pengadilan soal statusnya.
Untuk itu, mengenai kelanjutan karir politiknya di parlemen usai 2019, Fahri menjawabnya dengan santai. Dia mengaku ingin menjadi marbot masjid usai jabatannya di DPR purnatugas.
“Jadi marbot kan sudah. Partai marbot bahagia namanya,” kata Fahri.
Konflik antara DPP PKS dengan Fahri Hamzah dipicu oleh pemecatan sepihak DPP terhadap Fahri pada 2016. Fahri yang merasa keberatan kemudian menggugat pemecatannya itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Wakil Ketua DPR itu menang pada tingkat pertama.
PN Jakarta Selatan menyatakan secara tegas bahwa pemberhentian Fahri Hamzah sebagai anggota PKS, anggota DPR dan Wakil Ketua DPR RI dalam keadaan status quo (tidak mempunyai kekuatan hukum/tidak berlaku) sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap.
PKS kemudian melakukan upaya banding yang akhirnya ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Atas putusan banding itu, Fahri kini masih berstatus kader PKS, anggota DPR, dan Wakil Ketua DPR.
Namun PKS tetap tak mengakui posisi Fahri tersebut. Tak cuma itu, DPP PKS juga dikenai sanksi imateril dengan membayar denda Rp30 miliar.
PKS kemudian kembali melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi ke MA, dan hingga kini belum ada putusan terkait perkara itu. (end/cnn)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: