BONTANG – Metode tes cepat atau rapid test tengah digencarkan pemerintah saat ini. Ribuan kit pendeteksi covid-19 itu sebagian besar didatangkan dari luar negeri. Tujuannya untuk memetakan warga yang berpotensi terpapar virus korona agar segera dilakukan tindakan pencegahan.
Namun dalam penggunaannya, dikenal istilah false positive dan false negative. Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni dalam rilis Gugus Percepatan Penanganan Covid-19 menjelaskan, false positive atau positif palsu berarti hasil tes cepat menunjukkan reaktif namun tidak tepat menunjukkan adanya infeksi covid-19.
“Kemungkinan ada infeksi virus lain,” ujarnya.
Sementara itu, istilah false negative atau negatif palsu, lanjut Neni, berarti hasil tes tidak menunjukkan adanya reaksi antibodi, padahal virus sudah masuk dalam tubuh. “Hal ini bisa terjadi karena antibodi dalam tubuh baru muncul setelah 6 sampai 7 hari setelah terjadinya infeksi virus,” tambahnya.
Kedua status ini, kata Neni perlu dipertimbangkan untuk deteksi antibodi karena bergantung tingkat validitasnya. Sebab sensitivitas dan spesifitas diagnostik rapid test bervariasi, sehingga menyulitkan interpretasi.
“Hal ini juga terjadi pada PDP (Pasien Dalam Perawatan) Bontang. Rapid test pertama pada 29 Maret hasil negatif. Sehingga diulang pada 14 April hasil reaktif,” jelasnya.
Neni pun turut mengimbau kepada masyarakat Bontang untuk tetap melakukan physical distancing. “Jaga jarak. Menghindari kerumunan, belajar, bekerja, dan beribadah di rumah, serta disiplin menerapkan PHBS (pola hidup bersih dan sehat),” tambahnya. (Zulfikar)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post