SAMARINDA – Pengurangan gaji guru honorer yang mengajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kaltim ternyata berawal dari rekomendasi yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) Perwakilan Kaltim. Karena itu Forum Honorer Pegawai Tidak Tetap (FHPTT) Kaltim akan mendatangi BPK untuk meminta penjelasan di balik kebijakan tersebut.
Ketua FHPTT Kaltim, Wahyudin mengungkapkan, dirinya bersama puluhan guru honorer telah melayangkan surat permintaan hearing dengan BPK. Sedianya pekan ini diselenggarakan pertemuan untuk membahas kebijakan tersebut.
Namun karena BPK memiliki agenda lain, hearing akan ditunda pekan depan. Padahal, kata Wahyudin, pihaknya berharap pertemuan segera diselenggarakan agar FHPTT mendapatkan penjelasan BPK terkait alasan kebijakan pengurangan gaji ribuan guru honorer.
“Saya harap pekan depan BPK agar menginformasikan pada kami supaya pertemuan segera dilaksanakan. Kami sih inginnya cepat diadakan pertemuan itu,” ucap Wahyuddin belum lama ini.
Dia membeberkan, pada 2017, mulai dari gaji guru honorer, pegawai Tata Usaha (TU), dan sekuriti disamakan yakni Rp 1,5 juta per bulan. Namun akhir tahun lalu, para guru mengusulkan adanya kenaikan gaji.
Dalam usulan itu para guru meminta supaya gaji guru honorer, pegawai TU, dan sekuriti dapat dibedakan. Terutama dari jenjang pendidikan seperti gaji guru honorer lulusan D3, D4, S1, S2, hingga pegawai TU dan sekuriti.
“Usulan itu bermaksud menciptakan keadilan bagi guru honorer di semua jenjang pendidikan. Tetapi nyatanya tidak demikian, malah kebijakan ini membawa masalah baru,” jelasnya.
Wahyudin membeberkan, pada Januari 2018 lalu gaji guru honorer untuk jenjang S1 dan S2 masih sama seperti tahun sebelumnya, yakni Rp 1,5 juta. Namun untuk gaji guru honorer dengan jenjang pendidikan D3 dan D4 justru dipotong Rp 150 ribu, atau hanya menerima Rp 1.350.000.
Tak hanya itu, gaji pegawai TU dan sekuriti ikut dikurangi. Jika sebelumnya mendapatkan Rp 1,5 juta, kini hanya mendapat Rp 1,3 juta. “Kalau untuk pegawai TU yang jenjang pendidikannya S1 juga dipotong Rp 50 ribu,” sebut Wahyudin.
Anehnya, kebijakan tersebut dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim tanpa sepengetahuan FHPTT. Ketika FHPTT menanyakan hal tersebut, Disdik justru berdalih kebijakan penurunan gaji sudah mendapat persetujuan Musyawarah Kepala Sekolah (MKS) se-Kaltim.
Untuk memastikan kapan pertemuan dengan BPK dilakukan, Metro Samarinda mencoba bertemu dengan Kepala Perwakilan BPK Kaltim, Cornel Syarif. Sayangnya Cornel yang baru menjabat di tahun ini sedang dalam dinas ke luar daerah. Sementara saat Metro Samarinda mencoba menghubungi, nomor ponselnya tidak aktif. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: