JAKARTA – Pemerintah bakal berusaha lebih keras untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi pada 2018 hanya 5,17 persen. Kunci akselerasi ada pada peningkatan investasi dan ekspor, didukung dengan pengurangan impor melalui substitusi barang. ”Kita terus memperbaiki, menyederhanakan perizinan (investasi, Red) di pusat maupun di daerah,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) di JIExpo kemarin (7/2/2019).
Penyederhanaan perizinan sebenarnya dilakukan pemerintah sejak beberapa tahun lalu. Pada 2016, upaya simplifikasi itu menghasilkan pencabutan 324 regulasi dan revisi 75 regulasi. Namun, ada 19 regulasi yang masih beririsan dengan paket kebijakan ekonomi dari total 20 kementerian/lembaga (K/L). Pada 2017, dengan simplifikasi regulasi, 106 regulasi dicabut, 91 lainnya direvisi, dan 237 regulasi digabung menjadi 30 regulasi dari total 21 K/L.
Namun, penyederhaan peraturan itu belum berpengaruh signifikan pada investasi. Realisasi investasi tahun lalu yang sebesar Rp 721,3 triliun baru mencakup 94,3 persen dari target dan tumbuh hanya 4,1 persen. Penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai Rp 328,6 triliun atau tumbuh 25,3 persen. Berbeda jauh dengan penanaman modal asing (PMA) yang turun 8,8 persen dengan realisasi Rp 392,7 triliun.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan, meski naik tipis, pertumbuhan tersebut disertai dengan pengurangan tiga masalah ekonomi yang krusial. Yakni, kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. BPS mencatat, tingkat penduduk miskin tinggal 9,66 persen pada 2018. Lebih rendah daripada empat tahun sebelumnya yang bertengger pada angka 11 persen. ”Menekan angka kemiskinan hingga di bawah dua digit bukanlah pekerjaan mudah karena pemerintah dihadapkan pada struktur kemiskinan kronis,” terang dia.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menambahkan, untuk mencapai akselerasi pertumbuhan ekonomi, Indonesia harus bisa memanfaatkan bonus demografi. Indonesia saat ini kelimpahan individu-individu usia produktif. Namun, Indonesia yang saat ini masuk lower middle income countries terjebak dalam middle income trap (jebakan kelas menengah). Untuk bisa keluar dari middle income trap, Indonesia harus mengejar pertumbuhan rata-rata 6,8 persen per tahun hingga 2038.
”Ketika bonus demografi itu berakhir pada 2035, 2038, dan seterusnya, akan lebih sulit mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi,” tutur Faisal. Karena itu, percepatan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen harus segera diupayakan dan dicapai. Tujuannya, Indonesia mampu keluar dari middle income trap. (far/rin/c11/oki/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post