SAMARINDA – Nasib ribuan guru honorer setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kaltim kian memprihatinkan. Alih-alih memperoleh kesejahteraan pasca dipindahkan dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi, nasib guru honorer justru kian tak menentu. Di tangan pemerintah provinsi, gaji mereka justru jauh dari standar kata layak, atau Upah Minimum Provinsi (UMP).
Ketua Ikatan Guru Honor Indonesia (IGHI) Kaltim, Wahyudin membeberkan, pada tahun 2017, mulai dari gaji guru honorer, pegawai Tata Usaha (TU), dan sekuriti disamakan, yakni Rp 1,5 juta perbulan. Namun akhir tahun lalu, para guru mengusulkan adanya kenaikan gaji.
Dalam usulan itu, para guru meminta supaya gaji guru honorer, pegawai TU, dan sekuriti dapat dibedakan. Terutama dari jenjang pendidikan seperti gaji guru honorer lulusan D3, D4, S1, S2, hingga pegawai TU dan sekuriti. “Usulan itu bermaksud menciptakan keadilan bagi guru honorer di semua jenjang pendidikan. Tetapi nyatanya tidak demikian, malah kebijakan ini membawa masalah baru,” ujar Wahyudin, belum lama ini.
Ia menjelaskan, pada Januari 2018, gaji guru honorer untuk jenjang S1 dan S2 masih sama seperti tahun sebelumnya, yakni Rp 1,5 juta. Namun untuk gaji guru honorer dengan jenjang pendidikan D3 dan D4 justru dipotong Rp 150 ribu, atau hanya menerima Rp 1.350.000.
Tak hanya itu, gaji pegawai TU dan sekuriti ikut dikurangi. Jika sebelumnya mendapatkan Rp 1,5 juta. Tapi kini hanya mendapat Rp 1,3 juta. “Kalau untuk pegawai TU yang jenjang pendidikannya S1, juga dipotong Rp 50 ribu,” sebutnya.
Anehnya, kata dia, kebijakan tersebut dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim melaui Dinas Pendidikan (Disdik) Kaltim tanpa sepengetahuan IGHI. Menurutnya, saat pihaknya menanyakan hal tersebut, Disdik justru berdalih, bahwa kebijakan penurunan gaji sudah mendapat persetujuan Musyawarah Kepala Sekolah (MKS) se-Kaltim.
Wahyudin sendiri mengaku belum mendapat informasi terkait itu. Terutama dari MKS. Baginya, sebelum kebijakan tersebut diambil, MKS seharunya berkoordinasi dan mendiskusikannya, paling tidak dengan IGHI sebagai wadah dan perwakilan guru honorer. “Supaya kami memberikan masukan dan sanggahan. Kalau seperti ini sama saja mengeluarkan kebijakan yang berakhir kekecewaan dan duka,” katanya.
Disinggung mengapa kebijakan tersebut berakhir duka, Wahyudin menyebut, semua guru honorer, pegawai TU, dan sekuriti sebelum menerima gaji sudah berlomba-lomba berhutang untuk menutupi sewa rumah, kredit motor, operasional harian, hingga kebutuhan rumah tangga.
“Karena dua bulan (Januari dan Februari) gaji kami ditunda pemprov. Kalau tidak hutang, pada siapa lagi kami dapat gaji? Sebab hanya dari gaji itu kami menutupi seluruh keperluan kami,” katanya.
Atas dasar itu, dirinya meminta gubernur memenuhi janjinya meningkatkan gaji guru honorer. Pasalnya, pada Rapat Kerja (Rakor) Pendidikan Kaltim, Awang Faroek Ishak pernah menjanjikan gaji guru honorer minimal Rp 2 juta.
“Kenyataannya tidak begitu. Kami berharap gubernur mengambil kebijakan, gaji guru honorer yang jenjang pendidikannya S1 dan S2 disesuaikan dengan UMP. Sedangkan pegawai TU dan sekuriti ditingkatkan jadi Rp 1,7 juta,” sarannya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: