SAMARINDA – Janji penambahan gaji guru honorer di SMA/SMK Negeri oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim sepertinya tidak sesuai harapan. Pasalnya, penambahan gaji sebesar Rp 700 ribu setiap bulan hanya akan dibayar selama empat bulan.
Padahal pada Maret 2018 lalu, pemprov melalu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kaltim berjanji akan merealisasikan penambahan gaji guru honorer selama satu tahun. Hal itu dilakukan untuk menyesuaikan gaji para pengajar itu dengan Upah Minimum Regional (UMR).
Sebab selama 2018 ini, setiap guru honorer yang mengajar di SMA/SMK Negeri menerima gaji sebesar Rp 1,5 juta per bulan. Artinya, dengan penambahan Rp 700 ribu tersebut, gaji guru honorer diharapkan tidak terlampau jauh dengan standar UMR.
Besaran gaji tersebut mulai diberlakukan semenjak wewenang penggajian dialihkan pada Pemprov Kaltim. Sebelumnya, guru honorer SMA/SMK Negeri berada dalam tanggung jawab pemerintah kabupaten dan pemerintah kota.
Ketua Umum Forum Sahabat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Honorer (FORSA-PTKH) Kaltim, Abdul Samad menuturkan, pihaknya mendapat angin segar dari janji Dikbud yang ingin menambah gaji guru honorer tersebut. Namun janji itu urung ditunaikan.
“Sebenarnya itu sangat mengecewakan kami. Padahal waktu pertemuan awal kami dengan Dikbud pada 12 Maret, mereka mengakui dananya sudah ada. Waktu itu kami mau dibantu sekitar Rp 500 ribu per bulan,” ungkap Samad, Jumat (14/8) kemarin.
Sedangkan sisanya, diakui berasal dari anggaran yang dikucurkan DPRD Kaltim. Nilanya, setiap guru mendapat sebesar Rp 200 ribu per bulan. Pada 23 Juli lalu, Kepala Dikbud Kaltim Dayang Budiati mengaku, telah menyediakan anggaran sebesar Rp 30 miliar untuk menambah gaji guru honorer yang jumlahnya sekira 5.000 orang.
Namun belakangan, ketika diadakan pertemuan lanjutan dengan wakil rakyat di Gedung Karang Paci pada 12 Maret lalu, Dikbud Kaltim hanya menyediakan anggaran Rp 2,8 miliar. Dana tersebut didapatkan dari Anggaran Pendapatan dan Balanja Daerah (APBD) Perubahan 2018.
“Ternyata kami hanya di-PHP. Itu hanya janji-janji manis dan angin segar. Ternyata tidak sesuai harapan. Sikap kami sebagai organisasi yang menaungi guru honorer ini, tentunya kami belum menerima apa yang disampaikan Dikbud,” tegasnya.
Sejatinya, dalam pertemuan dengan Komisi IV DPRD Kaltim tersebut, Samad beserta puluhan pengurus FORSA-PTKH menginginkan dipertemukan langsung dengan Dayang Budiati selaku kepala dinas.
Namun pada kenyataannya, Dayang hanya mengurus pejabat teras bawah yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan. “Padahal menurut kami, ini sangat penting sekali untuk dijelaskan. Prosesnya seperti apa sehingga tidak sesuai dengan janji awal?” tanyanya.
Karena itu, Samad meminta diadakan pertemuan lanjutan antara FORSA-PTKH, Dikbud, dan DPRD Kaltim. Waktu pertemuan tersebut masih dalam proses koordinasi dan penentuan jadwal.
“Kami harap segera diadakan pertemuan. Kami ingin kepala dinas yang datang dalam pertemuan nanti. Karena hanya beliau yang bisa menjawab masalah ini,” ucapnya.
Demi mengonfirmasi tuntutan tersebut, Metro Samarinda mencoba menghubungi Kepala Dikbud Kaltim, Dayang Budiati. Namun hingga berita ini terbit, perempuan berjilbab itu tidak meresponnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post