Kalangan Ibu Rumah Tangga (IRT) dan para pedagang-pedagang rumah makan ikut merasakan dampak dari naiknya harga beras. Pasalnya, kenaikan ini bersentuhan langsung dengan keseharian mereka.
Jumi misalnya, warga Berebas Tengah ini mengaku kelimpungan atas kenaikan harga beras ini. Karena selain menambah beban dalam mengatur keuangan untuk urusan dapur, juga berdampak pada keuangan keluarga.
“Natal dan tahun baru kemarin telur, ayam, dan sembako lainnya pada naik. Sekarang, beras lagi yang naik. Padahal kami ini cuma rakyat kecil yang hidup pas-pasan. Harusnya jangan dinaikkan terus,” keluh Jumi.
Belum lagi masalah anak sekolah kata dia, jika semua bahan pokok naik, maka biaya untuk pendidikan anak-anaknya pun juga ikut berdampak. “Biasanya yang uangnya dipakai anak sekolah, malah banyak dipakai untuk beli kebutuhan dapur,” sebutnya.
Selain IRT, pedagang warung-warung nasi pun ikut merasakan dampak kenaikan harga beras ini. Suri misalnya, pedagang nasi kuning ini mengaku akibat dari naiknya harga beras ini, dia pun akhirnya ikut menaikkan harga jualannya. Dari yang awalnya per bungkusnya dia jual Rp 13 ribu, kini menjadi Rp 15 ribu.
“Kalau tidak dinaikkan, untungnya tipis sekali,” bebernya.
Dia pun berharap agar kondisi harga ini bisa kembali stabil seperti semula. Bahkan tidak hanya beras saja, tetapi juga bahan-bahan pokok lainnya. “Kalau bisa sembako yang lainnya ikut turun juga,” tukasnya. (bbg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: