bontangpost.id – Mahalnya harga cabai rawit dikarenakan pasokan untuk pedagang Kota Bontang terbatas. Kabid Ketahanan Pangan, Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, dan Pertanian (DKP3) Debora Kristiani membenarkan adanya selisih antara ketersediaan dengan kebutuhan.
Kurun dua hari ini ketersediaan hanya 6,13 ton. Sementara kebutuhan berjumlah 6,72 ton. Terpaut 0,59 ton. Umumnya pasokan ini berasal dari wilayah Jawa dan Sulawesi. “Suplai dari luar yang didatangkan biasanya itu tidak ada. Daerah penghasil mengalami gagal panen,” kata Debora.
Sementara untuk produk petani lokal pun terbatas. Hanya 20 persen dari kebutuhan. Belum lagi kualitas hasil panen petani lokal juga tidak sebanding produk kedua wilayah pemasok. Pasalnya, Kota Taman beberapa hari ini kerap dilanda hujan. Lahan produksi cabai rawit di Bontang sebagian besar diambil dari Bontang Lestari.
“Budidaya cabai rawit kalau hujan panennya agak terganggu. Biasanya kalau tidak berjamur ya busuk. Cuaca memang mempengaruhi produksi,” ucapnya.
Oleh sebab itu, Bontang sangat bergantung dari pasokan dari wilayah penghasil cabai rawit lainnya. Menurutnya jika suplai lancar dalam waktu dekat maka otomatis harga juga kembali stabil.
Sebelumnya, Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan (Diskop-UKMP) memantau harga jual eceran cabai rawit berkisar 100-120 ribu rupiah tiap kilogramnya. Kondisi ini telah terjadi selama sepekan ini. Pedagang Pasar Citra Mas Loktuan Husni mengaku menjual seharga Rp 100 ribu per kilogramnya. Ia menyetok cabai rawit tiap hari.
Biasanya jumlah pasokan yang diambil 15-20 kilogram. Sebelum terjadinya kenaikan harga. Imbas dari kondisi itu, kapasitas penyetokkan diturunkan. Sebab durasi keawetan hanya tiga hari. Jika memilih jumlah pasokan skala tinggi takut cabai membusuk.
“Belakangan ini saya ambil hanya 10 kilogram. Karena pembelinya sedikit. Rata-rata pembeli hanya mengambil setengah ons,” ucapnya.
Sementara Tim Survei Panel Harga dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Abdul Karim mengatakan kenaikan harga dipicu jumlah pasokan yang terbatas. Akibat daerah penghasil mengalami gagal panen akibat diterjang banjir.
“Pemasokan dari Samarinda kurang. Hanya cukup untuk wilayah mereka saja. Akibatnya pendistribusian ke daerah lain seperti Bontang sedikit,” kata Abdul Karim.
Saat ini, produk yang ada di pedagang ialah hasil panen pedagang lokal. Kondisi besarannya pun tak jauh berbeda alias terbatas. Hanya tiga karung berkisar 75-150 kilogram per harinya. Angka itu kemudian disebar ke tiga pasar yang ada di Bontang.
Namun cabai lokal ini justru dijual 110-120 ribu rupiah per kilogram. Ia menjelaskan perbedaan produk lantaran hasil panen pedagang lokal lebih segar. Pendistribusiannya juga cepat karena langsung menuju pasar. Tanpa melewati durasi pengirimannya yang lebih jauh. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post