PEMBANGUNAN Hotel Primebiz dan Masjid Kinibalu yang beberapa bulan lalu mendapat penolakan dari warga Samarinda, kembali mendapat sorotan Calon Gubernur Kaltim nomor urut 3, Isran Noor. Jika nanti dilantik menjadi gubernur, Isran tetap kukuh menghentikan dua proyek yang dicanangkan di masa kepemimpinan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak tersebut.
Ditemui awak media di kediamannya di White House, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda, Jumat (6/7) kemarin, calon gubernur yang diusung Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN) itu memastikan bahwa dua proyek tersebut dianggap belum bermanfaat bagi masyarakat Benua Etam.
“Saya melihatnya, Hotel Syariah yang ada di samping Masjid Islamic Center dan rencana pembangunan masjid di Kinibalu itu, rasa-rasanya persentasenya lebih banyak akan dibatalkan. Jadi enggak usahlah,” katanya.
Terkait pembangunan hotel, Isran berpendapat, tidak pernah ada satu pun hotel di Indonesia yang dibangun berdampingan dengan masjid. Menurutnya, hanya ada di Mekkah dan Madinah, hotel dapat dibangun berdekatan dengan masjid.
“Kecuali masjid itu dibangun setelah ada hotel. Di beberapa daerah, sudah ada seperti itu. Tetapi ini kan masjid sudah ada, kawasannya khusus untuk Islamic Center, dibangun hotel, lalu hotelnya itu dibangun namanya syariah. Mana ada syariah,” tegasnya.
Sebelum menghentikan proyek tersebut, mantan Bupati Kutai Timur itu akan terlebih dulu melakukan evaluasi. Dia berpendapat, seharusnya lahan tersebut dikhususkan untuk mantan karyawan PT Inhutani.
“Banyak hal yang dipertimbangkan di sana. Itu kan lahan miliknya Kementerian Kehutanan yang diserahkan pada PT Inhutani. Di sana banyak masyarakat atau warga eks karyawan Inhutani. Yang tinggal di sana juga belum diperhatikan. Harusnya itu yang lebih prioritaskan,” ucapnya.
Isran merasa kasihan dengan puluhan mantan karyawan PT Inhutani yang telah bekerja puluhan tahun di perusahaan perkayuan tersebut. Jika nanti lokasi tersebut dibangun hotel, kemungkinan besar bangunan warga akan terkena dampak.
“Kan kasihan mereka yang bekerja puluhan tahun di sana. Bisa terusir. Termasuk status perumahan yang di Loa Bakung. Itu kan hak guna bangunan. Itu harus diselesaikan. Jangan itu tidak diselesaikan. Itu salah satu yang akan segera kita evaluasi dan perjuangkan,” sebutnya.
Terkait Masjid Al-Faruq atau Masjid Pemprov Kaltim, kata dia, pembangunan masjid tersebut telah mendapat reaksi penolakan dari masyarakat setempat. Karenanya, lapangan tersebut mestinya dikembalikan seperti sedia kala.
“Konsepnya begini, lapangan itu bisa dikembalikan. Atau dibuat sedemikian rupa yang masyarakat suka. Sejarahnya sudah lama itu Lapangan Kinibalu. Sempat kumain bola di situ,” ucapnya.
Disinggung kemungkinan adanya pelanggaran dan Commitment Fee antara pemerintah dan pihak swasta dalam pembangunan masjid dan hotel tersebut, Isran berkilah, dirinya tidak mempunyai keinginan untuk mendalami kasus di balik dua proyek tersebut.
“Kalau misalnya ada kejanggalan atau mark-up, itu bukan urusan aku. Aku enggak mau urusin itu. Itu ranahnya sudah hukum. Kalau ada ya. Mudah-mudahan enggak ada ya. Biarkan aparat hukum yang akan bekerja untuk itu. Lebih baik nanti fokus evaluasi saja,” katanya.
Di samping itu, Isran juga menyinggung sejumlah proyek daerah yang diinisiasi Awang Faroek Ishak. Kata dia, ada banyak proyek yang dilaksanakan selama kepemimpinan Awang yang perlu dievaluasi.
“Memang diharuskan dilakukan audit terhadap proyek-proyek yang ada itu. Sudah ada prosedurnya. Saya akan mengevaluasi apa manfaatnya, prioritas atau bukan prioritas, perlu dilanjut atau tidak dilanjut. Jadi pengertianya bukan saya menghentikan proyek. Tidak. Kita evaluasi saja,” sebutnya.
Dia mencontohkan, di masa kepemimpinan Awang, proyek jalan tol telah menghabiskan sedikitnya anggaran Rp 8 triliun yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Padahal, pada umumnya proyek jalan tol tidak boleh sepenuhnya dibebankan pada anggaran daerah.
“Seperti juga pemerintah pusat membangun infrastruktur di Pulau Jawa. Itu maksud saya. Jalan tol itu, mana ada dibangun dari APBD. Itu semua dana BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dari dana pusat dan swasta. Enggak ada menggunakan dana APBD,” ujarnya.
Pun demikian dengan pembangunan Bandara APT Pranoto yang dinilai telah menghabiskan anggaran Rp 1 triliun dari APBD. Menurut dia, cara penganggaran yang demikian tidak tepat sasaran.
“Itu yang ingin saya evaluasi. Karena APBD itu harusnya murni haknya masyarakat. Jadi pengertian evaluasi ini, bukan menghentikan. Karena sudah terbangun, kita evaluasi bagaimana solusinya. Kita serahkan pada gubernur yang sedang berkuasa. Silakan dievaluasi,” tuturnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post