Jatam Minta Izin PT TPS Dicabut 

SAMARINDA – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mendesak Gubernur Kaltim Isran Noor segera mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT Trias Patriot Sejahtera (TPS). Pasalnya, perusahaan tersebut dinilai tak menjalankan kewajiban penutupan lubang eks tambang yang mereka miliki.

Tidak ditutupnya lubang tambang perusahaan yang terletak di Desa Rapak Lambur, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) itu membawa petaka bagi warga. Pada 22 Oktober lalu, Alif Alfaroci (16) ditemukan tidak bernyawa di bekas tambang tersebut.

Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang mengatakan, lubang tambang itu sejak awal telah dinilai berpotensi memakan korban jiwa. Sebab di areal lubang itu tidak terdapat rambu-rambu peringatan bahaya, pos sekuriti, dan pagar pelindung.

Sehingga warga sekitar dengan mudah mengakses lubang seluas satu hektare itu. Warga kerap memanfaatkannya untuk mandi, mencuci pakaian, dan irigasi persawahan ketika musim kemarau.

“Dengan dalih itu perusahaan dengan leluasa meninggalkan tanggung jawab penutupan lubang tambang miliknya. Padahal dengan alasan apapun, tindakan itu tidak dapat dibenarkan. Karena mengancam keselamatan warga sekitar,” tegasnya, Selasa (23/10) kemarin.

Rupang menegaskan, pembiaran lubang bekas aktivitas tambang telah melanggar Paraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. “Di mana pemegang IUP atau IUPK setelah melaksanakan operasi produksi wajib melaksanakan reklamasi. Paling lambat terhitung 30 hari kalender,” jelasnya.

Jatam menilai, lubang tambang dengan kedalaman antara 7 meter hingga 8 meter itu telah merampas ruang bermain anak-anak. Pasalnya antara areal pemukiman dan pertambangan hanya berjarak sekira 50 meter.

Padahal Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 4 tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara menyebutkan, permukiman dan areal pertambangan harus berjarak minimal 500 meter.

Atas dasar itu, hasil audit dan evaluasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim pada 2012 menunjukkan, PT TPS dan 13 perusahaan tambang lainnya mendapat bendera merah atau kategori buruk. Sejatinya sejak mendapatkan predikat itu, pemerintah dapat mencabut izin perusahaan tersebut.

“Namun faktanya perusahaan ini melenggang begitu saja. Tidak melakukan perbaikan serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai yang diamanatkan Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba serta Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,” sebutnya.

Karenanya, selain mendesak pemerintah mencabut IUP perusahaan, Jatam juga meminta Gubernur Kaltim Isran Noor beserta kepolisian menetapkan PT TPS sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kematian Alif Alfaroci.

Perusahaan dituntut tidak hanya memberikan santunan. Tetapi juga bertanggung jawab di depan hukum atas pembiaran lubang tambang tersebut. “Tali asih tidak menghilangkan tindak pidananya. Oleh sebab itu kami mendesak Kapolda Kaltim memproses kasus ini secara profesional dan transparan,” imbuhnya.

Rupang juga mendesak pemerintah menetapkan PT TPS sebagai perusahaan yang masuk dalam daftar hitam. “Pemprov wajib memblokir dan tidak memberikan pelayanan kepada perusahaan ini sampai mereka mempertangungjawabkan kasus ini di pengadilan,” sarannya. (*/um)