SAMARINDA-Masa reses yang bertepatan dengan kampanye pemilu 2019 berpotensi disalahgunakan anggota dewan. Sebab sebagian besar wakil rakyat, baik di DPRD Kaltim maupun DPRD Samarinda, tercatat mencalonkan diri di pemilihan legislatif (pileg).
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Samarinda, Abdul Muin mengatakan, pihaknya akan menindak setiap wakil rakyat yang terindikasi melakukan kampanye waktu reses. Pasalnya, kegiatan tersebut dibiayai negara melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Pengawasan akan dilakukan di tingkatan kelurahan atau lokasi yang digunakan untuk kegiatan reses. Dalam waktu dekat, Muin akan berkoordinasi dengan pengawas di tingkat kelurahan untuk meningkatkan pengawasan di Kota Tepian.
“Kami punya pengawas di kelurahan. Mereka akan mengawasi itu. Kalau reses itu sudah pasti menggunakan uang negara. Jadi apapun alasannya, anggota dewan tidak boleh melakukan kampanye,” tegasnya, Senin (29/10) kemarin.
Jika anggota dewan terbukti melakukan kampanye pada waktu menyerap aspirasi di masyarakat tersebut, Bawaslu tidak segan memberhentikan kegiatan. Kemudian yang bersangkutan akan diproses sesuai undang-undang kepemiluan.
“Kalau itu terbukti melanggar aturan, tentu kita kembalikan pada mekanisme yang berlaku. Tergantung pelanggaran yang dilakukan. Sanksi yang diberikan bisa administratif. Bisa juga dalam bentuk peringatan,” tuturnya.
Bawaslu belum mendapatkan laporan dari pemerintah dan DPRD terkait pelaksanaan reses. Sehingga pihaknya belum menemukan pelanggaran yang dilakukan anggota dewan di masa reses.
“Saya juga baru tahu hari ini (kemarin, Red.) ada reses dari anggota dewan. Kami akan secepatnya melakukan koordinasi,” ucap Muin.
Ketua Bawaslu Kaltim, Saipul mengatakan, kampanye waktu reses dapat melanggar pasal 304 ayat (1) Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Disebutkan dalam pasal tersebut, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, pejabat daerah, dilarang menggunakan fasilitas negara.
Sementara di pasal 304 ayat (2) huruf a diterangkan, fasilitas negara yang dimaksud yakni sarana mobilitas seperti kendaraan dinas pejabat negara, kendaraan dinas pegawai, dan alat transportasi dinas lainnya.
“Sanksinya bisa pidana dan sanksi administrasi. Sanksi administrasi itu bisa berupa peringatan dan diingatkan untuk tidak melakukan kampanye. Kalau sanksi pidana, akan langsung diproses,” jelasnya.
Karenanya, Saipul meminta anggota dewan memisahkan kegiatan kedewanan dan kampanye selalu calon legislatif (caleg).
“Artinya, setiap anggaran dari APBD/APBN yang digunakan untuk tugas negara, tidak boleh dipakai untuk kampanye,” imbuhnya.
Anggota DPRD diminta menjalankan reses tanpa disertai dengan kampanye berupa permintaan kepada masyarakat untuk memilihnya. Kampanye juga dapat berupa penyampaian visi, misi, dan program.
“Bisa juga disebut kampanye kalau anggota dewan membawa baliho dan spanduk. Atau membagikan kaos dan stiker. Itu enggak boleh,” tegasnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post