Keberadaan THM Minta Dikaji Ulang

PERLU PENGAWASAN: Keberadaan THM di Samarinda diduga kerap menjadi tempat berbisnis obat-obat terlarang hingga tempat transkasi esek-esek. Pemkot diminta untuk tegas menerapkan perda terkait itu.(DOK/METRO SAMARINDA)

SAMARINDA – Menjamurnya tempat hiburan malam (THM) di Kota Tepian mendapat sorotan tajam dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda. Apalagi, hampir semua THM yang beroperasi selama ini dinilai dijadikan tempat menjual minuman keras (miras), transaksi narkoba, hingga bisnis esek-esek.

Ketua MUI Samarinda, M Zaini Naim menilai, disadari atau tidak keberadaan THM memberi dampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Terutama dari kalangan anak muda di Kota Tepian. Untuk itu, ia pun menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang keberadaan THM di Samarinda.

Bahkan ia menyarankan dengan banyaknya mudarat yang didapatkan dari bisnis dunia malam, maka sebaiknya Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mengambil langkah tegas dengan menutup semua THM. Pasalnya, keberadaan THM kerap dijadikan tempat transaksi bisnis esek-esek.

“Sebenarnya THM itu tidak dilarang asal tidak melanggar aturan negara dan agama. Terutama bagi perempuan dan laki-laki yang bukan mahramnya. Dan yang terpenting Samarinda harus bebas dari miras,” tegas Zaini, saat disambangi awak media di kediamannya Jalan Pelita 4, Jumat (10/8) kemarin.

Zaini menuturkan, sejak ia masih menjadi anggota DPRD ia kerap menekankan Samarinda harus bebas dari miras. Sebab dirinya memandang miras lebih banyak dampak negatifnya daripada positifnya.

“Terlebih mereka yang mengonsumsi barang haram itu bisa hilang akal sehat hingga hilangkan nyawa orang lain. Dan siapa saja sebagai umat beragama yang baik, tidak diperbolehkan meminum miras,” katanya.

Untuk itu, ia meminta agar Pemkot Samarinda dapat menindak tegas para pelaku yang menjual miras. Terutama para instansi atau lembaga yang menegakan peraturan daerah (perda), harus mengusut penjual miras hingga ke distributornya. Karena yang selama ini terjadi para penegak perda hanya merazia para penjual miras, namun tidak mengusut langsung ke distributornya.

“Itu kapan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) dan kepolisian menangkap mereka (distributor miras, Red.), padahal sudah ada perdanya. Penegak hukum harus kerja keras. Kalau hanya inspeksi mendadak (sidak) saja itu tidak efektif, kalau bukan distributornya langsung yang ditindak. Kasihan masyarakat kecil,” ucapnya.

Kendati demikian, ia tak mengelak, jika THM menjadi salah satu penyumbang pendapatan asli daerah (PAD) di Samarinda. Walaupun tempat tersebut sekaligus kerap menjadi tempat berbisnis esek-esek dan berjualan miras.

Meski begitu, ia menekankan perlunya pengawasan terhadap aktivitas THM di Kota Tepian untuk mengurangi tindak kejahatan dan menciptakan Samarinda yang nyaman dan aman.

“Distributor dan kafe pinggir jalan yang menjual miras juga harus ditindak. Jangan hanya yang di THM. Selama ini banyak tempat yang tidak terpantau aparat hukum dan menajadi sarang untuk menjual miras. Tidak akan terwujud misi kota ini menjadi teduh rapi aman dan nyaman selama tidak ada pengawasan yang benar dari penegak hukum,” pungkasnya. (*/dev)

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version