SAMARINDA – Penggabungan sementara SDN 006 dan SDN 007 Samarinda masih menyisakan masalah. Keputusan bersama antara DPRD, kepala sekolah, pemerintah kota (pemkot), dan pemerintah provinsi (pemprov) tersebut tak kunjung dijalankan. Terbukti, SMAN 16 masih belum menempati gedung SDN 006 Samarinda.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Abdurrahman Alhasni mengatakan, kunci penyelesaian masalah tersebut berada di tangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim serta Pemkot Samarinda.
“Sementara ini kan penyelesaiannya sepihak saja. Harusnya, Disdikbud Kaltim dan Kota Madya itu duduk bersama. Panggil perwakilan orang tua SDN 006 dan SDN 007 plus dengan kepala sekolah dan gurunya. Juga libatkan SMAN 16,” sarannya, Selasa (25/9) kemarin.
Menurut dia, penyelesaian masalah tersebut harus segera dilakukan demi masa depan para pelajar di tiga sekolah itu. Apabila dibiarkan, maka akan mengganggu aktivitas belajar siswa.
“Betul saja kemarin sudah ada rapat bersama dan pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah itu. Tetapi kan tindak lanjutnya enggak ada. Kalau ada niat baik, ayo duduk bersama,” ucapnya.
Dengan mengedepankan musyawarah, lanjut Alhasni, silang sengkarut yang telah berlangsung beberapa pekan itu dapat diselesaikan. Caranya, setiap masalah yang dituntut, dicatat dan didengarkan oleh pemerintah.
Kemudian, pemprov beserta pemkot memberikan pengertian atas tuntutan dan masukan dari semua pihak. Dari situ, tindak lanjut dapat dilakukan untuk menampung tuntutan beragam pihak yang berkepentingan di balik masalah tersebut.
“Solusi penggabungan itu hanya sementara. Kalau misalnya dibutuhkan sekolah baru, bisa dianggarkan di APBD 2019. Nanti pemkot juga menganggarkan untuk membangun gedung baru yang representatif,” katanya.
Dalam jangka panjang, Alhasni menekankan, Disdikbud Kaltim perlu melakukan evaluasi menyeluruh terkait penambahan sekolah di Benua Etam. Setiap penambahan SMA/SMK harus ditunjang dengan sarana dan prasarana.
“SMA dan SMK ditambah terus. Tetapi tidak membangun sarana dan prasarana. Kapasitas gedung yang dibutuhkan anak-anak itu tidak sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Apalagi setiap tahun, jumlah siswa terus berkembang,” katanya.
Selain itu, zonasi sekolah belum sepenuhnya mempertimbangkan ketersediaan dan keseimbangan antara kuantitas sekolah dan perkembangan jumlah pelajar. Dia mencontohkan, di Samarinda Seberang daya tampung sekolah tidak beriringan dengan jumlah murid.
“Misalnya ada 500 murid, daya tampung sekolah hanya 300 murid. Ke mana akan ditampung sisanya 200 murid itu? Apalagi zona A tidak boleh masuk ke zona B. Ini semua mencelakakan pendidikan kita,” ujarnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: