SANGATTA – Dinas Perkebunan Kutim menilai pengembangan komoditi penyangga tak bisa dianggap remeh. Pasalnya komoditi ini dapat menopang saat produk utama tengan mengalami kelesuan.
Sekretaris Disbun Kasiyanto menjelaskan, pertumbuhan pada sektor sawit memang mulai pesat. Bisa dilihat dari bertambahannya luas kawasan penghasil Crude Palm Oil (CPO) itu. Sekarang memang mulai dikembangkan komoditi lain, agar saat nilai jual sawit turun maka tanaman perkebunan tersebut bisa jadi penopang. Paling tidak bisa sedikit menutupi kerugian yang didapat petani. Selain itu tanaman penyangga bisa menjadi salah satu harapan saat tanaman utama terserang hama atau penyakit.
“Lahan sawit kini mencapai 500.000 Hektare. Mulai lahan kebun inti, pola kemitraan hingga lahan swadaya (modal sendiri),” terang Kasiyanto di Ruang Kerjanya, Bukit Pelangi, Sangatta, Kamis (21/2) lalu.
Adapun tanamanan yang tengah giat disampaikan ke petani yakni karet. Di Kutim kebun karet baru mencapai 4.000 Ha. Selanjutnya kakao, ada juga lada dan vanili yang nanti ditanam menggunakan konsep tumpang sari. Untuk lada sendiri, di Kutim sudah berhasil menghasilkan 100 ton per tahun. Sentra komoditi yang dikenal lada putih ini ada di Kecamatan Batu Ampar.
“Tidak susah menjualnya, karena karet, kakao hingga lada pembeli yang akan datang sendiri, seperti dari samarinda hingga Banjarmasin,” ungkapnya.
Memang diakuinya untuk tanaman karet nilai jual masih rendah. Hal itu disebabkan kurangnya peningkatan kualitas produk. Para petani hanya menjual dalam bentuk LUMP atau karet mentah, berbeda jika sudah menjadi karet setengah matang.
“Petani sudah banyak tua-tua, jadi olahannya hanya Lump yang per kilogram dihargai Rp 13.000, tapi jika dijual di posisi setengah matang harga bisa mencapai Rp 43.000 per kilogram,” sebutnya.
Pria berkacamata ini juga mengungkapkan, jika konsep tumpang sari dijalankan dengan benar maka sangat banyak manfaat yang diperoleh para petani, mulai dari penghematan pupuk hingga terintegrasi dengan pengembangan perternakan.
“Pakan tertenak dan pupuk bisa dari situ. Mulai dari daun kakao yang dipotong bisa untuk pakan kambing, lalu kotoran kambingnya bisa jadi pupuk kompos, Itu sudah diterapkan di Kecamatan Karangan,” tuturnya. (hd)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: