SAMARINDA – Pemerintah pusat melalui PT Pertamina telah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi jenis pertamax series, dex series, dan biosolar non-public service obligation (PSO). Sementara itu, harga BBM jenis premium, biosolar PSO, dan pertalite tidak akan dinaikkan oleh pemerintah.
Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Aji Sofyan Effendi mengatakan, kenaikan harga BBM nonsubsidi tersebut mengikuti tren kenaikan harga minyak di pasar global.
Sejak awal, pemerintah pusat telah mengambil kebijakan bahwa perubahan harga BBM nonsubsidi bergerak sesuai mekanisme pasar dunia. Jika harga minya dunia naik, maka harga di tingkat nasional juga akan ikut terkerek.
Karenanya, dia mengingatkan pada masyarakat agar tidak panik dengan perubahan harga BBM tersebut. Pasalnya, BBM nonsubsidi hanya digunakan kalangan menengah ke atas.
“Kalau benar ini akan naik, maka tentu BBM nonsubsidi hanya digunakan untuk kendaraan yang dimiliki kalangan menengah ke atas. Artinya, dampak secara ekonimi sih tidak terlalu berbahaya,” jelasnya, Rabu (10/10) kemarin.
Kenaikan harga BBM nonsubsidi tersebut, lanjut dia, justru akan berefek positif bagi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena pemerintah pusat tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk menyubsidi BBM nonsubsidi.
“Tentu ini akan mengurangi defisit APBN. Akan mengurangi alokasi anggaran dengan dinilai ratusan triliun,” jelasnya.
Guru besar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unmul itu berpendapat, efek buruk kenaikan harga BBM akan benar-benar terasa jika yang dinaikkan pemerintah adalah BBM subsidi.
Sebab pada umumnya, BBM jenis itu digunakan kalangan menengah ke bawah. Pergerakan harga BBM subsidi akan berimbas pada perekonomian di beragam sektor.
“Karena digunakan oleh gojek, kendaraan umum, termasuk orang-orang yang menggunakan premium,” ucapnya.
Sementara untuk perusahaan kecil, kenaikan harga BBM nonsubsidi masih dapat dijangkau. Sebab hanya 30 persen hingga 40 persen biaya produksi perusahaan, pada umumnya berasal dari biaya transportasi.
Ketika kenaikan harga BBM nonsubsidi tersebut diumumkan pemerintah pusat, pada awalnya para pengusaha akan meresponnya secara negatif. Namun seiring waktu, pengusaha akan dapat menyesuaikannya.
“Tetapi kalau premium dan solar yang naik, maka itu akan membahayakan perusahaan besar. Karena umumnya mereka menggunakan BBM jenis itu. Kalau BBM nonsubsidi, tidak akan ada dampak signifikan bagi perekonomian,” katanya.
Karena itu, kenaikan harga BBM nonsubsidi tersebut tidak akan berdampak pada inflasi. Terlebih perubahannya masih dapat dijangkau konsumen dari kalangan ekonomi menengah ke atas.
“Saya pastikan kenaikan harga BBM nonsubsidi itu tidak akan mengubah harga sembilan bahan pangan. Karena transportasi dan produksi kebutuhan pokok itu menggunakan premium,” tutupnya.
Diketahui, External Communication Manager PT Pertamina, Arya Dwi Paramita mengatakan, penyesuaian harga BBM jenis pertamax, pertamax turbo, dexlite, pertamina dex, dan biosolar non-PSO merupakan dampak dari harga minyak mentah dunia yang terus merangkak naik.
“Di mana saat ini harga minyak dunia rata-rata menembus 80 dolar per barel. Di mana penetapannya mengacu pada Permen ESDM nomor 34 tahun 2018 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran BBM,” jelas Arya dalam keterangan tertulisnya.
Lebih lanjut, atas ketentuan tersebut, maka Pertamina menetapkan penyesuaian harga. Di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, harga pertamax Rp 10.400 per liter, pertamax turbo Rp 12.250 per liter, pertamina dex Rp 11.850 per liter, dexlite Rp 10.500 per liter, dan biosolar non-PSO Rp.9.800 per liter. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: