Jadi Tukang, Kuliahkan 3 Anak dan Umrohkan Istri
MUHAMMAD Arief Alias Empang (51) Warga Sangatta Selatan ini laik kiranya menjadi panutan banyak orang. Pasalnya, ketiga anaknya bisa menempuh perguruan tinggi hingga lulus hanya dengan menjadi tukang rumah biasa. Bahkan, Bulan April 2017 ini kembali memberangkatkan istri tercintanya, Hamidah (45) ke tanah suci menunaikan ibadah umroh.
Dhedy, SANGATTA
Warga asal Kecamatan Sangkulirang ini, bukanlah orang yang berada. Dirinya hanya mengandalkan niat, kerja keras, dan tujuan hidup untuk meraih mimpi. Dengan niat yang lurus, bersih, dan terarah, dirinya yakin semua yang diimpikan bisa terwujud dengan mudah. Tentunya tidak cukup sampai di situ, akan tetapi diseimbangkan dengan kerja keras dan perjuangan. Ditambah memiliki tujuan hidup antara dunia dan akhirat.
Tiga hal inilah wajib berjalan beriringan perumpama filosofi jauh tak berjarak dekat tak bersentuhan. Atau dalam islam, menyelaraskan antara ihtiar, takdir, dan tawakkal. Jika prinsip ini digenggam dengan erat, bapak lima cucu itu yakin cita-cita suci di dunia dan akhirat akan terwujud seperti mengalirnya air di sungai.
“Alhamdulillah Allah selalu memberikan jalan dan rezeki kepada kami. Tak niat berbangga, meskipun hanya menjadi tukang kami bisa hidup bahagia. Semua anak saya sudah selesai kuliah semua. Insya Allah, jika Allah berkehendak, bulan ini istri saya akan menunaikan umroh,” ujar pria humoris itu.
Berkat kesabarannya itu, sejak muda dirinya sudah mampu memiliki tempat tinggal sendiri. Begitupun ketiga anaknya juga mengikuti jejak sang ayah. Anak pertama membangun rumah di Sangatta Utara, sedangkan anak kedua dan ketiga Abu Aghwa dan Endang Mustika Sari membangun rumah di Sangatta Selatan. Semuanya pun saat ini sudah bekerja di sebuah perusahaan dan rumah sakit di Kutim.
Karena keahliannya itu, rumahnya serta anaknya tersebut dibuat oleh tangannya sendiri. Tentunya akan menghemat pengeluaran, yang diketahui membuat rumah di zaman ini membutuhkan uang puluhan hingga ratusan juta rupiah.
“Jadi tidak hanya membuat rumah orang saja, tetapi rumah sendiri, anak dan keluarga juga dibuatkan. Jadikan sedikit menghemat pengeluaran. Kalau serba bayar, kan ongkosnya besar sekali sekarang,” kata pria berkumis tipis itu.
Tak kalah menarik, hasil kerja kerasnya tersebut selain untuk membangun rumah juga disisihkan membeli emas dan tanah. Karena dua hal tersebut merupakan infestasi terbaik demi masa depan. Beberapa hektar tanah yang dimilikinya, ditanami karet, sawit dan pisang. Saat ini sawit dan pisang sudah dirasakan hasilnya. Tinggal karet yang masih menunggu lantaran baru beberapa tahun dikembang biakkan.
“Jadi dimasa tua seperti ini, kami hanya menikmati saja lagi. Kita sudah meninggalkan dunia pertukangan. Untuk anak-anak juga sudah dipenuhi. Mulai dari pendidikan agama, pendidikan dunia, serta warisan dimasa mendatang. Mudahan saja, apa yang diberikan dijaga benar-benar,” harapnya.
Sebelum menempuh kebahagiaan itu, dirinya sempat menceritakan jika perjalanan hidupnya cukup menyedihkan. Bersama sang istri, dirinya rela makan sepiring berdua. Hidup digubuk derita dan ditemani linangan air mata. Namun tangisan tersebut bukanlah penyesalan, atau menghujat sang pemberi takdir, akan tetapi air mata kebahagiaan dua insan yang siap mengarungi hidup walau badai menerpa.
Cukup lama merasakan ujian dari sang pemberi hidup, Mulai dari anak pertama hingga kedua. Karena derasnya terpaan derita, mantan operator alat berat tersebut akhirnya hijrah menjadi tukang rumah. Mengawali profesinya barunya, dirinya mulai mengekor kepada spesialis tukang. Lama mengabdi, ia memutuskan untuk mandiri.
”Saya sempat jadi operator alat berat untuk membuka jalan. Jalan di Bengalon, areal Kaliorang-Sangkulirang, Rantau Pulung dan beberapa tempat lainnya. Tetapi memang hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Makanya memutar haluan menjadi tukang saja. Tetapi memang masih pemula harus banyak belajar. Akhirnya saya ngikut-ngikut orang. Setelah lama belajar dan Alhamdulillah bisa. Tetapi pada saat itu saya belum memiliki alat sendiri makanya harus pinjam-pinjam. Setelah dapat uang baru beli sendiri alat tukang,” katanya mengenang pengalaman.
Dari modal bertukang itulah dirinya bisa seperti saat ini. Mulai dari membuat rumah sederhana, membuatkan rumah anak, menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi serta membeli tanah untuk masa depan. Namun saat ini dirinya memutuskan untuk meninggalkan dunia tukang. Lebih banyak beribadah dan menikmati hasil masa muda. “Saatnya sudah banyak beribadah. Banyak silaturahim dengan tetangga dan masyarakat umum serta kumpul-kumpul dengan anak dan cucu dari satu ke yang lainnya,” katanya. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: