Ubat Hate alias obat hati ungkapan dalam bahasa Aceh yang sering disematkan kepada para psikolog. Profesi yang cukup menarik ini masih jarang ditemukan di Bontang. Bahkan jumlah psikolog di Bontang terbilang sedikit.
MEGA ASRI, Bontang
Para psikolog, berusaha mempelajari peran serta fungsi mental dalam perilaku individu maupun kelompok. Selain juga mempelajari tentang proses fisiologis dan neurobiologis yang mendasari perilaku.
Karena tertarik dengan profesi sebagai psikolog, Syarifah Muslimah akhirnya memantapkan melanjutkan kuliahnya dengan mengambil jurusan psikologi di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Ketertarikannya pun berawal dari saat wanita kelahiran Banjarmasin 14 Januari 1981 silam itu mengikuti kegiatan Pesantren Kilat (Sanlat) di SMA YPK. Kala itu, Syarifah masih duduk di kelas X. Sanlat di SMA YPK mendapatkan mentor dari Salman ITB dan Unpad Bandung Fakultas Psikologi. Cara mereka mengajari murid-murid SMA YPK kala itu sangat berkesan. “Saya kagum dan senang melihat cara kakak-kakak itu membimbing kami, enak didengar dan bersahabat sekali. Wah pasti senang ya bisa jadi tempat curhat dan mengarahkan kami menjadi lebih baik,” cerita Syarifah.
Ketika duduk di kelas XII SMA, kebetulan Syarifah masuk jalur Penelusuran Bibit Unggul Daerah (PBUD). Setelah diskusi dengan orang tua dan keluarga, akhirnya dia didukung mengambil jurusan psikologi di UGM dan langsung diterima.
PBUD, lebih dikenal dengan jalur undangan. Yaitu, masuk PTN melalui jalur tanpa tes lantaran diambil berdasarkan nilai rapor. Saat itu, jalur PBUD bisa diikuti oleh siswa yang masuk rangking I,II,dan III. Tetapi, tidak lantas otomatis yang daftar PBUD diterima, karena mereka akan diseleksi lagi dengan berbagai pertimbangan. “Padahal cita-cita saya sewaktu kecil berubah-ubah, dari ingin menjadi ustadzah, pernah ingin menjadi guru TK, bahkan saat SMP berniat ingin melanjutkan sekolah farmasi, tetapi tidak jadi. Barulah saat SMA mulai interest dengan psikologi,” ungkapnya.
Di Bontang sendiri, lanjut dia, para psikolog yang membuka praktek hanya baru 6 orang. Ketua Himpunan psikolog Indonesia (HIMPSI) Cabang Bontang ini juga menyatakan jumlah psikolog di Bontang masih terbilang sedikit. Bahkan, terlihat kurang eksis atau kurang dikenal karena kegiatannya jarang terpublikasi dan memang kekurangan SDM. “Organisasi ini memang lebih banyak mandiri dari segi anggaran, kegiatan rutinnya paling hanya pertemuan dalam bentuk arisan dan lainnya setiap dua bulan sekali,” ujarnya.
Untuk bidang pendidikan, sebenarnya HIMPSI banyak bekerjasama dengan sekolah-sekolah. Terlebih saat momen penerimaan seleksi siswa baru. Sedangkan di bidang kesehatan, HIMPSI juga bekerja sama dengan Klinik Sejati (Sehat Jiwa Anti Nafza) yang baru di-launching beberapa waktu lalu. “Kami juga ada jadwal siaran setiap hari Selasa di Radio Buana,” ujar dia.
Menjadi seorang psikolog, membuat Syarifah banyak mendapat pengalaman berharga. Salah satunya ketika dirinya bekerjasama dengan salah satu perusahaan saat proses seleksi karyawan. Diceritakannya, ada beberapa calon karyawan yang izin ke toilet namun ternyata tidak kembali lagi. Menurutnya, itu merupakan pengalaman lucu ketika dirinya memberikan tes psikotes pada seleksi karyawan. Ada juga pengalaman ketika menangani tes anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). “Banyak anak yang hiperaktif, bahkan asisten saya sampai dicubit. Ada juga saat tes izin beli pentol dan lain-lain, sementara ada juga yang tidak mau bicara sama sekali,” kenang dia sambil tertawa.
Yang paling mengesankan buatnya, saat Syarifah bertugas menangani korban gempa bumi di Pidie Jaya Aceh. Kala itu, pihaknya berkolaborasi dengan tim kesehatan dari Dinas Kesehatan Aceh, bersama dokter, perawat, psikiater, psikolog, apoteker, dokter spesialis dan lainnya. “Waktu itu Desember 2016. Seminggu setelah gempa, saya bersama mufidah dari HIMPSI Bontang, pergi ke Aceh bersama,” urainya.
Sehari menangani konseling disana, bisa mencapai 40 pasien, hanya bisa tidur sebentar dan tetap waspada karena khawatir terjadi gempa susulan. Saat konseling dengan pengungsi yang notabene-nya korban gempa, banyak dari mereka yang belum paham profesi psikolog. Biasanya, para korban, setelah konseling masih sering meminta obat, karena psikolog masih dianggap sebagai dokter. “Akhirnya, kami jelaskan bahwa kami berupaya mengobati hati dan perasaan yang masih takut atau trauma akibat gempa, ubat hate kalau dalam bahasa Aceh, akhirnya mereka bisa mengerti,” paparnya.
Selain bisa meraih profesi yang diminatinya yakni menjadi psikolog, Syarifah juga merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pendidikan (Disdik) Bontang. Dia bercerita, saat masih praktik di RS PKT tahun 2005 lalu dirinya ikut tes CPNS. Ketika itu, dia belum lulus profesi psikolog. “Tes bulan November dan Alhamdulillah lulus, dipanggil masuk kerja bulan Maret setelah seminggu sebelumnya wisuda, jadi langsung kerja sebagai PNS,” tutupnya. (bersambung)
TENTANG SYARIFAH
Nama: Syarifah Muslimah S.Psi, Psikolog
TTL: Banjarmasin, 14 Juli 1981
Alamat: Jalan Gunung Bawang nomor 12 BSD RT 40 Kelurahan Gunung Elai
Nama Suami: Sayyid Mukhlis Assegaf
Pendidikan:
- SDN 009 Loktuan
- SMP Yabis
- SMA YPK
- S1 +Profesi Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada
Organisasi:
- Layanan Psikologi Bontang Assesment Center
- Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Cabang Bontang
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: