Gempa bumi yang meluluhlantakkan Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) bukan hanya meruntuhkan bangunan dan mencabut nyawa para korbannya. Melainkan, turut mengubur impian mereka yang bertahan dan melanjutkan hidup setelah bencana mereda.
LUKMAN MAULANA, Bontang
Manusia berusaha, Tuhan berkehendak. Tampaknya tepat menggambarkan suratan takdir yang dialami Haris Kadafi, pemuda 25 tahun asal Mataram. Cita-citanya berbisnis jual beli ayam mesti ditundanya tatkala gempa turut menerjang ibu kota NTB tersebut.
“Sebelum gempa, saya menabung. Mengumpulkan uang untuk modal berbisnis jual beli ayam. Ketika uangnya hampir terkumpul, musibah gempa datang,” kenang Haris saat media ini berkunjung ke Mataram, Kamis (29/11) pekan lalu.
Alhasil, uang yang rencananya digunakan untuk membuka usaha penjualan ayam itu pun beralih fungsi. Lantaran setelah gempa, kondisi ekonomi masyarakat Lombok termasuk Mataram mengalami kelumpuhan. Oleh Haris, modal usaha itu terpaksa digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. “Mau bagaimana lagi, ekonomi benar-benar lumpuh,” sebutnya.
Hari demi hari uangnya pun semakin menipis. Sementara Haris belum memiliki pekerjaan. Tak punya pilihan, dia lantas bergabung menjadi mitra salah satu penyedia jasa ojek online. “Daripada menganggur di rumah. Ya lumayan lah buat pemasukan sehari-hari,” ujarnya.
Haris mengaku masih trauma dengan gempa yang melanda Lombok. Walaupun rumahnya hanya mengalami keretakan, namun memori akan getaran yang begitu dahsyat masih kerap membuat bulu kuduknya berdiri. Apalagi bila teringat rumah-rumah yang runtuh di kawasan Gunung Sari, Lombok Barat. “Di sana yang parah. Sekarang saja saya merinding membicarakannya,” tutur Haris.
Bukan hanya Haris, Azhari (35) warga Mataram lainnya turut menjadi ojek online lantaran dampak gempa Agustus silam. Pasalnya, usaha kerajinan tempatnya bekerja di Lombok Utara hancur lebur diruntuhkan gempa. Tak punya pilihan lain, Azhari pindah ke Mataram dan menjadi ojek online.
“Rumah bos saya hancur berikut barang-barang kerajinannya. Akhirnya saya jadi ojek online. Hasilnya lumayan untuk hidup,” terang pria yang mengaku baru sebulan bergabung dengan salah satu layanan ojek online tersebut.
Ditanya tentang keberadaan ojek online, Azhari menyebut sudah ada di Lombok sekira setahun yang lalu. Tak seperti di kota-kota besar lainnya di Indonesia, tak ada konflik berarti antara ojek online dengan ojek konvensional. Lantaran kedua jenis pengemudi ojek ini saling menghormati satu sama lain dan tidak merebut ladang rezeki masing-masing.
“Asalkan kami tidak mengambil penumpang ojek konvensional, tidak nongkrong di pangkalan mereka untuk mencari penumpang,” ungkap Azhari.
PARIWISATA TERPURUK, RUMAH MAKAN SEPI
Kelumpuhan ekonomi turut berdampak pada sektor pariwisata yang menjadi andalan Lombok yang kaya akan pantainya. Jumlah wisatawan yang datang mengunjungi pantai-pantai di Lombok, salah satunya Pantai Senggigi, disebut mengalami penurunan drastis. Bila dibandingkan sebelum gempa melanda kawasan ini.
Hal ini diungkapkan Anwar Zen (45), salah seorang pekerja salah satu rumah makan di Pantai Senggigi. Sebelum gempa, pengunjung rumah makan bisa mencapai puluhan pengunjung dalam sehari. Kini setelah gempa terjadi, jumlahnya hanya segelintir saja. Bahkan sering dalam sehari tidak ada satu pun yang mampir untuk menyantap masakan laut yang disajikan rumah makan tersebut.
“Padahal dahulu banyak rombongan pariwisata yang datang dan memesan tempat di rumah makan kami,” kata dia.
Pemasukan turun drastis. Sampai-sampai pihaknya mengurangi jumlah pegawai. Dari yang sebelumnya 16 orang, sekarang jadi enam orang saja. “Para pekerja lainnya saat ini dibebaskan untuk mencari pekerjaan lain selama kondisi sepi,” tambah Anwar yang juga berprofesi sebagai pemandu wisata ini.
Dia mengisahkan, banyak spot wisata di Senggigi yang rusak akibat gempa. Bahkan terdapat vila di kawasan perbukitan yang longsor dan memakan korban jiwa. “Saya sempat menjadi relawan untuk korban gempa di sana. Banyak jalanan retak,” sebut pria yang pernah bekerja di Bontang dan Sangatta ini.
Karenanya, banyak upaya dilakukan demi menggairahkan kembali pariwisata tersebut. Salah satunya dengan kampanye yang mengabarkan bahwa Lombok telah pulih dari keterpurukan pascagempa.
“Mobil kami dipinjam relawan untuk mengampanyekan hal ini. Inti kampanyenya mengabarkan kepada masyarakat Lombok maupun kepada masyarakat luar Lombok bahwa pariwisata kami aman dan dapat dikunjungi kembali,” beber Anwar. “Harapannya pariwisata kembali pulih, karena ini potensi besar untuk Lombok,” imbuhnya.
Dari pantauan media ini ke beberapa pantai di Lombok pada senja hari, memang terlihat sepi pengunjung. Kalaupun ada pengunjung, jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Namun begitu beberapa turis dari mancanegara sudah terlihat berjalan di kawasan-kawasan wisata pantai tersebut. Seperti di kawasan Senggigi, Selong Belanak, dan Kuta Mandalika.
Aktivitas masyarakat Lombok sendiri telah berjalan dengan normal. Baik aktivitas ekonomi, pemerintahan, pertanian, maupun kebudayaan. Dalam perjalanan menuju Senggigi misalnya, media ini sempat berpapasan dengan rombongan Nyongkolan, kegiatan adat berupa arak-arakan yang menyertai rangkaian acara dalam prosesi perkawinan pada Suku Sasak. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post