Syuriansyah, pemuda asli Bontang ini tak pernah menduga bakal menggeluti dunia perwasitan. Berawal hari hobinya ‘memasukkan bola ke dalam keranjang,’ kini ia salahsatu wasit berlisensi nasional yang dimiliki Provinsi Kaltim.
Yusva Alam, Bontang
Prestasi itu tidaklah datang tiba-tiba. Perjalanan panjang nan berliku harus dilalui Noey, sapaan akrabnya hingga mampu meraih lisensi B1 Nasional. Tak hanya di Bontang, bahkan di tingkat Kaltim saja dapat dihitung dengan jari wasit basket yang memilikinya.
Noey bercerita, bagaimana awal kisahnya hingga kini mampu memimpin pertandingan basket untuk skala nasional.
Sejak awal Noey memang sangat menyukai olahraga bola basket. Hingga duduk di bangku SMU, ia kerap menjadi atlit basket. Bermain dari satu pertandingan ke pertandingan lainnya. Namun atas nasehat almarhum sang pelatih, Noey justru tidak disarankan untuk meneruskan bakatnya tersebut sebagai seorang atlit, tetapi diarahkan untuk menggeluti profesi wasit.
Hal tersebut disebabkan faktor ukuran tubuh yang tidak sesuai standar rata-rata pemain basket. Noey memiliki ukuran tubuh pendek, tidak menjulang tinggi seperti atlit basket umumnya.
“Almarhum pelatih saya, Irmunanto, saat itu melihat ukuran tubuh saya tidak berkembang. Sehingga mengarahkan untuk jadi wasit. Alhamdulillah, berkat nasehat tersebut kini saya dapat menikmatinya,” ujarnya.
3 tahun pasca kelulusan SMU, Noey memutuskan berkarir sebagai pengadil lapangan. Kebetulan saat itu, organisasi Pemuda Muhammadiyah mengadakan sebuah pelatihan wasit untuk lisensi C. Tak menyia-nyiakan kesempatan, ia mengikutinya. Tak lama berselang ia memimpin kompetisi Kelompok Umur (KU)-16. Inilah kompetisi pertama secara resmi ia sebagai wasit.
“Kala itu saya mendapat arahan dari provinsi untuk mencari pengalaman memimpin hingga 100 pertandingan. Agar bisa mengikuti lisensi berikutnya yang lebih tinggi. Alhamdulillah lagi, saat itu banyak turnamen digelar di Bontang. Sehingga saya cepat memenuhi prasyarat tersebut,” kenang Noey.
Selanjutnya, ia mendapatkan peluang untuk mendapatkan lisensi B2 yang diadakan oleh provinsi di Samarinda. Dari Bontang hanya 3 wasit yang berhasil mendapatkannya, termasuk dirinya. Setelah itu, dirinya mulai naik level. Dipercaya memimpin beragam turnamen tingkat provinsi. Seperti Poprov, Porda, dan 02SN.
“Rata-rata wasit di Bontang hanya memiliki lisensi C. Jarang sekali yang punya lisensi di atas Lisensi C. Saya bertekad untuk terus meraih lisensi tertinggi,” ungkapnya antusias.
Hingga tahun 2013, lagi-lagi dirinya mendapat peluang mengambil lisensi B1 Nasional di Jakarta. Namun untuk meraihnya, banyak jalan terjal yang harus dilaluinya. Ia dipaksa memilih antara karirnya sebagai wasit, atau pekerjaannya di salahsatu perusahaan swasta di Bontang. Pilihan yang berat. Namun dirinya sudah bertekad bulat untuk menekuni dunia wasit. Sehingga ia memilih keluar dari pekerjaannya, dan meneruskan karir wasitnya.
“Setelah mendapat lisensi B1 nasional, saya mulai naik satu level lagi. Mulai sering memimpin pertandingan untuk skala nasional. Pasca lulus, saya dipercaya memimpin pra session liga nasional NBL-WNBL. Bahkan di tahun 2015 saya terpilih mewakili Kaltim memimpin pertandingan di Popnas, Bandung,” bebernya.
Noey mengaku, saat ini benar-benar menikmati profesinya tersebut. Baginya, menjalankan pekerjaan yang sesuai hobi merupakan kebahagiaan tersendiri. Tak hanya dari segi materi yang didapatkan, Ia mengaku banyak mendapat manfaat dari profesinya ini. Mulai dari banyak relasi dan pertemanan, hobi yang tersalurkan, hingga bisa mengunjungi daerah-daerah yang belum pernah didatanginya.
“Karena profesi ini saya bisa menginjakkan kaki di Pulau jawa,” katanya.
Namun begitu, pengalaman pahitpun pernah dirasakannya. Hingga ia pernah berniat untuk menghentikan karirnya tersebut. Saat itu ia memimpin pertandingan di Poprov sekira tahun 2009 di Samarinda. Saat memasuki babak semifinal, kru salahsatu tim yang bertanding mengancamnya untuk bisa memenangkan timnya. Ia sampai mengalami ancaman fisik, dicekik oleh kru tersebut. Bahkan sampai diancam bunuh.
“Syukur setelah saya lapor komisi wasit hal ini bisa diatasi. Saya juga tidak diijinkan memimpin laga, karena trauma yang saya alami,” ujarnya.
Dengan trauma yang dialaminya itu, ia berpikir ulang untuk berhenti. Ia menyayangkan, kalau hanya gara-gara kejadian tersebut, dirinya dapat mengorbankan perjuangannya selama ini. Demi karirnya ia bertekad meneruskan kembali profesinya.
Kini Noey masih bersemangat meningkatkan levelnya. Targetnya, memimpin liga tertinggi di Indonesia, yaitu Indonesian Basket Ball League (IBL). Serta meraih lisensi A dan FIBA.
“Kalau saya bisa dapat lisensi FIBA, saya bisa memimpin pertandingan tingkat asia bahkan dunia,” ungkapnya dengan semangat.
Dirinya pun berpesan kepada masyarakat, khususnya anak-anak muda, agar tidak memandang sebelah mata profesi wasit. Karena profesi ini kalau ditekuni juga cukup menjanjikan. Tak hanya itu, yang terpenting baginya, dari profesi ini mampu merubah kepribadiannya. Dari negatif menjadi positif. Termasuk penampilan, yang dulunya urakan sekarang lebih rapi.
“Perubahan attitude ini yang paling bermakna dari yang saya dapatkan sebagai pengadil lapangan,” pungkasnya. (*)
TENTANG SYURIANSYAH (Noey)
Nama: Syuriansyah (Noey)
TTL: Bontang, 3 November 1985
Profesi: Wasit basket
Lisensi: B1 Nasional
Prestasi :
- POPDA Kaltim
- POPROV Kaltim
- 02SN Nasional
- DBL Series Kaltim
- POPNAS Bandung
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: