Aksi Murtede, korban begal di jalan raya Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah ini terbilang nekat dan berani. Pria 34 tahun itu mampu melawan empat terduga begal. Seperti inilah kisahnya.
MALAM itu, Minggu (10/4) pukul 00.30 Wita, Murtede mengeluarkan sepeda motor dari rumahnya. Dia hendak membawa makanan untuk keluarga yang sedang menunggu ibunya yang terbaring sakit di Lombok Timur.
Makanan itu rencana untuk makan sahur. Seolah tidak terjadi apa-apa, ia mengendarai motor jenis Honda Scoopy melewati jalan raya. Sepanjang jalan, ia hanya mendengarkan lantunan ayat-ayat Alquran dari masjid dan musala.
Sesekali ada kendaraan roda dua dan roda empat yang melintas. Setelah itu, sepi. Tidak ada satu pun kendaraan lagi yang melintas. Namun, tiba-tiba dari belakang ada dua kendaraan yang membuntuti. Masing-masing berboncengan.
Awalnya, ia mengira dua pengendara itu akan pulang ke rumah. Namun, tepat di Dusun Bebile para pengendara tersebut menyapa. “Mau kemana itu,” ujar Murtede meniru sapaan terduga pelaku begal.
Ia pun tidak menjawab dan tetap konsentrasi mengendarai motornya. Sontak satu pengendara motor menghadang dari depan. Kemudian secara tiba-tiba menyerang. Begitu pula terduga pelaku begal yang lainnya. Hingga aksi membela diri dilakukan Murtede.
Di tubuhnya terasa benda tajam jenis cerurit melayang. Tepatnya di tangan kanan sebanyak dua kali. Kemudian jenis samurai sebanyak dua kali di punggung. Anehnya, ia tidak terluka. Hanya luka memar dan bajunya saja yang mengalami robek.
“Itu sambil saya berteriak minta tolong. Tapi tidak ada satu pun warga yang datang,” cerita Murtede.
Kondisi seperti itu, membuat dua terduga begal berusaha mengambil motornya. Sontak, ia lari guna menyelamatkan motor sembari melakukan perlawanan. Bagi Murtede, itu dilakukan daripada mati konyol. Lebih baik melawan.
“Saat kejadian saya bawa pisau dapur,” tandasnya.
Bagi sebagian besar warga di Kecamatan Praya Timur membawa senjata tajam saat keluar dari rumah, apalagi malam hari menjadi hal biasa. Tujuannya, untuk berjaga-jaga saja. Bukan untuk melakukan tindakan kriminal dan lain sebagainya.
Dengan pisau dapur itulah, ia melumpuhkan dua terduga begal. Ada yang terkena tusuk di dada sebelah kanan dan ada pula terkena tusuk di punggung. Hingga dua terduga pelaku begal tumbang bersimbah darah. Keduanya berinisial P, 20 tahun dan OW, 21 tahun.
Melihat dua temannya tumbang. Dua terduga pelaku begal lainnya merasa takut dan akhirnya memilih melarikan diri. Keduanya berinisial W, 32 tahun dan H, 17 tahun.
“Saat itulah, beberapa warga keluar. Lalu, saya memberitahukan ke warga bahwa saya korban jambret,” ujarnya lagi.
Warga kemudian memberikan pertolongan kepadanya dengan memberikan air minum. Lalu, mengamankan kendaraannya. Sementara dua terduga begal yang tewas dibiarkan begitu saja, sambil menunggu polisi datang.
“Saya kemudian memutuskan pulang ke rumah. Tidak jadi menjenguk ibu saya yang sakit,” kata bapak dua orang anak tersebut.
***
Rasa takut dan suasana hati yang gelisah menyelimuti Murtede. Itu setelah, ia membunuh dua terduga begal. Sejak kejadian itu, ia mengaku tidak bisa tidur. Bahkan sampai tidak bisa ikut makan sahur bersama istri dan anak-anaknya.
“Saya hanya bisa termenung saja kala itu,” tandasnya.
Yang membuatnya heran dan bingung, kok bisa tubuhnya tidak terluka akibat serangan bertubi-tubi dari begal. Bagi Murtede, kalau sudah Allah SWT yang berkehendak, maka tidak ada yang tidak mungkin.
Disinggung Lombok Post (grup bontangpost.id), apakah Murtede punya ilmu kebal atau amalan-amalan khusus. Dengan santai sembari melempar senyuman Murtede menjawab, tidak punya ilmu apa-apa. Kecuali, berserah diri pada Sang Maha Pencipta.
“Artinya, sudah jalannya dua begal itu meninggal di tangan saya. Dan sudah jalannya saya selamat,” ujar Murtede sembari memperlihatkan tangan kanannya yang pernah menangkis senjata tajam jenis cerurit.
Di rumah, Murtede tidak berani menceritakan apa-apa. Baik ke istri maupun anak-anaknya. Begitu azan Subuh berkumandang, Minggu (10/4), Murtede masih belum bisa tidur. Pagi-pagi sekali, ia pun bergegas pergi ke rumah keluarga di Dusun Matek Maling Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur. Tidak jauh dari rumahnya.
Tujuannya, untuk menenangkan diri. Namun masih saja gelisah dan diselimuti ketakutan. Alhasil, Murtede bersama keluarga terdekat melapor ke polisi atas peristiwa yang dihadapinya. Kemudian terbitlan surat tanda terima laporan polisi Nomor: SPTL/138.b/IV/2022/SPKT/Polres Loteng. Tertanggal 10 April pukul 13.00 Wita.
Dalam laporan itu, Murtede sebagai korban dan melaporkan empat terduga begal ke polisi. Sayangnya, begitu pukul 16.00 Wita polisi justru datang ke rumahnya, guna menjemputnya. Hingga jelang magrib polisi membawa Murtede ke jalan Gajah Mada Praya.
Di tempat itu, ia diinterogasi dan dimintai keterangan. Ia pun bertemu dengan dua terduga begal yang selamat. “Saat saya ketemu itulah, saya mengatakan pada dua (terduga) begal itu bahwa saya tidak dendam,” cerita Murtede.
Di polres, Murtede mengira hanya dimintai keterangan saja. Setelah itu, kembali ke rumah. Namun, ia tiba-tiba disodorkan dokumen yang harus ditandatanganinya. Karena tidak bisa baca tulis, ia pun langsung mendatangani. Itu merupakan dokumen berita acara pemeriksaan (BAP).
Kala itulah, Murtede ditahan bersama dua begal dan ditetapkan sebagai tersangka. “Saya orang bodoh, saya tidak tahu apa-apa, saya hanya bisa mengikuti saja,” keluh pria yang kesehariannya menjadi petani tersebut.
Malam itu, ia pun harus merasakan dinginnya jeruji besi polres. Ia berbeda sel dengan dua terduga begal. Selama tiga malam, ia ditahan. Sesekali ia merasa bingung dan heran, kenapa pelapor yang menjadi korban begal justru yang ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka.
Bagi Murtede, kalau saat kejadian ia tidak melawan, maka dirinyalah yang menjadi korban. “Tapi mau bagaimana lagi, saya hanya rakyat kecil,” keluhnya lagi.
Aksi protes atas penahanan dan penetapan tersangka Murtede pun mencuat. Para petinggi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) NTB, organisasi masyarakat (ormas) dan organisasi kepemudaan Loteng turun ke jalan guna melaksanakan aksi unjuk rasa.
“Berkat demo itulah saya bisa bebas seperti ini. Terima kasih para pemuda dan warga Loteng,” ujarnya. Itu ditambah lagi dengan sorotan kalangan media. Baik cetak, elektronik dan televisi.
Ia berharap, seiring diberikan penangguhan penahanan. Polisi mencabut status tersangkanya. Karena dalam posisi mencekam melawan empat begal. Murtede mengaku, membela diri dan menjaga diri. Artinya, ia adalah korban yang berusaha nekat dan berani melawan pelaku kejahatan. Seharusnya ia mendapatkan penghargaan.
Kendati demikian, sebagai rasa syukur ia keluar dari penjara, keluarga memotong satu ekor ayam untuk berbuka puasa, Kamis (14/4). “Kami bersyukur, adik kami ini selamat dan bisa keluar dari penjara,” ujar salah satu keluarga yang enggan menyebut namanya.
Keluarga Murtede berharap, kapolri dan kapolda, bahkan Presiden RI bisa mendengar keluh kesah korban begal. Korban yang justru dijadikan tersangka. Keinginan itu pun terkabul.
Kapolda NTB Irjen Pol Djoko Purwanto menjelaskan, dihentikannya proses hukum terhadap Murtede setelah pihaknya melakukan gelar perkara yang dihadiri oleh jajaran polda dan pakar hukum. “Hasil gelar perkara disimpulkan peristiwa tersebut merupakan perbuatan pembelaan terpaksa sehingga tidak ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum baik secara formil dan materiil,” kata Djoko kepada wartawan, Sabtu (16/4/2022). (dss/r5/*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post