Siapa yang tak mengenal gammi bawis? Makanan khas Kota Taman ini sudah mendunia hingga terbang ke Amsterdam, Belanda. Namun, siapa yang mengenal salah satu pelopor gammi bawis di Bontang hingga eksis saat ini?
Muhammad Zulfikar Akbar, Bontang
ABDUL Galib menjadi pelopor berdirinya restoran yang berdiri di tengah laut. Sebelum rumah makan Anjungan Indah berdiri pada 1996, sedianya Galib sudah punya jiwa bisnis sejak mengelola toko sembako di 1991 saat dirinya masih berada di Sangatta. Usai menikah dengan Rusdiana, dirinya pun sempat pindah ke Jalan Ahmad Yani, yang kini lahannya ditempati sebagai taman rekreasi wahana air di Bontang. “Saya ke Bontang Kuala (BK) 1993. Sama seperti dulu, masih jualan toko sembako,” ujar Galib.
Melihat potensi yang besar di kampung atas air ini, membuat Galib berpikir untuk membuat restoran di atas air. Pada 1995, Galib mulai membangun restorannya yang berada di ujung BK ini. Namun, halangan mulai muncul saat restorannya hampir rampung dan menyisakan akses jembatan sebagai penghubung. Alasan politik yang berseberangan di masa orde baru, membuat izin membangun jembatan tidak turun dari pemerintah kala itu. “Karena waktu itu Golkar sedang berkuasa, sedangkan saya dari PDIP,” tambahnya.
Jembatan penghubung yang hampir rampung pun, terpaksa dibongkar kembali. Alhasil, rumah makan Anjungan Indah ini berdiri di tengah-tengah laut. Listrik dari PLN pun tak dapat mengalir ke restorannya, karena ketiadaan jalan akses menuju ke sana. “Jadi waktu 1996 hanya pakai genset. Dari BK ke restoran juga pakai perahu,” ungkap Galib.
Hampir dua tahun lamanya Galib mengoperasikan restorannya dengan seadanya, tanpa jembatan penghubung dan hanya menggunakan perahu. Namun hal tersebut tak menyurutkan niatnya untuk menjalankan usahanya. Malahan, makin banyak masyarakat yang menjadi pelanggan tetapnya. Berbagai pesanan pelanggan yang mesti diantarnya pun harus menggunakan perahu terlebih dahulu. “Saya juga harus standby kalau hujan, biar perahunya tidak penuh sama air, he he,” selorohnya.
Semakin menggeliatnya usaha Galib juga didengar oleh Bupati Kutai kala itu. Sempat mendengar cerita jika restorannya berada di tengah laut tanpa ada jembatan penghubung, akhirnya dia memerintahkan wali kota administratif Bontang saat itu untuk memberikan izin mendirikan jembatan penghubung tersebut. Tak butuh waktu lama, beberapa hari setelahnya izin itu pun terbit, jembatan tersebut kembali dipasang.
Perjalanan bisnis Galib pun mulai menanjak. Sambutan dari masyarakat yang baik, terlebih semakin banyaknya dari kalangan perusahaan yang menjadi pelanggan tetap membuat restorannya semakin dikenal. Kata Galib, setiap tamu perusahaan yang datang ke tempatnya, merupakan tamu dari luar kota. Usai menikmati sajian, mereka pun akan membawa kesan yang positif yang membuatnya ingat restoran milik Galib. “Karena itu saya utamakan pelayanan kepada pelanggan. Saya dan istri sampai study tour ke restoran-restoran di luar kota, Balikpapan, Samarinda, Jakarta, Bali,” jelas Galib.
Selain untuk meningkatkan kualitas pelayanan, soal rasa menjadi yang diprioritaskan olehnya. Sambal Gammi, kata Galib merupakan sambal yang biasa dimakan oleh warga sekitar BK. Bahkan saat melaut pun, meski tanpa lauk namun hanya ada nasi dan sambal, makan masih terasa nikmat. Sejak restoran ini berdiri, kualitas rasa sambal gammi ala rumah makan Anjungan Indah selalu dipertahankan.
“Saya sendiri masih turun langsung ke pasar, beli ikan yang proporsional. Bumbunya pun resepnya rahasia, yang memegang hanya istri saya,” ungkap kakek bercucu satu, buah hati dari anak sulungnya Yuli Rukmana dan Hendra.
Rasa, bagi Galib sangat penting bagi bisnis rumah makan. Karena, promosi restoran sebenarnya berawal dari para pelanggan yang menikmati hidangannya secara langsung.
“Kalau menurut mereka enak, pasti akan dipromosikan yang baik-baik. Tapi kalau sudah tidak enak, tidak nyaman, mereka juga akan mempromosikan yang tidak enak juga kepada teman-temannya yang lain,” katanya.
Karena itulah, Galib pun hingga kini masih sering membeli bahan bakunya sendiri ke pasar tiap pagi dan sore. Untuk urusan bumbu, dia serahkan kepada istrinya untuk meraciknya. “Mungkin menurut pelanggan, gammi dari restoran ini cocok di lidah mereka,” tambah bapak tiga anak ini.
Dari usahanya inilah, dirinya bersama istri mampu pergi menunaikan ibadah haji pada 2000. Seluruh anggota keluarganya pun sudah diberangkatkan umrah bersama-sama. Bicara omset, pada satu dekade sebelumnya dirinya mampu meraup hingga Rp 100-200 juta perbulan.
Namun, di tengah kondisi ekonomi yang lesu ini, segalanya menjadi tidak pasti. Meskipun rata-rata perhari masih ada sekitar 40-50 pengunjung. “Berdampak pasti iya. Tapi bagaimana caranya agar tetap optimis,” ujarnya.
Suasana restoran yang jauh dari pemukiman, menu yang lengkap, fasilitas electone, dan pelayanan yang memuaskan menjadi daya tarik restoran ini, serta menjadi faktor penunjang bertahannya restoran yang menginjak usia ke dua dekade ini.
Dirinya pun berharap, potensi kuliner di Bontang, kata Galib masih bisa dikembangkan lebih jauh lagi. Terlebih, sudah banyak angkringan yang bermunculan di Kota Taman. “Sebenarnya kalau mereka dibuatkan satu tempat, dikumpulkan, itu bisa jadi sumber PAD (Penghasilan Asli Daerah) baru. Kumpulkan saja misalnya di Lapangan Parikesit. Area parkirnya saja sudah bisa jadi PAD nantinya,” jelas Galib.
Selain itu, dia menyarankan pemerintah untuk membentuk Badan Promosi Daerah untuk fokus mempromosikan segala yang dimiliki oleh Kota Taman. “Saya kira kalau Bontang mau melirik industri jasa pariwisata, ini harus mulai dilakukan. Gandeng media, asosiasi, perhimpunan, dan lain-lain untuk membentuk badan ini. Kalau terlambat, bisa saja disalip oleh Kutim yang saat ini gencar melakukan promosi wisata,” katanya.
Jika wisatawan sudah melirik Bontang, maka segala jenis aktivitas perekonomian pun juga dapat bergerak, termasuk juga di sektor restoran. “Ini sumbang saran saya. Kalau untuk usaha ini, saya masih tetap optimis dapat bertahan di tengah kelesuan ekonomi. Tidak akan selamanya kok ekonominya merosot. Pasti akan naik lagi, yang penting kita juga tekun dalam berusaha,” pungkas Galib. (bersambung)
Biodata Diri
Nama: H. Abdul Galib
TTL: 18 April 1967
Alamat: Jl. AM Parikesit
Istri: Hj. Rusdiana
Anak:1. Yuli Rukmana,2. M. Rizky Ramadhan,3. Nabila Indah Parawansyah
Cucu: Muhammad Zen Malik
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: