BONTANG – Sadar perjuangan akan proposional dana bagi hasil teruntuk daerah pengolah urung selesai, Komisi II DPRD mendesak Pemkot Bontang agar segera mengumpulkan daerah pengolah lainnya. Hal ini dilakukan guna melakukan persamaan persepsi. Menurutnya, selama ini hanya Kota Bontang yang melakukan perjuangan terkait daerah pengolah sementara daerah lainnya belum bersuara.
“Masih banyak permasalahan perlu penyatuan persepsi misalnya masalah diskresi gubernur,” kata Ketua Komisi II Ubaya Bengawan.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Legislasi DPR RI, beberapa waktu silam hanya diikuti Asosiasi Daerah Penghasil Migas (ADPM). Sementara Forum Komunikasi dan Konsolidasi Daerah Pengolah Migas (FKKDPM) tidak ikut serta. Konon katanya, forum tersebut sudah tidak aktif mengingat sebelumnya belum diakomodirnya daerah pengolah untuk masuk menjadi nomenklatur dalam revisi UU nomor 33 tahun 2004 dalam program legislasi nasional (Prolegnas).
“Forum itu mati suri,” tambah Politikus Demokrat tersebut.
Ubaya meminta Pemkot agar bergerak cepat karena tugas melakukan acara ini ialah Pemkot, bukan DPRD. Bentuknya bisa berupa seminar dengan mempresentasikan usulan terkait materi revisi regulasi tersebut. Tentunya sesuai dengan problematika yang dihadapi di masing-masing daerah.
“Gawean ini di tangan pemerintah kota, kalau menurut saya minggu depan, lebih cepat itu pasti lebih baik,” ujarnya.
Harapannya, pertemuan tersebut sekaligus dijadikan ajang pemilihan pengurus FKKDPM baru. Ia mengusulkan Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni untuk duduk menjadi ketua forum tersebut.
“Bontang harus jadi inisiasi pertemuan ini,” ucapnya.
Sebelumnya, Asosiasi Daerah Penghasil Migas (ADPM) juga melakukan upaya perjuangan terkait pembagian dana hibah (DBH) migas. Beberapa daerah yang menjadi daerah penghasil ikut meluruk ke gedung DPR RI meminta keadilan pembagian secara adil.
Sekretaris Jenderal ADPM Andang Bachtiar mengatakan, asosiasi ini dibentuk oleh gubernur, bupati, wali kota daerah penghasil migas seluruh Indonesia. ADPM mengusulkan enam poin yang ditujukan kepada pimpinan Badan Legislasi DPR RI terkait revisi dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
Salah satunya mengharapkan perubahan perhitungan dana bagi hasil (DBH) migas ke daerah, yang sebeIumnya dihitung berdasarkan penerimaan negara setelah dikurangi pajak dan faktor pengurang lainnya, dengan imbangan bagi hasil yakni pemerintah pusat 84,5 persen sedangkan daerah 15,5 persen untuk sektor minyak. Sementara gas alam dengan proposional 70 persen untuk pusat dan 30 persen daerah. Berubah menjadi perhitungan dari produksi kotor (gross production) yang di-lifting.
“Begitu juga dengan Perhitungan Gas Alamnya menyesuaikan persentasenya diambil dari produksi kotor gas yang di-lifting,” paparnya saat menghadiri rapat dengar pendapat Badan Legislasi DPR RI di gedung Nusantara I, Kamis (25/1). (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: